Media Pemfitnah KH Said Aqil Harus Minta Maaf 7 Hari Berturut-turut
A
A
A
JAKARTA - Sebuah media cetak dan online resmi dinyatakan bersalah terkait berita fitnah terhadap Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj. Kedua media ini diharuskan menayangkan hak jawab serta permintaan maaf kepada KH Said Aqil Siroj dan masyarakat pembaca.
Sebagaimana tertuang dalam Surat Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers Nomor 05 dan 06/PPR-DP/II/2017 tertanggal 28 Februari 2017, kedua media itu melanggar Pasal 1 dan 3 Kode Etik Jurnalistik periahal pemberitaan yang tidak uji informasi, tidak berimbang, dan memuat opini yang menghakimi.
Dalam PPR tersebut, kedua media dibebankan tiga kewajiban atas pelanggaran etik jurnalistik. Pemeriksaan terhadap pengaduan KH Said Aqil dilakukan Dewan Pers sejak 16 Januari 2017. Termasuk di dalamnya melakukan mediasi.
”Ya betul. Dewan Pers sudah menjatuhkan keputusan. Itu setelah proses mediasi dan pemeriksaan perkara. Saya dan Pak Andi Najmi hadir mewakili KH Said Aqil,” kata Ketua PBNU bidang Hukum Robikin Emhas dalam rilis yang diterima SINDOnews, Kamis (2/3/2017).
Kesimpulan Dewan Pers memuat tiga rekomendasi. Rekomendasi tersebut yakni kewajiban melayani hak jawab dari pengadu, permintaan maaf kepada pengadu dan masyarakat, serta memuat hak jawab tersebut di media tersebut. Khusus terhadap media online diharuskan membuat berita permintaan maaf kepada KH Said Aqil dan masyarakat selama tujuh hari berturut-turut.
”Terpenting dari putusan ini adalah bagaimana fitnah yang kadung menyebar luas itu bisa diluruskan. Kedepannya agar hak masyarakat mendapatkan informasi yang mencerdaskan bisa dipenuhi dan sekligus terhindar dari hoax,” papar advokat jebolan Ponpes Gading, Malang ini.
Sidang etik terhadap kasus ini mulai bergulir setelah KH Said Aqil Siroj melalui Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU) resmi mengadukan dua media tersebut pada 16 Januari 2017. Keduanya diadukan atas dugaan berita bohong berjudul “KH Lutfi Abdul Hadi: Said Aqil Kejam, Sadis, Ayo Sumpah Li’an Kalau Berani”. Berita lainnya berjudul “Merasa Tertipu Kiai Said Aqil, Janji Bangun Islamic Center, Ternyata Bangun Seminari”. Belakangan kedua isi berita tersebut terbukti hanya fitnah.
Sebagaimana tertuang dalam Surat Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers Nomor 05 dan 06/PPR-DP/II/2017 tertanggal 28 Februari 2017, kedua media itu melanggar Pasal 1 dan 3 Kode Etik Jurnalistik periahal pemberitaan yang tidak uji informasi, tidak berimbang, dan memuat opini yang menghakimi.
Dalam PPR tersebut, kedua media dibebankan tiga kewajiban atas pelanggaran etik jurnalistik. Pemeriksaan terhadap pengaduan KH Said Aqil dilakukan Dewan Pers sejak 16 Januari 2017. Termasuk di dalamnya melakukan mediasi.
”Ya betul. Dewan Pers sudah menjatuhkan keputusan. Itu setelah proses mediasi dan pemeriksaan perkara. Saya dan Pak Andi Najmi hadir mewakili KH Said Aqil,” kata Ketua PBNU bidang Hukum Robikin Emhas dalam rilis yang diterima SINDOnews, Kamis (2/3/2017).
Kesimpulan Dewan Pers memuat tiga rekomendasi. Rekomendasi tersebut yakni kewajiban melayani hak jawab dari pengadu, permintaan maaf kepada pengadu dan masyarakat, serta memuat hak jawab tersebut di media tersebut. Khusus terhadap media online diharuskan membuat berita permintaan maaf kepada KH Said Aqil dan masyarakat selama tujuh hari berturut-turut.
”Terpenting dari putusan ini adalah bagaimana fitnah yang kadung menyebar luas itu bisa diluruskan. Kedepannya agar hak masyarakat mendapatkan informasi yang mencerdaskan bisa dipenuhi dan sekligus terhindar dari hoax,” papar advokat jebolan Ponpes Gading, Malang ini.
Sidang etik terhadap kasus ini mulai bergulir setelah KH Said Aqil Siroj melalui Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU) resmi mengadukan dua media tersebut pada 16 Januari 2017. Keduanya diadukan atas dugaan berita bohong berjudul “KH Lutfi Abdul Hadi: Said Aqil Kejam, Sadis, Ayo Sumpah Li’an Kalau Berani”. Berita lainnya berjudul “Merasa Tertipu Kiai Said Aqil, Janji Bangun Islamic Center, Ternyata Bangun Seminari”. Belakangan kedua isi berita tersebut terbukti hanya fitnah.
(poe)