Penjelasan Kuasa Hukum Soal Kasus Rajamohan

Rabu, 01 Maret 2017 - 14:52 WIB
Penjelasan Kuasa Hukum...
Penjelasan Kuasa Hukum Soal Kasus Rajamohan
A A A
JAKARTA - Pihak terdakwa pemberi suap pengurusan pajak PT Eka Prima Ekspor (EKP) Indonesia menyebut Kepala ‎Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA Enam) Kalibata, Jhonny Sirait yang membuat permasalahan pajak terhadap perusahaan tersebut.

Pernyataan tersebut disampaikan Samsul Huda selaku kuasa hukum terdakwa pemberi suap USD148.500 (setara lebih Rp1,998 miliar) Country Director PT Eka Prima Ekspor (EKP) Indonesia ‎Ramapanicker Rajamohanan Nair‎ alias Rajesh Rajamohanan Nair.

Berdasarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi, Rajamohanan didakwa memberikan suap kepada tersangka penerima Handang Soekarno selaku Kasubdit Bukti permulaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Suap berkaitan dengan penyelesaian permasalahan pajak yang dihadapi oleh PT EKP Indonesia terkait lima kepentingan di KPP PMA Enam Kalibata pada Kantor Wilayah (Kanwil) Jakarta Khusus Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Samsul Huda menjelaskan, berdasarkan fakta-fakta beberapa persidangan Rajamohanan sebelumnya terungkap jelas sejak awal PT EKP Indonesia tidak memiliki masalah pajak.

Menurut dia, ketika itu PT EKP Indonesia mengajukan restitusi sebesar Rp3,5 miliar ke‎ KPP PMA Enam. Samsul menuturkan, perusahaan yang mengajukan restitusi adalah perusahaan yang taat pajak.

"Kita mengesampingkan dengan persoalan pemberian uang. Itu (pemberian uang Rajamohanan ke Handang) sudah jadi fakta lah. Tapi kita pengen clearance‎ ‎dulu. Permasalahan ini kan muncul dari mereka (KPP Enam) yang bikin, bukan karena karena ada masalah dan dari awal ada masalah. Enggak ada," kata Samsul saat dihubungi Koran SINDO, Rabu (1/3/2017).

Menurut dia, selama ini seolah-olah dibuat kesan Rajamohanan memberikan uang kepada Handang gara-gara Surat Tagihan Pajak (STP) PPN tertanggal 6 September 2016 untuk masa pajak Desember 2014 sebesar Rp52.364.730.649 dan untuk masa pajak Desember 2015 sebesar Rp26.440.221.909 yang dikeluarkan KPP PMA Enam Kalibata atas perintah Kepala KPP Enam Jhonny Sirait.

Padahal, kata dia, faktanya tidak demikian atau pemberian uang oleh Rajamohan tidak terkait dengan Rajamohan."Awalnya justru karena perusahaan ini meminta restitusi. Meminta restitusi sudah disetujui. Tiba-tiba saja dianulir sendiri (oleh KPP PMA Enam), kan begitu. Dianulir, tidak berhenti juga dianulir, malah ditambahkan lagi dengan keluarnya STP PPN yang tiba-tiba itu," tuturnya.

Setelah itu, lanjut Samsul, PT EKP Indonesia dibebani lagi dengan pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan kemudian dibebanin lagi dengan usulan dilakukan bukti permulaan (buper). Buper dikatakannya semacam penyelidikan pajak.

"Bayangkan perusahaan dibebani begitu, apa enggak pontang-panting tuh? Jadi intinya begitu," kilahnya.

Dia mengungkapkan, dari fakta-fakta persidangan Rajamohanan sebelumnya, mayoritas saksi dari KPP PMA Enam Kalibata terutama Tim Pemeriksa pajak sudah menemukan hasil positif.

Hanya dua saksi yang menyebutkan ada pelanggaran yang berdasarkan analisis sendiri. Keduanya, yakni Jhonny Sirait dan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon) KPP PMA Enam Gerits Parlaungan Tampubolon.

"Coba dicermati ya, KPP Enam selain Jhonny Sirait (Kepala KPP) dan Gerist Tambupolon (‎Gerits Parlaungan Tampubolon, Kepala Seksi Pengawasan KPP PMA Enam), ya kan hampir semua pemeriksa (di dalam persidangan menyampaikan) kompak tidak ada masalah. Coba aja dilihat keterangan dari Ahmad Wahyu Hidayat, kemudian keterangan dari Yadi tim pemeriksa ‎(Yadi Rismiadi, Ketua Tim Pemeriksa Pajak KPP PMA Enam) itu kan sudah memberikan laporan tidak ada masalah. Kan begitu," tuturnya.

Nah tiba-tiba saja, ungkap Samsul, Jhonny Sirait masuk dan kemudian Gerist memasukan analisis sendiri. Jhonny dan Gerist malah menganulir hasil temuan dan laporan dari tim pemeriksa.

Berdasarkan fakta sidang, kata Samsul, ada alasan kenapa Jhonny dan Gerist menggunakan analisis sendiri.

"Karena orang berdua ini mencurigai ada indikasi penyalahgunaan KLU, KLU semacam Kriteria Lapangan Usaha. Yang kedua, mencurigai ada indikasi ekspor fiktif. Kan curiga, belum dilakukan pemeriksaan, belum dikroscek dengan Bea Cukai. Seharusnya itu dahulu. Tiba-tiba langsung dijatuhi dengan ini lho STP PPN," tuturnya.

Dengan demikian, menurut Samsul, STP PPN itu dikeluarkan oleh KPP Enam tanpa ada data dan fakta yang valid.

Dia menceritakan, STP PPN itu diperuntukan atas komoditas ekspor kacang mede yang seharusnya tidak boleh ada PPN. Ada dua alasan kenapa tidak boleh. Pertama, penjualnya adalah non-PKP. Yang kedua, ini adalah komoditas ekspor yang PPN juga nol persen.

"Sehingga ketika KPP Enam menjatuhkan itu kepada Eka Prima maka saya memastikan bahwa itu sudah tidak berdasar. Karena tidak berdasar itulah kemudian dibatalkan oleh Kanwil. Jadi itu yang intinya," paparnya.

Kemudian, dia menjelaskan, ada alasan penting PT EKP Indonesia menolak STP PPN yang dipaksakan oleh KPP Enam sebagai bagian dari ikut sertanya PT EKP Indonesia dalam tax amnesty. Pertama, seperti sebelumnya disampaikan bahwa STP PPN itu dipaksakan.

"Dari sisi angka Rp 78 miliar itu kan betapa beratnya, bisa collapse ‎perusahaan," katanya.

Awalnya, Samsul menceritakan, PT EKP Indonesia mau ikut tax amnesty karena terkait dengan deklarasi harta.

Kalau tidak salah, dia membeberkan, ada tanah di Manado dengan uang tebusan ‎sekitar Rp50-an juta. Hanya saja Samsul tidak merinci tebusan tersebut untuk ukuran berapa tanah. Yang pasti dia menuding, pihak KPP PMA Enam Kalibata lewat Jhonny Sirait tetap memaksakan jangan itu yang dipakai tax amnesty. Yang dipakai tax amnesty adalah STP PPN yang baru saja dikeluarkan oleh KPP PMA Enam.

"Nah itu yang bikin klenger, gitu kan. Tapi nggak mungkin dong dia (PT EKP Indonesia) membayar tax amnesty berdasarkan STP PPN ‎yang tidak ada dasar hukumnya itu. Itu yang paling utama. Nah selain itu juga dibebani, dia diancam dengan pencabutan PKP. Bayangin perusahaan PMA, direct investment, kemudian main cabut aja PKP-nya," tuturnya.

Samsul sekali lagi menuding keputusan pencabutan PKP untuk PT EKP Indonesia adalah hasil dari keputusan Jhonny Sirait. Samsul menegaskan bagaimana perusahaan mau berjalan kalau mnain cabut PKP.

"Mereka kan dengan entengnya ngejatuhin STP PPN ya kan, kemudian mencabut PKP. Kalau PKP-nya dicabut, enggak bisa transaksi, dan itu kan keberatan (PT EKP) terutama ada di situ‎," tandasnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8595 seconds (0.1#10.140)