Menanti Investasi Saudi
A
A
A
PERUBAHAN konstelasi perekonomian global dan kondisi harga minyak mentah dunia tidak kunjung membaik membuat Raja Arab Saudi melanglang buana ke Asia. Kunjungan resmi kenegaraan di antaranya ke Malaysia, Indonesia, China, dan Jepang dengan misi bisnis.
Hal itu terkait program reformasi ekonomi yang dicanangkan pemerintah Arab Saudi sejak tahun lalu. Mengapa Raja Salman bin Abdulaziz Al-Saud membidik Asia?
Tak lain karena perkembangan perekonomian sejumlah negara di Asia, tetap melaju di tengah melemahnya perekonomian pada sejumlah negara maju. Lihat saja, kelahiran orang-orang kaya baru kini didominasi dari Asia.
Sebuah lembaga riset internasional memprediksi empat negara akan mencatatkan diri sebagai PDB tertinggi pada 2050, yakni China, India, Amerika Serikat, dan Indonesia.
Harga minyak dunia yang terus melanda telah berdampak negatif terhadap penerimaan Arab Saudi. Padahal, kontribusi minyak terhadap pendapatan negara selama ini mencapai sekitar 85%.
Tidak heran, defisit anggaran negara dalam dua tahun belakangan ini mencatat angka cukup tinggi. Dua tahun lalu defisit anggaran tercetak 366 miliar riyal atau sekitar Rp1.281 triliun pada kurs 3.500 rupiah per riyal.
Dan tahun lalu, sedikit menurun menjadi sebesar 297 miliar riyal atau sekitar Rp1.039,5 triliun. Bagaimana menambal kekurangan anggaran itu?
Pemerintah negara kaya minyak itu terpaksa harus berhubungan dengan kreditor. Selain itu, memangkas subsidi energi dan telah mengingatkan warga yang biasa hidup mewah untuk melakukan penghematan, karena penurunan harga minyak yang tajam memaksa pemerintah Arab Saudi melakukan diversifikasi ekonomi.
Terlepas dari misi lawatan Raja Arab Saudi ke Asia dalam kaitan diversifikasi perekonomian negara tersebut, pertanyaan yang menarik diajukan adalah apa dampak positif terhadap Indonesia?
Kunjungan Raja Salman yang memboyong puluhan menteri dan pangeran serta pengusaha di mana total anggota rombongan mencapai 1.500 orang memang sangat menarik. Apakah ini pertanda investasi negara produsen minyak itu bakal meningkat di negeri ini.
Harapannya seperti itu, namun pemerintah Indonesia sebagaimana diungkapkan Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) belum tahu persis seberapa besar investasi yang akan masuk dari Arab Saudi.
Yang pasti, terdapat lima nota kesepahaman (memorandum of understanding/MOU) yang siap diteken, di antaranya promosi seni dan warisan budaya, peningkatan frekuensi penerbangan dari Arab Saudi ke Indonesia. Untuk sektor minyak dan gas, LBP membeberkan sejumlah kerja sama antara Saudi Aramco dan Pertamina, meliputi upgrading sejumlah kilang minyak.
Untuk kalangan pengusaha, kedatangan Raja Arab Saudi adalah sebuah momentum luar biasa untuk menarik investor dari Timur Tengah. Bagi Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) Bahlil Lahadalia, Arab Saudi bisa dijadikan pintu masuk untuk menarik dana-dana tidak terbatas dari Timur Tengah guna membangun infrastruktur di negeri ini.
Meski terbuka berbagai peluang untuk menawarkan sejumlah produk atau sarana investasi bagi pihak Arab Saudi, pemerintah tidak akan menawarkan sukuk (obligasi syariah) global. Mengapa?
Pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) beralasan bahwa kedatangan Raja Salman justru akan menawarkan penjualan saham Saudi Aramco kepada Indonesia. Perusahaan minyak Arab Saudi itu sudah mengumumkan rencana melepas 5% sahamnya melalui initial public offering (IPO).
Kabarnya, kalau Saudi Aramco jadi melepas saham ke publik sebanyak 5%, bakal tercatat dalam sejarah sebagai perusahaan dengan nilai IPO tertinggi. Bisa jadi mengalahkan IPO Alibaba perusahaan e-commerce asal China yang mendapatkan hasil IPO spektakuler.
Indonesia wajar-wajar saja menaruh harapan besar masuknya investasi lebih besar setelah kedatangan Raja Salman. Pasalnya, realisasi investasi dari Arab Saudi sangat tidak menggembirakan dibandingkan sejumlah negara produsen minyak asal Timur Tengah selama ini.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal menunjukkan realisasi investasi Arab Saudi hanya USD900.000 atau Rp11,97 miliar dengan kurs Rp13.300 per dolar AS untuk 44 proyek tahun lalu. Realisasi investasi di Indonesia berdasarkan asal negara, ternyata Arab Saudi baru berada di urutan ke-57 dari 121 negara.
Rendahnya realisasi investasi tersebut tidak terlepas dari karakter investor Arab Saudi yang hanya bersedia menanamkan dana pada usaha yang sudah berjalan dengan imbal hasil yang tinggi.
Hal itu terkait program reformasi ekonomi yang dicanangkan pemerintah Arab Saudi sejak tahun lalu. Mengapa Raja Salman bin Abdulaziz Al-Saud membidik Asia?
Tak lain karena perkembangan perekonomian sejumlah negara di Asia, tetap melaju di tengah melemahnya perekonomian pada sejumlah negara maju. Lihat saja, kelahiran orang-orang kaya baru kini didominasi dari Asia.
Sebuah lembaga riset internasional memprediksi empat negara akan mencatatkan diri sebagai PDB tertinggi pada 2050, yakni China, India, Amerika Serikat, dan Indonesia.
Harga minyak dunia yang terus melanda telah berdampak negatif terhadap penerimaan Arab Saudi. Padahal, kontribusi minyak terhadap pendapatan negara selama ini mencapai sekitar 85%.
Tidak heran, defisit anggaran negara dalam dua tahun belakangan ini mencatat angka cukup tinggi. Dua tahun lalu defisit anggaran tercetak 366 miliar riyal atau sekitar Rp1.281 triliun pada kurs 3.500 rupiah per riyal.
Dan tahun lalu, sedikit menurun menjadi sebesar 297 miliar riyal atau sekitar Rp1.039,5 triliun. Bagaimana menambal kekurangan anggaran itu?
Pemerintah negara kaya minyak itu terpaksa harus berhubungan dengan kreditor. Selain itu, memangkas subsidi energi dan telah mengingatkan warga yang biasa hidup mewah untuk melakukan penghematan, karena penurunan harga minyak yang tajam memaksa pemerintah Arab Saudi melakukan diversifikasi ekonomi.
Terlepas dari misi lawatan Raja Arab Saudi ke Asia dalam kaitan diversifikasi perekonomian negara tersebut, pertanyaan yang menarik diajukan adalah apa dampak positif terhadap Indonesia?
Kunjungan Raja Salman yang memboyong puluhan menteri dan pangeran serta pengusaha di mana total anggota rombongan mencapai 1.500 orang memang sangat menarik. Apakah ini pertanda investasi negara produsen minyak itu bakal meningkat di negeri ini.
Harapannya seperti itu, namun pemerintah Indonesia sebagaimana diungkapkan Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) belum tahu persis seberapa besar investasi yang akan masuk dari Arab Saudi.
Yang pasti, terdapat lima nota kesepahaman (memorandum of understanding/MOU) yang siap diteken, di antaranya promosi seni dan warisan budaya, peningkatan frekuensi penerbangan dari Arab Saudi ke Indonesia. Untuk sektor minyak dan gas, LBP membeberkan sejumlah kerja sama antara Saudi Aramco dan Pertamina, meliputi upgrading sejumlah kilang minyak.
Untuk kalangan pengusaha, kedatangan Raja Arab Saudi adalah sebuah momentum luar biasa untuk menarik investor dari Timur Tengah. Bagi Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) Bahlil Lahadalia, Arab Saudi bisa dijadikan pintu masuk untuk menarik dana-dana tidak terbatas dari Timur Tengah guna membangun infrastruktur di negeri ini.
Meski terbuka berbagai peluang untuk menawarkan sejumlah produk atau sarana investasi bagi pihak Arab Saudi, pemerintah tidak akan menawarkan sukuk (obligasi syariah) global. Mengapa?
Pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) beralasan bahwa kedatangan Raja Salman justru akan menawarkan penjualan saham Saudi Aramco kepada Indonesia. Perusahaan minyak Arab Saudi itu sudah mengumumkan rencana melepas 5% sahamnya melalui initial public offering (IPO).
Kabarnya, kalau Saudi Aramco jadi melepas saham ke publik sebanyak 5%, bakal tercatat dalam sejarah sebagai perusahaan dengan nilai IPO tertinggi. Bisa jadi mengalahkan IPO Alibaba perusahaan e-commerce asal China yang mendapatkan hasil IPO spektakuler.
Indonesia wajar-wajar saja menaruh harapan besar masuknya investasi lebih besar setelah kedatangan Raja Salman. Pasalnya, realisasi investasi dari Arab Saudi sangat tidak menggembirakan dibandingkan sejumlah negara produsen minyak asal Timur Tengah selama ini.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal menunjukkan realisasi investasi Arab Saudi hanya USD900.000 atau Rp11,97 miliar dengan kurs Rp13.300 per dolar AS untuk 44 proyek tahun lalu. Realisasi investasi di Indonesia berdasarkan asal negara, ternyata Arab Saudi baru berada di urutan ke-57 dari 121 negara.
Rendahnya realisasi investasi tersebut tidak terlepas dari karakter investor Arab Saudi yang hanya bersedia menanamkan dana pada usaha yang sudah berjalan dengan imbal hasil yang tinggi.
(poe)