Menkominfo: Media Cetak Menjadi Alternatif Melawan Hoax
A
A
A
JAKARTA - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menyebut media cetak dapat menjadi salah satu alternatif melawan informasi yang bersifat hoax.Dia mengatakan dalam proses penyajian berita media cetak masih menjalankan cover both side.
”Saya mengapresiasi media-media yang masih menjalankan profesinya secara profesional dan tidak tergoda menjadi nomor satu yang memberitakan sehingga tidak masuk jerat hoax,” katanya saat malam penghargaan Serikat Perusahaan Pers( SPS) di Hotel Milenium.
Rudiantara mengatakan, kemajuan teknologi secara langsung berpengaruh pada medium berkomunikasi. Kini medium berkomunikasi tidak hanya didominasi media cetak, televisi ataupun radio. Seiring berjalannya waktu berubah ke medium internet dan kini masuk pada media sosial.
Melalui media sosial setiap orang bisa menjadi jurnalis bagi diri sendiri. Apalagi faktor psikologis orang Indonesia selalu ingin menjadi yang pertama memberikan informasi. ”Ini gue dulu yang menyampaikan ke publik. Ini yang memperparah adanya hoax,” tuturnya.
Dia menegaskan pemerintah memberi perhatian pada masalah hoax, yakni terus melakukan penyaringan informasi yang bersifat hoax. Dia berharap, langkah ini dapat mengembalikan kepercayaan terhadap media cetak yang hilang.
”Ini kita perlahan-lahan kita kembalikan ke media mainstream. Makanya pemerintah dalam tanda petik terus mengawal hoax ini,” ungkapnya. Meski disebut ada tandatanda media cetak kembali dipercaya publik, Rudiantara tetap mengingatkan harus hatihati akan hoax.
Pasalnya, jumlah puncak oplah koran misalnya belum mampu menyamai kepemilikan ponsel di Indonesia. Menurutnya masih ada 110 juta orang yang bisa menjadi ceruk untuk diisi media mainstream. ”Oplah tertinggi koran 14 juta eksemplar. Bisa sekitar 60 juta orang yang membaca. Ini belum apa-apa jika dibandingkan yang punya ponsel 170 juta orang,” ungkapnya.
Pung Purwanto menegaskan optimismenya akan masa depan media cetak di tengah maraknya media digital dan media sosial. Hal ini karena media sosial saat ini menemukan titik balik dengan adanya hoax.”Masa depan media cetak di Indonesia daya kira akan lebih baik. Kita punya keyakinan masyarakat akan kembali ke media yang terverifikasi dan ada standar jurnalistik yang terukur,” ungkapnya.
Adapun Ahmad Djauhar mengatakan, menghadapi serbuan media digital sangat luar biasa, media cetak perlu bekerja keras dan kreatif mencari jalan keluar. Memang di Amerika Serikat media cetak mengalami rebound. ”Semoga media cetak bangkit dan memperoleh kepercayaan kembali,” paparnya.
”Saya mengapresiasi media-media yang masih menjalankan profesinya secara profesional dan tidak tergoda menjadi nomor satu yang memberitakan sehingga tidak masuk jerat hoax,” katanya saat malam penghargaan Serikat Perusahaan Pers( SPS) di Hotel Milenium.
Rudiantara mengatakan, kemajuan teknologi secara langsung berpengaruh pada medium berkomunikasi. Kini medium berkomunikasi tidak hanya didominasi media cetak, televisi ataupun radio. Seiring berjalannya waktu berubah ke medium internet dan kini masuk pada media sosial.
Melalui media sosial setiap orang bisa menjadi jurnalis bagi diri sendiri. Apalagi faktor psikologis orang Indonesia selalu ingin menjadi yang pertama memberikan informasi. ”Ini gue dulu yang menyampaikan ke publik. Ini yang memperparah adanya hoax,” tuturnya.
Dia menegaskan pemerintah memberi perhatian pada masalah hoax, yakni terus melakukan penyaringan informasi yang bersifat hoax. Dia berharap, langkah ini dapat mengembalikan kepercayaan terhadap media cetak yang hilang.
”Ini kita perlahan-lahan kita kembalikan ke media mainstream. Makanya pemerintah dalam tanda petik terus mengawal hoax ini,” ungkapnya. Meski disebut ada tandatanda media cetak kembali dipercaya publik, Rudiantara tetap mengingatkan harus hatihati akan hoax.
Pasalnya, jumlah puncak oplah koran misalnya belum mampu menyamai kepemilikan ponsel di Indonesia. Menurutnya masih ada 110 juta orang yang bisa menjadi ceruk untuk diisi media mainstream. ”Oplah tertinggi koran 14 juta eksemplar. Bisa sekitar 60 juta orang yang membaca. Ini belum apa-apa jika dibandingkan yang punya ponsel 170 juta orang,” ungkapnya.
Pung Purwanto menegaskan optimismenya akan masa depan media cetak di tengah maraknya media digital dan media sosial. Hal ini karena media sosial saat ini menemukan titik balik dengan adanya hoax.”Masa depan media cetak di Indonesia daya kira akan lebih baik. Kita punya keyakinan masyarakat akan kembali ke media yang terverifikasi dan ada standar jurnalistik yang terukur,” ungkapnya.
Adapun Ahmad Djauhar mengatakan, menghadapi serbuan media digital sangat luar biasa, media cetak perlu bekerja keras dan kreatif mencari jalan keluar. Memang di Amerika Serikat media cetak mengalami rebound. ”Semoga media cetak bangkit dan memperoleh kepercayaan kembali,” paparnya.
(pur)