Latih Kepekaan, Amil Baznas Diminta Hidup Bareng Fakir Miskin
A
A
A
BOGOR - Para amil dan amilat (pegawai) Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) didorong memiliki kepekaan yang tinggi terhadap kondisi masyarakat sekitar. Sensitivitas yang tinggi diyakini akan bisa merumuskan orang-orang yang berhak menerima zakat (asnaf) secara tepat.
Untuk melatih kepekaan, para amil dan amilat perlu membiasakan hidup beberapa saat bersama kaum fakir dan miskin. ”Sering-seringlah hadir, merespons, dan membantu para fakir miskin. Dan bila perlu, untuk meresapi beban penderitaan mereka, amil dan amilat tinggal beberapa hari bersama kaum fakir miskin,” kata Wakil Ketua Baznas Dr Zainulbahar Noor.
Dengan mengasah kepekaan itu, tandas Zainul, para amil juga akan menjadi insan yang jujur, amanah, profesional, dan bertanggung jawab terhadap tugas-tugasnya. Prinsip-prinsip seperti itu penting agar pengelolaan zakat ke depan semakin lebih baik dan bermanfaat.
Untuk membekali para amil dan amilat tersebut, Sabtu 21 Januari 2017 lalu, Direktorat Umum Baznas menggelar rapat kerja (raker) di Sentul, Bogor, Jawa Barat. Raker yang dibuka anggota Baznas Irsyadul Halim dan Prof Dr Mundzir Suparta berlangsung dua hari ini dan membahas program kerja masing-masing unit di bawah Direktorat Umum.
Zainul mengatakan, amil dan amilat Baznas harus menanamkan tiga hal dalam kegiatannya, terutama dalam menggunakan uang zakat, infak, dan sedekah (ZIS). ”Yakni, demi Allah, kita harus be careful atau hati-hati, be aware atau sadar, dan be conscious atau sadar. Sebab, semua yang kita lakukan akan dipertanggungjawabkan secara hukum, baik di dunia, maupun di akhirat yaitu di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala (SWT),” katanya.
Merujuk legislasi, Baznas merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang membidangi masalah sosial keagamaan. ”Ini tercantum dalam UU No 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat. Jadi Baznas bukan korporasi atau perusahaan,” jelasnya.
Dalam UU itu, sudah jelas bahwa pengelolaan zakat selain bertujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat, juga meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan pengentasan kemiskinan.
Delapan asnaf adalah fakir, miskin, amil, mualaf, riqab (hamba sahaya), gharim (orang yang terlilit utang), fisabilillah, dan ibnu sabil (orang yang sedang dalam perjalanan).
Anggota Baznas Irsyadul Halim juga meminta amil-amilat Baznas bekerja profesional dalam pelayanan dan pemberdayaan sosial keagamaan. Yang tak kalah penting, mereka juga wajib meningkatkan kapasitasnya dalam berbagai bidang.
”Jadi amil-amilat jangan hanya fokus di satu bidang. Tetapi semua lini harus dikuasai dan mengikuti tren dan perkembangan zaman. Bisa juga dengan dengan latihan untuk mempertajam profesionalisme, membaca buku atau menonton film-film terbaru yang menggambarkan tentang masa depan,” tuturnya.
Direktur Umum Baznas Kiagus Mohammad Tohir mengatakan, rapat kerja digelar untuk mengevaluasi program kerja tahun 2016. ”Kemudian kita membahas program kegiatan selama setahun untuk 2017, guna mewujudkan Baznas sesuai visi dan misinya, yakni menjadi pengelola zakat terbaik dan terpercaya di dunia,” ucapnya.
Untuk melatih kepekaan, para amil dan amilat perlu membiasakan hidup beberapa saat bersama kaum fakir dan miskin. ”Sering-seringlah hadir, merespons, dan membantu para fakir miskin. Dan bila perlu, untuk meresapi beban penderitaan mereka, amil dan amilat tinggal beberapa hari bersama kaum fakir miskin,” kata Wakil Ketua Baznas Dr Zainulbahar Noor.
Dengan mengasah kepekaan itu, tandas Zainul, para amil juga akan menjadi insan yang jujur, amanah, profesional, dan bertanggung jawab terhadap tugas-tugasnya. Prinsip-prinsip seperti itu penting agar pengelolaan zakat ke depan semakin lebih baik dan bermanfaat.
Untuk membekali para amil dan amilat tersebut, Sabtu 21 Januari 2017 lalu, Direktorat Umum Baznas menggelar rapat kerja (raker) di Sentul, Bogor, Jawa Barat. Raker yang dibuka anggota Baznas Irsyadul Halim dan Prof Dr Mundzir Suparta berlangsung dua hari ini dan membahas program kerja masing-masing unit di bawah Direktorat Umum.
Zainul mengatakan, amil dan amilat Baznas harus menanamkan tiga hal dalam kegiatannya, terutama dalam menggunakan uang zakat, infak, dan sedekah (ZIS). ”Yakni, demi Allah, kita harus be careful atau hati-hati, be aware atau sadar, dan be conscious atau sadar. Sebab, semua yang kita lakukan akan dipertanggungjawabkan secara hukum, baik di dunia, maupun di akhirat yaitu di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala (SWT),” katanya.
Merujuk legislasi, Baznas merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang membidangi masalah sosial keagamaan. ”Ini tercantum dalam UU No 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat. Jadi Baznas bukan korporasi atau perusahaan,” jelasnya.
Dalam UU itu, sudah jelas bahwa pengelolaan zakat selain bertujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat, juga meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan pengentasan kemiskinan.
Delapan asnaf adalah fakir, miskin, amil, mualaf, riqab (hamba sahaya), gharim (orang yang terlilit utang), fisabilillah, dan ibnu sabil (orang yang sedang dalam perjalanan).
Anggota Baznas Irsyadul Halim juga meminta amil-amilat Baznas bekerja profesional dalam pelayanan dan pemberdayaan sosial keagamaan. Yang tak kalah penting, mereka juga wajib meningkatkan kapasitasnya dalam berbagai bidang.
”Jadi amil-amilat jangan hanya fokus di satu bidang. Tetapi semua lini harus dikuasai dan mengikuti tren dan perkembangan zaman. Bisa juga dengan dengan latihan untuk mempertajam profesionalisme, membaca buku atau menonton film-film terbaru yang menggambarkan tentang masa depan,” tuturnya.
Direktur Umum Baznas Kiagus Mohammad Tohir mengatakan, rapat kerja digelar untuk mengevaluasi program kerja tahun 2016. ”Kemudian kita membahas program kegiatan selama setahun untuk 2017, guna mewujudkan Baznas sesuai visi dan misinya, yakni menjadi pengelola zakat terbaik dan terpercaya di dunia,” ucapnya.
(poe)