Demo Depan DPR, Demonstran Protes Presidential Threshold
A
A
A
JAKARTA - Usulan pemerintah dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu terkait ambang batas pencapresan (Presidential Threshold) terus menuai kritik.
Kritik itu disampaikan sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Pengurus Perhimpunan Masyarakat Madani (PRIMA) di Depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (20/1/2017).
Mereka menilai RUU Pemilu yang saat ini sedang dibahas di DPR masih jauh dari harapan. "Poin krusial yang menyangkut presidential threshold (ambang batas pencapresan) menunjukkan betapa masih kuatnya cengkraman sejumlah elite partai politik," ujar Ketua Presidium PRIMA Sya'roni dalam orasinya.
Dia menilai, adanya presidential threshold tidak lebih hanya sebagai katup pengaman agar pilpres masih dikendalikan oleh segelintir orang. "Yaitu orang-orang berwatak oligarkis yang tidak menginginkan terciptanya demokrasi untuk kesejahteraan rakyat," tuturnya.
Padahal, lanjut dia, sudah terbukti pembatasan jumlah capres melalui penerapan presidential threshold gagal memberikan pemimpin terbaik bagi bangsa dan negara Indonesia. Kata dia, presiden datang silih berganti namun tetap belum mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
"Padahal cita-cita demokrasi tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat," pungkasnya. Adapun aksi unjuk rasa itu dijaga sejumlah aparat kepolisian dan pengamanan dalam (PAMDAL) DPR.
Kritik itu disampaikan sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Pengurus Perhimpunan Masyarakat Madani (PRIMA) di Depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (20/1/2017).
Mereka menilai RUU Pemilu yang saat ini sedang dibahas di DPR masih jauh dari harapan. "Poin krusial yang menyangkut presidential threshold (ambang batas pencapresan) menunjukkan betapa masih kuatnya cengkraman sejumlah elite partai politik," ujar Ketua Presidium PRIMA Sya'roni dalam orasinya.
Dia menilai, adanya presidential threshold tidak lebih hanya sebagai katup pengaman agar pilpres masih dikendalikan oleh segelintir orang. "Yaitu orang-orang berwatak oligarkis yang tidak menginginkan terciptanya demokrasi untuk kesejahteraan rakyat," tuturnya.
Padahal, lanjut dia, sudah terbukti pembatasan jumlah capres melalui penerapan presidential threshold gagal memberikan pemimpin terbaik bagi bangsa dan negara Indonesia. Kata dia, presiden datang silih berganti namun tetap belum mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
"Padahal cita-cita demokrasi tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat," pungkasnya. Adapun aksi unjuk rasa itu dijaga sejumlah aparat kepolisian dan pengamanan dalam (PAMDAL) DPR.
(kri)