Resolusi 2017 dan Om Telolet Om

Jum'at, 23 Desember 2016 - 09:19 WIB
Resolusi 2017 dan Om...
Resolusi 2017 dan Om Telolet Om
A A A
TAK terasa, Tahun Baru 2017 menghitung hari. Seperti tahun sebelumnya, pergantian tahun selalu menghadirkan harapan-harapan baru, yang tentu jauh lebih baik dibanding sebelumnya.

Indonesia sebagai sebuah entitas negara tentu berharap bisa menapak hari-hari ke depan yang lebih baik yang bisa dirasakan masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian, pada 2017 negara tidak boleh berjalan biasa-biasa saja, termasuk dalam politik dan ekonomi.

Perlu ada upaya yang lebih keras dari pemegang mandat kekuasaan pemerintahan untuk melakukan terobosan-terobosan demi menghadirkan kesejahteraan dan ketenteraman masyarakat lebih luas, hingga mereka bisa lebih optimistis dalam memandang masyarakat depan mereka.

Harapan ini tidak berlebihan mengingat kondisi politik dan ekonomi di Tanah Air masih jauh target Nawacita. Evaluasi Indef pada Oktober lalu, misalnya, menyebut implementasi Nawacita di bidang ekonomi masih jauh dari harapan.

Hal ini di antaranya merujuk pada peringkat Global Competitiviness Index Indonesia yang dalam dua tahun terakhir terus menurun dari 34 ke 37, kemudian turun lagi ke 41 dari 113 negara.

Penurunan peringkat tersebut merupakan akumulasi pemburukan pada aspek institusi, kesehatan, pendidikan, inefisiensi pasar, dan beberapa aspek lainnya. Kondisi demikian diperberat dengan kurang mulusnya implementasi kebijakan 13 paket ekonomi, sehingga kinerja perekonomian, termasuk di dalamnya pertumbuhan, tidak mampu mengalami akselerasi. Satu-satunya kekuatan yang dimiliki Indonesia hanya market yang besar. Pun di bidang politik.

Menginjak dua tahun pemerintahan Kabinet Indonesia Kerja (KIB), Presiden Jokowi harus diakui telah mampu mengonsolidasikan jajarannya sehingga gaduh yang mewarnai kabinet selama dua tahun pemerintahan, sudah tidak terdengar lagi. Namun, konsolidasi belum menghadirkan terobosan konkret, salah satunya untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya seperti ditargetkan Nawacita.

Beberapa kebijakan politik yang ditunjukkan rezim malah kontra produktif dengan cita-cita Nawacita. Salah satu catatan merah terkait dengan adanya kecenderungan melakukan intervensi terhadap konflik internal partai politik, seperi kasus konflik PPP. Ketidakjelasan sikap yang sempat ditunjukkan Presiden pada kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok juga menjadi noda hitam Nawacita.

Pada kasus Ahok bahkan menimbulkan reaksi kalangan umat Islam seperti ditunjukkan pada Aksi 411 dan 212. Reaksi yang diberikan kekuatan pendukung Jokowi melalui aneka rupa aksi tandingan justru membubarkan momentum konsolidasi yang telah susah payah diwujudkan. Sebaliknya, yang terjadi terfragmentasinya masyarakat dalam kubu pro-kontra, yang ujung-ujungnya muncul kegaduhan-kegaduhan baru.

Belum lagi adanya kecenderungan sensitivitas rezim ini terhadap kritik atau gerakan oposisi yang ditunjukkan dengan adanya pemunculan stigma makar dan lainnya. Belum membaiknya kondisi perekonomian dan terjadinya kegaduhan politik tanpa ujung, tentu memicu skeptisme di kalangan masyarakat akan kehadiran negara dalam mewujudkan mimpi-mimpi indah seperti dijanjikan dalam Nawacita. Beruntung, keadaan demikian tidak sampai memunculkan gejolak sosial.

Masyarakat lebih memilih bersabar dalam menghadapi berbagai tekanan hidup sembari mencari solusinya sendiri, salah satunya dengan menggemakan tren Om Telolet Om. Seperti halnya Mukidi, tren teranyar ini menjadi oase masyarakat untuk mengendapkan tekanan hidup secara murah dan meriah. Namun, pemerintah tentu tidak boleh berdiam diri merespons kondisi masyarakat demikian, sebaliknya harus bekerja lebih keras lagi untuk melakukan perbaikan-perbaikan.

Tahun 2017 yang dalam perspektif Tionghoa adalah tahun ayam, tapi hendaknya bisa menjadi semangat pemerintah untuk terus bekerja keras mewujudkan resolusi kinerja ekonomi dan politik lebih baik, sehingga masyarakat bisa menatapkan masa depannya secara lebih baik. Tanpa hadirnya solusi, dikhawatirkan tekanan sosial akan berubah menjadi ledakan gejolak sosial.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2250 seconds (0.1#10.140)