Keinginan PDIP Tambah Satu Kursi Pimpinan DPR Bisa Diganjal DPD
A
A
A
JAKARTA - Keinginan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memiliki wakil di kursi pimpinan DPR dan MPR rupanya bisa tak berjalan mulus. Pasalnya, jika Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tidak menyetujui revisi Undang-undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), maka penambahan satu kursi pimpinan DPR dan MPR yang diusulkan Fraksi PDIP itu batal.
Bahkan, DPD berencana memperkarakan keinginan Fraksi PDIP itu ke jalur Mahkamah Konstitusi (MK). "Misalkan DPD keberatan itu bisa membatalkan, tapi harus melalui gugatan ke MK. Kemungkinan DPD akan mempermasalahkan, karena UU MD3 itu bukan untuk DPR saja," ujar Anggota DPD I Gede Pasek Suardika di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/12/2016).
Mantan kader Partai Demokrat ini pun mengaku, sudah mengusulkan kepada DPD untuk menyikapi rencana revisi UU MD3 tersebut. "Tadi saya sudah meminta di Rapat Paripurna biar DPD bersikap, artinya kita minta dasarnya harus putusan MK untuk merubah UU MD3," ungkapnya.
Dia menilai, revisi UU MD3 usulan Fraksi PDIP itu melanggar Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. "Medianya yang benar itu menggunakan komulatif terbuka, yaitu putusan MK yang dipakai dasar perubahan adalah putusan MK yang mengatur UU itu, nah baru dimasukkan penambahan-penambahan personalia," ungkapnya.
Lebih lanjut, dia menambahkan, usulan Fraksi PDIP untuk penambahan satu kursi pimpinan DPR dan MPR tidak memiliki relevansi. "Tetapi kalau komulatif terbuka dan dibahas itu tidak menjadi masalah. Bukan ini alasannya, harus ada putusan MK dan yang kedua harus masuk Prolegnas prioritas," pungkasnya.
Bahkan, DPD berencana memperkarakan keinginan Fraksi PDIP itu ke jalur Mahkamah Konstitusi (MK). "Misalkan DPD keberatan itu bisa membatalkan, tapi harus melalui gugatan ke MK. Kemungkinan DPD akan mempermasalahkan, karena UU MD3 itu bukan untuk DPR saja," ujar Anggota DPD I Gede Pasek Suardika di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/12/2016).
Mantan kader Partai Demokrat ini pun mengaku, sudah mengusulkan kepada DPD untuk menyikapi rencana revisi UU MD3 tersebut. "Tadi saya sudah meminta di Rapat Paripurna biar DPD bersikap, artinya kita minta dasarnya harus putusan MK untuk merubah UU MD3," ungkapnya.
Dia menilai, revisi UU MD3 usulan Fraksi PDIP itu melanggar Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. "Medianya yang benar itu menggunakan komulatif terbuka, yaitu putusan MK yang dipakai dasar perubahan adalah putusan MK yang mengatur UU itu, nah baru dimasukkan penambahan-penambahan personalia," ungkapnya.
Lebih lanjut, dia menambahkan, usulan Fraksi PDIP untuk penambahan satu kursi pimpinan DPR dan MPR tidak memiliki relevansi. "Tetapi kalau komulatif terbuka dan dibahas itu tidak menjadi masalah. Bukan ini alasannya, harus ada putusan MK dan yang kedua harus masuk Prolegnas prioritas," pungkasnya.
(kri)