WAW! 2016 Momentum bagi Perempuan untuk Bersinar
A
A
A
Laporan Wartawan SINDOnews dari Tokyo, Hanna Farhana
TOKYO - Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe menegaskan pentingnya peran perempuan di berbagai aspek terutama ekonomi saat membuka World Assembly for Women: WAW! 2016. Dia menargetkan pada 2020, 30% posisi up level management di perusahaan atau pemerintahan diisi oleh kaum Hawa.
Sejak menjabat untuk kali kedua, PM Abe kerap menegaskan pemerintahannya mempunyai komitmen yang kuat dalam mendorong peran wanita di berbagai hal termasuk di bidang ekonomi.
“Wanita memiliki potensi yang besar dalam pertumbuhan ekonomi Jepang. Tak hanya itu, wanita juga menguatkan kerja sama dengan komunitas-komunitas internasional. Tahun ini WAW! Mengambil tema WAW! For Action. Ini momentum bagi kita semua untuk menaklukkan semua halangan dan menjadikannya benefit bagi kita semua,” ungkap PM Abe saat membuka World Assembly for Women: WAW! 2016 di Grand Prince New Takanawa Hotel, Tokyo, Jepang, Selasa (13/12/2016).
Bahkan muncul istilah Abenomics is womenomics, yang menggambarkan pentingnya peran perempuan dalam perekonomian negeri matahari terbit itu. WAW!2016 merupakan salah satu upaya Jepang untuk menciptakan ‘A Society where Women Shine'.
PM Abe mengungkapkan, menciptakan lingkungan dimana wanita amat berperan bisa mendorong perubahan dunia ke arah yang lebih baik. Dalam berbagai kesempatan PM Abe selalu menyuarakan pentingnya menarik lebih banyak perempuan ke pasar tenaga kerja Jepang. Seperti diketahui, warga usia kerja di Jepang kian menyusut harus menopang jumlah pensiunan yang terus meningkat.
PM Abe mengatakan 30% posisi utama di bidang bisnis dan politik harus diisi perempuan pada 2020. “Kita harus merevisi kebiasaan selama ini yang melihat segala sesuatu dari sudut pandang laki-laki."
“Sumber daya yang paling kurang digunakan di negeri ini adalah kekuatan para perempuan. Jepang harus menjadi tempat di mana perempuan mendapat kesempatan untuk bersinar,” sambung Abe.
PM Abe menegaskan, Jepang adalah negara yang berorientasi pada ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Tentunya, perempuan harus lebih berperan secara aktif di sektor ini.
"Kami juga menyongsong Olimpiade Tokyo 2020 dan Paralympic Games. Kami juga menyediakan ruang yang luas agar perempuan berpartisipasi dalam bidang olahraga," imbuh PM Abe.
Selain menggelar WAW! sejak 2014, PM Abe juga meluncurkan blog resmi yang diberi nama SHINE sebagai gerakan untuk mendorong kesetaraan gender di Negeri Sakura. Dia berharap, wanita Jepang bisa 'bersinar' dalam berbagai aspek kehidupan. Dia juga berharap wanita bisa mendapatkan kesempatan yang sama untuk naik posisi di bidang pekerjaan.
Meskipun dukungan PM Abe untuk kesetaraan gender terus mengalir, namun diskriminasi dalam hal perekrutan, promosi, dan gaji bagi perempuan di dunia kerja masih saja terjadi. Banyak wanita yang memiliki upah lebih rendah dari pria pada pekerjaan yang sama.
Tak hanya itu, populasi wanita yang bekerja di Jepang juga menurun, sebab banyak dari mereka yang memilih keluar setelah menikah dan memiliki anak. "Kami mendorong perempuan kembali ke dunia kerja. Banyak kebijakan yang dilakukan pemerintah terkait hal ini," imbuh PM Abe.
Dengan aktifnya perempuan di berbagai bidang, pemerintah Jepang optimistis, kualitas pekerjaan akan meningkat, makin banyak sumber daya manusia yang mumpuni, serta semakin beragam produk atau jasa yang diciptakan. Sejak PM Abe kembali memimpin kabinet Jepang pada 2012, dengan semangat Abenomics is Womenomics, jumlah karyawan wanita meningkat
hingga 1 juta orang dalam tiga tahun.
Angka wanita pemangku jabatan di level eksekutif perusahaan terbuka pun melonjak dua kali lipat. Target besarnya adalah 30% posisi strategis di perusahaan atau pemerintahan diisi oleh kaum Hawa.
PM Abe juga menekankan, dalam mencapai target ini diperlukan peran kaum Adam. Di bawah komando PM Abe, kampanye 'Pemimpin Pria Menyediakan Lingkungan Kerja yang Mendukung Kesetaraan Gender' gencar dilakukan mulai Agustus 2016. Tak heran bila PM Abe lantas ditunjuk sebagai satu dari 10 pemimpin dunia pejuang kesetaraan gender oleh PBB.
"Saya sangat terhormat mendapatkan gelar ini. Tapi, ini pekerjaan yang berat. Saya butuh dukungan para eksekutif pria," kata
PM Abe.
Salah satu kebijakan pemerintah adalah mendorong perusahaan memberi porsi setara bagi perempuan. Selain itu juga memberikan banyak solusi sehingga perempuan yang telah berumah tangga terutama yang baru melahirkan bisa menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga dan juga bisa kembali ke kantor. Dalam Undang-Undang Jepang, karyawan wanita mendapatkan jam kerja lebih pendek hingga anak mereka berusia tiga tahun.
Perusahaan yang telah menjalankan itu di antaranya Isetan Mitsukoshi Group. "Perusahaan kami siap karena sebelum adanya instruksi dari pemerintah telah memberlakukan kesetaraan gender," ujar GM Human Resourses Headquarters Isetan Takeshi Nishikubo.
"Jika pemerintah menginstruksikan jam kerja pendek bagi ibu dan bapak hingga anak mereka berusia tiga tahun, di perusahaan kami hingga Sembilan tahun," imbuhnya.
WAW! tahun ini menghadirkan pembicara dari berbagai bidang di antaranya COO Instagram Marne Levine, Menteri Kesetaraan Gender, Anak dan Kesejahteraan Masyarakat Sudan Selatan Awut Deng Acui, mantan Menteri Hak Asasi Manusia Yaman Amatalim Ali Mohamed Al-Sosw, Menteri Pertahanan Belanda Jeanine Hennis-Plasschaert, Presiden AS-Jepang Council Irene Hirano Inouye, Menteri Perempuan Selandia Baru Louise Upston, Founder dan Director Barefoot Bunker Roy, Executive Director of UN Women Phumzile Mlambo-Ngcuka, serta Representative for Women, Peace and Security NATO Marriet Schuurman.
COO Instagram Marne Levine saat menyampaikan keynote speech mengungkapkan inovasi teknologi mendominasi dunia. Dan, wanita bisa berperan lebih banyak di di bidang ini. “Kini situasinya sudah berubah. Segala hal sudah berubah lantaran kecanggihan teknologi. Mekanisme ini juga yang bisa memudahkan perempuan bisa bekerja secara mobile dan di saat bersamaan mampu menyelesaikan tugas rumah tangga,” papar Levine.
Dia menambahkan, demi meningkatkan peran wanita di dunia kerja adalah dukungan bagi berbagai lini. “Saran saya adalah wanita harus berani mengambil risiko. Jika kita tidak mengambil itu, kita akan kehilangan kesempatan,” imbuh Levine.
Teknologi juga menyediakan kesempatan bagi UMKM yang bisa dimanfaatkan wanita untuk berpartisiapsi dalam pertumbuhan ekonomi. “Ini adalah kans yang besar. Wanita bisa mendapatkan penghasilan sendiri dan yang paling penting adalah terus berkarya. Dengan menggunakan teknologi wanita atau siapa saja bisa melewati banyak halangan untuk memulai usaha,” imbuhnya.
WAW! 2016 merupakan penyelenggaraan ketiga. Pada 2014 WAW! menghadirkan Managing Director Bank International Monetery Fund (IMF) Christine Lagarde sebagai keynote speaker. Sedangkan tahun lalu, Presiden Liberia yang juga meraih Nobel Perdamaian Ellen Johnson Sirleaf yang didapuk sebagai pembicara utama.
Sebelum WAW! 2016 dibuka digelar G7 WINDS (Women's Initiative in Developing STEM Career). Seperti diketahui, pada Mei lalu Jepang menjadi tuan rumah G7 Summit. Dan, untuk pertama kali isu kesetaraan gender serta empowerment women masuk ke dalam agenda prioritas kelompok negara-negara elit dunia ini.
"WAW! tahun ini merupakan outcome dan upaya mewujudkan apa yang dirumuskan pada G7. Event ini bertujuan memberikan gambaran jelas tentang besarnya peluang perempuan untuk berkecimpung di bidang sains, teknologi, engeneering dan matematika (STEM)."
"Gap bagi wanita mengenyam pendidikan masih sangat lebar. Ini adalah tantangan besar bagi kita semua karena terhambatnya akses anak perempuan dan wanita terhadap pendidikan akan berpengaruh majunya suatu negara," sambung Executive Director UN Women Phumzile Mlambo-Ngcuka di Grand Prince New Takanawa Hotel, Tokyo, Jepang, tadi pagi.
Dia menambahkan, pertemuan G7 di Jepang pada Mei lalu, menjadi momentum agar perempuan bisa mendapatkan kesempatan yang sama dengan Kaum Adam untuk menunjukan kapasitasnya bersinar di bidang STEM. "Jumlah wanita yang berkarier di bidang STEM masih amat kecil, terutama beberapa negara termasuk yang berada Afrika," imbuhnya.
Salah satu kendala wanita untuk bersinar di bidang ini adalah pernikahan yang terlalu dini. "Akses terhadap pendidikan akan
menghilangkan pernikahan terlalu muda atau kehamilan dini, " tegas Ngcuka.
Hadir dalam G7 WINDS adalah duta WINDS seluruh negara G7. Di antaranya wakil Jepang astronot wanita kedua Jepang Naoko Yamazaki, Direktur Yayasan Sains Amerika Serikat Elizabeth E Lyons, dan Wakil Kanada Profesor Mechanical and Mechatronics Engeneering Univeritas Waterloo Mary Wells.
Naoki Yamazaki mengungkapkan, angka wanita di bidang STEM masih rendah. Oleh karena itu, dia mendukung seluruh upaya Jepang, G7 serta dunia internasional untuk memberikan kesempatan yang sama agar perempuan bisa berkarya di STEM. Selain itu, perempuan yang pernah berada di angkasa selama 15 hari tersebut menyatakan dukungan antarwanita amatlah diperlukan.
"Hanya 10% wanita yang pernah ke luar angkasa dan bekerja di internasional. Ini masalah steriotipe bahwa wanita tidak bisa mengerjakan bidang yang Di bidang yang didominasi pria. Saya beruntung bisa mengenyam pendidikan, dan networking yang luas."
"Saya berharap banyak perempuan muda mendapat kesempatan yang sama. Saya kini fokus pada dua bidang yakni membangun networking bagi kaum muda di bidang aerospace. Sistem pendidikan harus didorong agar semakin banyak wanita yang berperan di dunia STEM," paparnya.
TOKYO - Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe menegaskan pentingnya peran perempuan di berbagai aspek terutama ekonomi saat membuka World Assembly for Women: WAW! 2016. Dia menargetkan pada 2020, 30% posisi up level management di perusahaan atau pemerintahan diisi oleh kaum Hawa.
Sejak menjabat untuk kali kedua, PM Abe kerap menegaskan pemerintahannya mempunyai komitmen yang kuat dalam mendorong peran wanita di berbagai hal termasuk di bidang ekonomi.
“Wanita memiliki potensi yang besar dalam pertumbuhan ekonomi Jepang. Tak hanya itu, wanita juga menguatkan kerja sama dengan komunitas-komunitas internasional. Tahun ini WAW! Mengambil tema WAW! For Action. Ini momentum bagi kita semua untuk menaklukkan semua halangan dan menjadikannya benefit bagi kita semua,” ungkap PM Abe saat membuka World Assembly for Women: WAW! 2016 di Grand Prince New Takanawa Hotel, Tokyo, Jepang, Selasa (13/12/2016).
Bahkan muncul istilah Abenomics is womenomics, yang menggambarkan pentingnya peran perempuan dalam perekonomian negeri matahari terbit itu. WAW!2016 merupakan salah satu upaya Jepang untuk menciptakan ‘A Society where Women Shine'.
PM Abe mengungkapkan, menciptakan lingkungan dimana wanita amat berperan bisa mendorong perubahan dunia ke arah yang lebih baik. Dalam berbagai kesempatan PM Abe selalu menyuarakan pentingnya menarik lebih banyak perempuan ke pasar tenaga kerja Jepang. Seperti diketahui, warga usia kerja di Jepang kian menyusut harus menopang jumlah pensiunan yang terus meningkat.
PM Abe mengatakan 30% posisi utama di bidang bisnis dan politik harus diisi perempuan pada 2020. “Kita harus merevisi kebiasaan selama ini yang melihat segala sesuatu dari sudut pandang laki-laki."
“Sumber daya yang paling kurang digunakan di negeri ini adalah kekuatan para perempuan. Jepang harus menjadi tempat di mana perempuan mendapat kesempatan untuk bersinar,” sambung Abe.
PM Abe menegaskan, Jepang adalah negara yang berorientasi pada ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Tentunya, perempuan harus lebih berperan secara aktif di sektor ini.
"Kami juga menyongsong Olimpiade Tokyo 2020 dan Paralympic Games. Kami juga menyediakan ruang yang luas agar perempuan berpartisipasi dalam bidang olahraga," imbuh PM Abe.
Selain menggelar WAW! sejak 2014, PM Abe juga meluncurkan blog resmi yang diberi nama SHINE sebagai gerakan untuk mendorong kesetaraan gender di Negeri Sakura. Dia berharap, wanita Jepang bisa 'bersinar' dalam berbagai aspek kehidupan. Dia juga berharap wanita bisa mendapatkan kesempatan yang sama untuk naik posisi di bidang pekerjaan.
Meskipun dukungan PM Abe untuk kesetaraan gender terus mengalir, namun diskriminasi dalam hal perekrutan, promosi, dan gaji bagi perempuan di dunia kerja masih saja terjadi. Banyak wanita yang memiliki upah lebih rendah dari pria pada pekerjaan yang sama.
Tak hanya itu, populasi wanita yang bekerja di Jepang juga menurun, sebab banyak dari mereka yang memilih keluar setelah menikah dan memiliki anak. "Kami mendorong perempuan kembali ke dunia kerja. Banyak kebijakan yang dilakukan pemerintah terkait hal ini," imbuh PM Abe.
Dengan aktifnya perempuan di berbagai bidang, pemerintah Jepang optimistis, kualitas pekerjaan akan meningkat, makin banyak sumber daya manusia yang mumpuni, serta semakin beragam produk atau jasa yang diciptakan. Sejak PM Abe kembali memimpin kabinet Jepang pada 2012, dengan semangat Abenomics is Womenomics, jumlah karyawan wanita meningkat
hingga 1 juta orang dalam tiga tahun.
Angka wanita pemangku jabatan di level eksekutif perusahaan terbuka pun melonjak dua kali lipat. Target besarnya adalah 30% posisi strategis di perusahaan atau pemerintahan diisi oleh kaum Hawa.
PM Abe juga menekankan, dalam mencapai target ini diperlukan peran kaum Adam. Di bawah komando PM Abe, kampanye 'Pemimpin Pria Menyediakan Lingkungan Kerja yang Mendukung Kesetaraan Gender' gencar dilakukan mulai Agustus 2016. Tak heran bila PM Abe lantas ditunjuk sebagai satu dari 10 pemimpin dunia pejuang kesetaraan gender oleh PBB.
"Saya sangat terhormat mendapatkan gelar ini. Tapi, ini pekerjaan yang berat. Saya butuh dukungan para eksekutif pria," kata
PM Abe.
Salah satu kebijakan pemerintah adalah mendorong perusahaan memberi porsi setara bagi perempuan. Selain itu juga memberikan banyak solusi sehingga perempuan yang telah berumah tangga terutama yang baru melahirkan bisa menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga dan juga bisa kembali ke kantor. Dalam Undang-Undang Jepang, karyawan wanita mendapatkan jam kerja lebih pendek hingga anak mereka berusia tiga tahun.
Perusahaan yang telah menjalankan itu di antaranya Isetan Mitsukoshi Group. "Perusahaan kami siap karena sebelum adanya instruksi dari pemerintah telah memberlakukan kesetaraan gender," ujar GM Human Resourses Headquarters Isetan Takeshi Nishikubo.
"Jika pemerintah menginstruksikan jam kerja pendek bagi ibu dan bapak hingga anak mereka berusia tiga tahun, di perusahaan kami hingga Sembilan tahun," imbuhnya.
WAW! tahun ini menghadirkan pembicara dari berbagai bidang di antaranya COO Instagram Marne Levine, Menteri Kesetaraan Gender, Anak dan Kesejahteraan Masyarakat Sudan Selatan Awut Deng Acui, mantan Menteri Hak Asasi Manusia Yaman Amatalim Ali Mohamed Al-Sosw, Menteri Pertahanan Belanda Jeanine Hennis-Plasschaert, Presiden AS-Jepang Council Irene Hirano Inouye, Menteri Perempuan Selandia Baru Louise Upston, Founder dan Director Barefoot Bunker Roy, Executive Director of UN Women Phumzile Mlambo-Ngcuka, serta Representative for Women, Peace and Security NATO Marriet Schuurman.
COO Instagram Marne Levine saat menyampaikan keynote speech mengungkapkan inovasi teknologi mendominasi dunia. Dan, wanita bisa berperan lebih banyak di di bidang ini. “Kini situasinya sudah berubah. Segala hal sudah berubah lantaran kecanggihan teknologi. Mekanisme ini juga yang bisa memudahkan perempuan bisa bekerja secara mobile dan di saat bersamaan mampu menyelesaikan tugas rumah tangga,” papar Levine.
Dia menambahkan, demi meningkatkan peran wanita di dunia kerja adalah dukungan bagi berbagai lini. “Saran saya adalah wanita harus berani mengambil risiko. Jika kita tidak mengambil itu, kita akan kehilangan kesempatan,” imbuh Levine.
Teknologi juga menyediakan kesempatan bagi UMKM yang bisa dimanfaatkan wanita untuk berpartisiapsi dalam pertumbuhan ekonomi. “Ini adalah kans yang besar. Wanita bisa mendapatkan penghasilan sendiri dan yang paling penting adalah terus berkarya. Dengan menggunakan teknologi wanita atau siapa saja bisa melewati banyak halangan untuk memulai usaha,” imbuhnya.
WAW! 2016 merupakan penyelenggaraan ketiga. Pada 2014 WAW! menghadirkan Managing Director Bank International Monetery Fund (IMF) Christine Lagarde sebagai keynote speaker. Sedangkan tahun lalu, Presiden Liberia yang juga meraih Nobel Perdamaian Ellen Johnson Sirleaf yang didapuk sebagai pembicara utama.
Sebelum WAW! 2016 dibuka digelar G7 WINDS (Women's Initiative in Developing STEM Career). Seperti diketahui, pada Mei lalu Jepang menjadi tuan rumah G7 Summit. Dan, untuk pertama kali isu kesetaraan gender serta empowerment women masuk ke dalam agenda prioritas kelompok negara-negara elit dunia ini.
"WAW! tahun ini merupakan outcome dan upaya mewujudkan apa yang dirumuskan pada G7. Event ini bertujuan memberikan gambaran jelas tentang besarnya peluang perempuan untuk berkecimpung di bidang sains, teknologi, engeneering dan matematika (STEM)."
"Gap bagi wanita mengenyam pendidikan masih sangat lebar. Ini adalah tantangan besar bagi kita semua karena terhambatnya akses anak perempuan dan wanita terhadap pendidikan akan berpengaruh majunya suatu negara," sambung Executive Director UN Women Phumzile Mlambo-Ngcuka di Grand Prince New Takanawa Hotel, Tokyo, Jepang, tadi pagi.
Dia menambahkan, pertemuan G7 di Jepang pada Mei lalu, menjadi momentum agar perempuan bisa mendapatkan kesempatan yang sama dengan Kaum Adam untuk menunjukan kapasitasnya bersinar di bidang STEM. "Jumlah wanita yang berkarier di bidang STEM masih amat kecil, terutama beberapa negara termasuk yang berada Afrika," imbuhnya.
Salah satu kendala wanita untuk bersinar di bidang ini adalah pernikahan yang terlalu dini. "Akses terhadap pendidikan akan
menghilangkan pernikahan terlalu muda atau kehamilan dini, " tegas Ngcuka.
Hadir dalam G7 WINDS adalah duta WINDS seluruh negara G7. Di antaranya wakil Jepang astronot wanita kedua Jepang Naoko Yamazaki, Direktur Yayasan Sains Amerika Serikat Elizabeth E Lyons, dan Wakil Kanada Profesor Mechanical and Mechatronics Engeneering Univeritas Waterloo Mary Wells.
Naoki Yamazaki mengungkapkan, angka wanita di bidang STEM masih rendah. Oleh karena itu, dia mendukung seluruh upaya Jepang, G7 serta dunia internasional untuk memberikan kesempatan yang sama agar perempuan bisa berkarya di STEM. Selain itu, perempuan yang pernah berada di angkasa selama 15 hari tersebut menyatakan dukungan antarwanita amatlah diperlukan.
"Hanya 10% wanita yang pernah ke luar angkasa dan bekerja di internasional. Ini masalah steriotipe bahwa wanita tidak bisa mengerjakan bidang yang Di bidang yang didominasi pria. Saya beruntung bisa mengenyam pendidikan, dan networking yang luas."
"Saya berharap banyak perempuan muda mendapat kesempatan yang sama. Saya kini fokus pada dua bidang yakni membangun networking bagi kaum muda di bidang aerospace. Sistem pendidikan harus didorong agar semakin banyak wanita yang berperan di dunia STEM," paparnya.
(kri)