8 WNI Divonis 15-18 Tahun Penjara
A
A
A
KUALA LUMPUR - Delapan warga negara Indonesia (WNI) kemarin dijatuhi vonis 15 sampai 18 tahun penjara dan hukuman cambuk oleh Pengadilan Malaysia atas kasus pembajakan kapal MT Orkim Harmony pada 11 Juni tahun lalu.
Seperti dilansir kantor berita AFP , enam WNI divonis 15 tahun penjara dan hukuman cambuk sekitar lima kali, sedangkan dua WNI lainnya divonis 18 tahun penjara.
Delapan WNI itu dilaporkan bernama Roslan, 63, Kurniawan, 50, Jhon Danyel Despol, 39, Hendry Andaria, 40, Anjas, 28, Abner Loit, 29, Fauji Adha, 28, dan Randy Aditya, 20. Keputusan itu dikeluarkan Hakim Salawati Djambari di Pengadilan Johor Selatan.
Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) menyatakan delapan WNI tersebut terbukti bersalah telah melakukan perompakan terhadap kapal berbendera Malaysia. MT Orkim Harmony saat itu mengangkut 6.000 ton minyak senilai USD5,6 juta (Rp75 miliar).
Kepala Biro Maritim Internasional Pusat Pelaporan Pembajakan yang berbasis di Kuala Lumpur, Noel Choong, mengatakan bahwa komunitas perkapalan Malaysia merasa puas dengan keputusan tersebut dan akan menghargainya.
“Kami menyambut hukuman itu yang akan mengirimkan sinyal kuat terhadap pelaku pembajakan lainnya,” kata Choong kemarin.
MT Orkim Harmony yang berlayar dari pantai barat menuju pantai timur Malaysia dibajak delapan WNI tahun lalu. Dengan memakai kapal perang, pasukan keamanan Malaysia langsung memburu pelaku pembajakan dan kapal tersebut.
Meski demikian, saat itu seluruh tersangka sudah kabur dengan pindah menggunakan kapal kecil pada malam hari. Delapan WNI buronan Malaysia itu diketahui menepi ke Pulau Thou Chu, Vietnam, setelah mengalami kecelakaan laut sepekan setelah pembajakan.
Mereka ditangkap petugas kepolisian lokal karena dicurigai sebagai tersangka pembajakan MT Orkim Harmony. Selain itu, mereka juga membawa uang tunai dalam jumlah fantastis.
Otoritas terkait Vietnam menahan delapan WNI selama hampir 18 bulan. Mereka lalu diekstradisi dari Hanoi menuju Lapangan Terbang Antarabangsa Senai (LTAS) sekitar dua hari lalu dengan mendapatkan pengawalan ketat Pasukan Tindakan Khas Maritim Malaysia.
Sambil menunggu proses imigrasi, kondisi mereka juga diperiksa. Seorang WNI mengalami bekas luka akibat ditembak di bagian paha. Kondisinya sudah membaik setelah menjalani perawatan.
Kedutaan Besar (Kedubes) RI di Hanoi juga awalnya berupaya mengekstradisi delapan WNI itu ke Jakarta, tapi Pengadilan Rakyat Hanoi menolaknya dan memilih memenuhi permintaan Malaysia.
Sementara dalam isu terpisah, NATO telah mengakhiri misi antipembajakan di Samudera Hindia setelah jumlah aksi perompakan tersebut menurun. NATO saat ini mengalihkan sumber dayanya untuk menangkal pengaruh Rusia di Laut Hitam dan penyelundupan manusia di Mediterania.
Semua kapal dan pesawat patroli telah meninggalkan lepas pantai di Tanduk Afrika, tempat mereka berpatroli sejak 2009 sebagai bagian upaya internasional mengatasi aksi perompak yang berbasis di Somalia. Perompakan di sana mengacaukan jalur pengiriman barang melalui laut yang melintasi wilayah tersebut.
“Operasi Tameng Samudera, serta misi Uni Eropa dan misi antiperompakan lainnya telah mengurangi jumlah serangan secara signifikan sehingga tidak ada kapal yang dirompak di Somalia sejak Mei 2012, turun dari lebih dari 30 kapal di masa puncak pada 2010-2010,” papar pernyataan NATO, dikutip kantor berita Reuters .
Setelah lebih dari satu dekade, operasi yang dipimpin NATO itu kini dialihkan untuk menangkal pengaruh Rusia di timur setelah Moskow mencaplok Crimea, Ukraina pada 2014.
“Lingkungan keamanan global telah berubah dramatis dalam beberapa tahun terakhir dan angkatan laut NATO telah beradaptasi dengannya,” ungkap juru bicara NATO Dylan White.
“NATO telah meningkatkan patroli maritim di Laut Baltik dan Laut Hitam. Kami juga bekerja sama untuk membantu menghadapi penyelundupan manusia di Mediterania,” kata White.
Seperti dilansir kantor berita AFP , enam WNI divonis 15 tahun penjara dan hukuman cambuk sekitar lima kali, sedangkan dua WNI lainnya divonis 18 tahun penjara.
Delapan WNI itu dilaporkan bernama Roslan, 63, Kurniawan, 50, Jhon Danyel Despol, 39, Hendry Andaria, 40, Anjas, 28, Abner Loit, 29, Fauji Adha, 28, dan Randy Aditya, 20. Keputusan itu dikeluarkan Hakim Salawati Djambari di Pengadilan Johor Selatan.
Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) menyatakan delapan WNI tersebut terbukti bersalah telah melakukan perompakan terhadap kapal berbendera Malaysia. MT Orkim Harmony saat itu mengangkut 6.000 ton minyak senilai USD5,6 juta (Rp75 miliar).
Kepala Biro Maritim Internasional Pusat Pelaporan Pembajakan yang berbasis di Kuala Lumpur, Noel Choong, mengatakan bahwa komunitas perkapalan Malaysia merasa puas dengan keputusan tersebut dan akan menghargainya.
“Kami menyambut hukuman itu yang akan mengirimkan sinyal kuat terhadap pelaku pembajakan lainnya,” kata Choong kemarin.
MT Orkim Harmony yang berlayar dari pantai barat menuju pantai timur Malaysia dibajak delapan WNI tahun lalu. Dengan memakai kapal perang, pasukan keamanan Malaysia langsung memburu pelaku pembajakan dan kapal tersebut.
Meski demikian, saat itu seluruh tersangka sudah kabur dengan pindah menggunakan kapal kecil pada malam hari. Delapan WNI buronan Malaysia itu diketahui menepi ke Pulau Thou Chu, Vietnam, setelah mengalami kecelakaan laut sepekan setelah pembajakan.
Mereka ditangkap petugas kepolisian lokal karena dicurigai sebagai tersangka pembajakan MT Orkim Harmony. Selain itu, mereka juga membawa uang tunai dalam jumlah fantastis.
Otoritas terkait Vietnam menahan delapan WNI selama hampir 18 bulan. Mereka lalu diekstradisi dari Hanoi menuju Lapangan Terbang Antarabangsa Senai (LTAS) sekitar dua hari lalu dengan mendapatkan pengawalan ketat Pasukan Tindakan Khas Maritim Malaysia.
Sambil menunggu proses imigrasi, kondisi mereka juga diperiksa. Seorang WNI mengalami bekas luka akibat ditembak di bagian paha. Kondisinya sudah membaik setelah menjalani perawatan.
Kedutaan Besar (Kedubes) RI di Hanoi juga awalnya berupaya mengekstradisi delapan WNI itu ke Jakarta, tapi Pengadilan Rakyat Hanoi menolaknya dan memilih memenuhi permintaan Malaysia.
Sementara dalam isu terpisah, NATO telah mengakhiri misi antipembajakan di Samudera Hindia setelah jumlah aksi perompakan tersebut menurun. NATO saat ini mengalihkan sumber dayanya untuk menangkal pengaruh Rusia di Laut Hitam dan penyelundupan manusia di Mediterania.
Semua kapal dan pesawat patroli telah meninggalkan lepas pantai di Tanduk Afrika, tempat mereka berpatroli sejak 2009 sebagai bagian upaya internasional mengatasi aksi perompak yang berbasis di Somalia. Perompakan di sana mengacaukan jalur pengiriman barang melalui laut yang melintasi wilayah tersebut.
“Operasi Tameng Samudera, serta misi Uni Eropa dan misi antiperompakan lainnya telah mengurangi jumlah serangan secara signifikan sehingga tidak ada kapal yang dirompak di Somalia sejak Mei 2012, turun dari lebih dari 30 kapal di masa puncak pada 2010-2010,” papar pernyataan NATO, dikutip kantor berita Reuters .
Setelah lebih dari satu dekade, operasi yang dipimpin NATO itu kini dialihkan untuk menangkal pengaruh Rusia di timur setelah Moskow mencaplok Crimea, Ukraina pada 2014.
“Lingkungan keamanan global telah berubah dramatis dalam beberapa tahun terakhir dan angkatan laut NATO telah beradaptasi dengannya,” ungkap juru bicara NATO Dylan White.
“NATO telah meningkatkan patroli maritim di Laut Baltik dan Laut Hitam. Kami juga bekerja sama untuk membantu menghadapi penyelundupan manusia di Mediterania,” kata White.
(maf)