Dahlan Iskan: Saya Tidak Merasa Korupsi

Kamis, 24 November 2016 - 17:26 WIB
Dahlan Iskan: Saya Tidak...
Dahlan Iskan: Saya Tidak Merasa Korupsi
A A A
JAKARTA - Semasa menjabat sebagai Dirut PLN hingga Menteri BUMN, nama Dahlan Iskan dikenal sebagai sosok yang punya banyak gagasan. Tak pelak, berbagai prestasi pun mampu ditorehkan.

Namun, kini dia dibelit tiga kasus dugaan korupsi. Bagaimana Dahlan menghadapi situasi sulit ini? Berikut ini petikan wawancaranya.

Bagaimana kabar Anda saat ini?

Sekarang lebih banyak di Surabaya, melayani kejaksaan. Karena banyak berurusan dengan kejaksaan. Sebenarnya sejak tidak menjadi menteri, saya memutuskan untuk tinggal di Jakarta, tidak di Surabaya, agar tidak 'mengganggu' anak-anak muda di Surabaya. Tapi karena ada masalah dengan kejaksaan dan wajib lapor, mau tidak mau saya tinggal di Surabaya.

Bagaimana kondisi kesehatan Anda sekarang, menghadapi tuntutan kejaksaan, apa tidak turun berat badan?


Saya santai saja. Saya tidak merasa korupsi, tidak ada aliran uang di situ. Semuanya sudah sesuai dengan administrasi. Saya merasa tidak ada satu pun kesalahan. Bahkan sebetulnya saya ingin tidak datang. Karena ini urusan PT, tetapi dipaksakan ada aset pemerintah daerah. Padahal ini aset perusahaan. Karena pemegang saham perusahaan juga sudah setuju.

Kenapa ada tudingan merugikan aset negara?


Saya tidak tahu. Bagaimana ada sebuah televisi terus mengatakan saya merugikan negara Rp900 miliar dan itu sah-sah saja.

Berapa nilai aset sebenarnya?

Ada dua yang dipersoalkan, satu sekitar Rp9 miliar dan satunya lagi sekitar Rp11 miliar, sekitar itulah. Tapi, sebenarnya, perusahaan ini (PT PWU) adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang sedang sakit. Oleh gubernur waktu itu dikumpulkan menjadi satu dan dibentuk PT Panca Wira Usaha.

Ketika sudah terbentuk PT itu, 16 tahun yang lalu, gubernur saat itu meminta saya membenahi PT ini. Saya bilang ke Pak Gubernur, saya ini di Jawa Pos. Katanya tidak apa-apa, yang penting bantu. Saya bilang, bentuknya apa Pak, perusahaan daerah apa PT? Bentuk PT, berarti kekuasaan tertinggi pemegang saham atau RUPS.

Lantas?


Saya terima, saat menjadi direktur di perusahaan ini. Namun saya tidak terima fasilitas apa pun. Saya betul-betul mengabdi di situ. Tapi saya malu jika perusahaan ini tidak maju. Salah satu syaratnya adalah pembenahan aset. Perusahaan ini asetnya banyak. Tanahnya kecil-kecil tapi banyak, ada juga yang besar.

Dan banyak lagi tanah-tanahnya dijadikan jaminan ke bank oleh direksi lama. Nah, kredit itu macet dan bank akan menyita. Saya bilang ke bank jangan disita dulu. Supaya perusahaan ini maju, saya selamatkan dulu aset yang mau disita bank. Saya gantikan dengan aset yang kurang bermanfaat. Sebenarnya yang dibilang aset saya jual itu adalah disita bank.

Soal dua aset yang dijual?

Memang ada dua aset yang kita jual, satu di Kediri dan satu di Tulungagung. Memang itu sengaja kita lepas. Kalau yang Kediri itu HGB-nya mati. Yang di Tulungagung itu ada pabrik keramik yang tiap tahun rugi dan pemerintah daerah sudah melarang ada pabrik di dalam kota sehingga dua aset ini kita lepas. Uangnya untuk apa? Saya bilang, uang hasil penjualan aset itu jangan dipakai untuk apa pun.

Lalu untuk apa? Harus dibeli aset lagi sehingga uang hasil penjualan aset di Tulungagung yang katanya saya selewengkan itu kita belikan tanah di daerah Surabaya. Itu ada tanah 12 hektare, tapi tidak bisa dimanfaatkan karena ada tanah-tanah kecil di tengahnya. Tanah-tanah yang mengganjal ini kita beli dari hasil penjualan aset di Tulungagung dan Kediri sehingga totalnya sekarang menjadi 16 hektare. Tanah itu di Kota Surabaya dekat tol, alangkah bagusnya.

Dibandingkan nilainya?

Wah ya seperti bumi dan langit. Perusahaan kalau mau maju ya begitu. Harusnya ini mendapat penghargaan, bukan jadi tersangka.

Apakah kejadian itu sudah lama?

Sudah 15 tahun yang lalu, saya menjabat sebagai direktur 16 tahun yang lalu. Jadi, kalau semua merasa heran, kenapa ini perusahaan 15 tahun lalu dipersoalkan lagi? Itu pun sebetulnya bukan aset pemerintah daerah, tapi aset perusahaan. Uang tidak dipakai siapa-siapa, tapi untuk membeli aset lebih bagus. Istilah pengusaha properti 'menjual tulang' untuk membeli daging.

Itulah yang saya lakukan. Itulah yang saya bingung. Pak Gubernur waktu itu juga bingung. Masyarakat Jawa Timur juga bingung. Kalau saya mau mengambil uang dari itu, gaji saja saya tidak terima, fasilitas tidak menerima. Saya pergi ke mana-mana dengan biaya sendiri. Kalau orang bingung, saya juga bingung.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2743 seconds (0.1#10.140)