TPP Tidak Menarik Lagi

Kamis, 24 November 2016 - 07:44 WIB
TPP Tidak Menarik Lagi
TPP Tidak Menarik Lagi
A A A
PEMERINTAH Indonesia akan meninjau ulang rencana gabung dalam kerja sama Trans Pasifik (Trans Pacific Partnership /TPP). Pasalnya, Amerika Serikat (AS) selaku negara motor utama TPP bakal menarik diri. Melalui pesan video, presiden AS terpilih Donald Trump menyampaikan bahwa perundingan perdagangan TPP akan dihentikan pada hari pertama menjabat sebagai presiden, tepatnya 20 Januari 2017. Sikap Donald Trump terhadap TPP yang telah ditandatangani 12 negara dan mencakup sekitar 40% perekonomian dunia, bertolak belakang dengan sikap Presiden Barack Obama yang begitu bersemangat mengurusi kerja sama ekonomi internasional itu.

Setahun yang lalu, berita TPP sempat memanaskan publik Indonesia. Tepatnya ketika Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) bertemu dengan Presiden AS Barack Obama di Gedung Putih. Dalam pertemuan kedua kepala negara itu juga dibahas soal TPP dan Presiden Jokowi berniat gabung. Kontan pernyataan mantan gubernur DKI Jakarta itu menuai pro dan kontra di dalam negeri. Bagi pihak yang tidak setuju Indonesia bergabung dalam TPP beralasan bahwa Indonesia belum memiliki kajian secara utuh soal untung-rugi dalam pola kerja sama ekonomi internasional itu.

Sekadar menyegarkan ingatan, TPP adalah perjanjian perdagangan bebas yang melibatkan negara-negara di kawasan Asia-Pasifik. TPP bersifat komprehensif tidak hanya liberalisasi perdagangan dengan sifat terjadwal dan mengikat, juga meliputi berbagai isu lain. Di antaranya menyentuh hak kekayaan intelektual, kebijakan kompetisi, belanja pemerintah hingga soal fasilitas perdagangan.

Sebenarnya, AS bukanlah sebagai pemrakarsa meski belakangan menjadi motor utama TPP. Ekonom Senior Center for Strategic and International Studies (CSIS) Djisman Simanjuntak menyebut AS adalah negara yang "membajak" TPP. Awalnya bernama Trans-Pacific Strategic Economic Partnership Agreement (TPSEP) yang diprakarsai Brunei Darussalam, Cile, Selandia Baru, dan Singapura pada 2005 lalu.

Lalu apa untung-ruginya Indonesia bergabung dengan TPP? Dari berbagai kajian selama ini memang belum ada yang berani memberi rekomendasi bergabung atau tidak dalam TPP. Namun, pada umumnya cenderung mengingatkan pemerintah agar jangan gegabah dalam mengambil keputusan untuk menjadi bagian dari TPP, meski sejumlah negara ASEAN di antaranya Vietnam sudah menjadi anggota.

Dari sisi perdagangan, baik yang pro maupun yang kontra sebenarnya satu suara bahwa belum menguntungkan Indonesia, namun masih ada sisi lain yang perlu dipertimbangkan, misalnya pasar ekspor akan semakin luas. Kabarnya, kalau Indonesia tidak ikut TPP bakal kehilangan potensi pasar senilai USD2,9 miliar, dan akan terjadi pengalihan ekspor ke negara peserta TPP senilai USD306 juta.

Meluasnya pasar ekspor memang sebuah konsekuensi positif bagi anggota TPP. Namun, di sisi lain, kuasa pemerintah terhadap badan usaha milik negara (BUMN) semakin melemah karena tidak boleh memberi perlakuan khusus, padahal perusahaan negara bukan semata urusan komersialisasi, tetapi juga alat negara untuk memakmurkan rakyat.

Selain itu, semua proyek pembangunan harus melalui tender terbuka. Di mata ekonom dari Universitas Indonesia, Firmanzah, TPP sebagai sarana liberalisme perdagangan sangat berbahaya karena bisa menghilangkan peran negara dalam ekonomi. Pasalnya, sektor ekonomi semua dibuka untuk anggota TPP. Hal itu bertentangan dengan prinsip Nawacita.

Sikap Donald Trump yang akan menarik diri dari TPP membuat kecewa sejumlah negara yang sudah tergabung. Bagi Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, seperti dikutip Reuters, bahwa TPP tidak akan berarti tanpa AS. Sementara Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani menilai TPP tanpa AS sebagai motor sangat tidak menarik. Seandainya, sikap Trump tidak berubah maka TPP bila diibaratkan bunga adalah bunga yang layu sebelum berkembang. Namun, sejumlah pemimpin Asia Pasifik masih punya obsesi melanjutkan TPP tanpa keikutsertaan Negeri Paman Sam.

TPP yang terancam layu sebelum berkembang masih ada alternatif lain, yakni Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) sebuah perjanjian perdagangan yang melibatkan anggota ASEAN bersama Australia, China, India, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru. Apa nilai lebih dari RCEP untuk Indonesia? Peluang akses pasar produk pertanian ke China, India, dan Jepang semakin terbuka lebar. Selain itu, hambatan tarif dan nontarif bisa sedikit dieliminir lewat RCEP.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0838 seconds (0.1#10.140)