Pilkada Hanya Diikuti Calon Tunggal, Kaderisasi Parpol Dipertanyakan

Selasa, 25 Oktober 2016 - 23:10 WIB
Pilkada Hanya Diikuti...
Pilkada Hanya Diikuti Calon Tunggal, Kaderisasi Parpol Dipertanyakan
A A A
JAKARTA - Sebanyak 101 daerah akan menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 15 Februari 2017. Enam daerah di antaranya hanya diikuti enam pasangan calon atau tanpa lawan.

Fenomena demokrasi yang ironis ini membuktikan pembinaan kader tidak berjalan baik. “Ini membuktikan parpol tak siap membina kader untuk menjadi pejabat eksekutif dalam proses politik. Selain kekhawatiran akan kalah bertarung di pilkada,” ungkap Ketua Bidang Kader Anggota dan Saksi DPP Partai Perindo, Armyn Gultom di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa (25/10/2016).

Enam daerah yang hanya diikuti pasangan calon, yakni Kota Tebingtinggi, Kabupaten Tulangbawang, Pati, Landak, Buton dan Tambrauw.

Sementara Kabupaten Buleleng, Maluku Tengah, Halmahera dan Kota Sorong hampir dipastikan bernasib sama karena pendaftaran ulang dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) semakin singkat.

Bakal calon yang diajukan tak lolos karena kesehatan, ijazah, kurang dukungan, belum melaporkan kekayaan dan sebab lain. Padahal sesuai Undang-undang Nomor 2 Tahun No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik, kata dia, menyebutkan parpol berfungsi melakukan pengkaderan dan pendidikan politik masyarakat.

Untuk menempati jabatan politik di eksekutif dan legislatif, kata dia, seyogyanya parpol menyodorkan kader yang mampuni.

“Artinya merekrut masyarakat sebagai kader untuk dibentuk menjadi politisi yang profesional, berintegritas dan memiliki wawasan kebangsaan. Tapi selama ini setiap pilkada parpol banyak mencomot dari luar, seperti artis atau tokoh terkenal,” tutur Armyn menyesalkan.

Pria asal Sumatera Utara itu mengambil contoh, Pilgub DKI Jakarta mendatang hanya menawarkan satu calon saja yang murni dari kader parpol.

Lainnya berasal dari militer, akademisi, pengusaha dan birokrat. Padahal, menurut dia, politikus tidak bisa muncul dengan tiba-tiba tanpa meniti karier politik sebagai kader terlebih dulu.

Orientasi parpol tak lagi mengajukan calon yang berkualitas, tapi calon terkenal yang berpotensi menang. “Siapapun mereka yang maju secara umum bukan yang ideal dari parpol. Cost politik menjadi mahal karena ada istilah mahar ataupun perahu. Setelah menang, jadi berupaya mengembalikan cost politik ini,” tuturnya.

Armyn menjelaskan, Partai Perindo sebagai parpol baru mempunyai konsep membentuk partai kader dan partai massa.

Dia mengatakan, Sedapat mungkin, calon yang bertarung di pilkada dan pemilihan legislatif merupakan kader sendiri. Oleh karena itu, sambung dia, sejak awal Perindo melakukan strategi khusus mencetak politikus profesional.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8575 seconds (0.1#10.140)