Pernyataan Ahok Bikin Kasus Intoleransi Kembali Mencuat

Kamis, 20 Oktober 2016 - 15:50 WIB
Pernyataan Ahok Bikin...
Pernyataan Ahok Bikin Kasus Intoleransi Kembali Mencuat
A A A
JAKARTA - Sebagai negara demokrasi, tentu mengenai tolerasi, saling harga-menghargai, sangat melekat pada rakyat dan bangsa Indonesia.

Unsur-unsur tersebut yang membuat Indonesia menjadi negara muslim terbesar dan menganut sistem demokrasi.

Hal ini pun diakui dunia, bawah Indonesia merupakan negara muslim dengan sistem demokrasi yang cukup maju dan sama dengan negara-negara maju.

Dua tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), mengenai toleransi, suku, agama, ras dan antargolongan (sara), terkadang masih muncul masalah.

Kasus terakhir yang mengusik keberagaman dan intoleransi di Indonesia adalah pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang menyinggung soal kitab suci Umat Muslim, Alquran, khususnya surat Al-Maidah.

Merespons fenomena ini, secara eksklusif, Sindonews mengupas masalah ini bersama Wakil Ketua Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Sodik Mudjahid.

Selama dua tahun pemerintahan Jokowi - JK, bagaimana masalah kerukunan beragama dan intoleransi?

Kalau kita lihat data, sejarah, peristiwa-peristiwa intoleransi dari zaman ke zaman, dari tahun ke tahun bukan menurun, tapi meningkat.

Ini harus menjadi catatan pemerintah dan harus dicari akar masalahnya. Soal (organisasi) Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara), Syiah, terakhir soal Ahok. Bisa jadi selama ini pendekatan kita baru pendekatan kasus, pendekatan pemadam kebakaran.

Sebenarnya akar masalahnya di mana?

Akar masalahnya yang menjadi tugas utama Kementerian Agama (Kemenag) belum dapat dilaksanakan dengan sesuai harapan kita. Karena selalu saja muncul, bahkan bertambah. Padahal anggaran Kemenag termasuk yang dikatakan stabil.

Itulah sebabnya kita punya gagasan, (urusan) haji itu dilepas, haji itu 80 persen soal tour and traveling. Dengan dilepasnya haji, kita ingin Kemenag fokus ke masalah-masalah fundamental.

Pendidikan Islam dan agama lain, pembinaan atau dakwah keagamaan dan soal kerukunan. Nah ini yang harus menjadi catatan bagaimana strategi yang mendasar untuk mengatasi ini, bukan hanya pencegahan saja.

Apa saran untuk‎ pemerintah mengatasi intoleransi?‎

Meminta pemerintah lewat Kemenag, itu sebabnya kita punya gagasan, Dirjen Bimas Islam dikembangkan, fungsi sekretaris jenderalnya dikembangkan‎ agar strategi kerukunan itu tidak artificial dan formalistik semacam sekarang ini.

Kerukunan seperti apa yang harusnya dilakukan Kemenag?

Sekarang itu saya melihat, saya juga dulu bagian dari kerukunan umat daerah ya, itu betul artificial, betul-betul formalistik, ada forumnya, ada diskusi jika ada masalah terjadi.

Tapi tidak pernah ada kegiatan-kegiatan dialog-dialog yang fundamental, apalagi dilakukan sampai ke aksi-aksi, aksi bersama, acara bersama, katakanlah proses akulturasi.

Jadi, mindset inilah, mindset kerukunan antara umat beragama ini harus diperkuat. Saya kira semua agama jika merujuk pada agama yang benar, itu akan menemukan bahwa agama itu sebenarnya toleran.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0933 seconds (0.1#10.140)