Menyatukan Bank Daerah

Kamis, 29 September 2016 - 11:54 WIB
Menyatukan Bank Daerah
Menyatukan Bank Daerah
A A A
PERUSAHAAN yang memiliki keterbukaan informasi yang baik menunjukkan indikator laporan keuangan yang bagus. Pada dasarnya, perusahaan tersebut sudah siap go public.

Perusahaan dengan laporan keuangan yang bagus menandakan tata kelola manajemen yang baik pula karena sesuai aturan. Sayangnya, sejumlah perusahaan di Indonesia dengan laporan keuangan yang bagus belum berani menjajal bursa efek alias go public , di antaranya sejumlah bank pembangunan daerah (BPD).

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio menantang BPD yang memiliki laporan keuangan bagus untuk mencatatkan diri sebagai emiten di BEI. Dari 26 BPD yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia, memang sebagian telah memiliki kinerja yang bagus, namun tetap dianggap sebagai ”anak bawang” bila diperhadapkan dengan bank pelat merah dan bank swasta nasional.

Karena itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu melontarkan tantangan pembentukan holding bank daerah. Tujuannya tak lain untuk memosisikan BPD menjadi lebih kuat dalam menghadapi persaingan yang ada.

Wacana yang dilontarkan mantan gubernur DKI Jakarta itu sangat ideal, masalahnya para gubernur selaku pemilik BPD bersediakah bersatu untuk bersinergi? Sebenarnya, pemanasan menuju pembentukan holding BPD sudah dimulai melalui program yang bertajuk ”Transformasi BPD” sejak Mei 2015.

Transformasi BPD menyasar tiga hal penting, yakni meningkatkan daya saing, menguatkan ketahanan lembaga, dan meningkatkan kontribusi terhadap pembangunan daerah. Untuk mengimplementasikan program ini memang tidak mudah, kuncinya sebagaimana dikemukakan Deputi Pengawasan Perbankan IV Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Heru Kristiana, bergantung pada pola kepemimpinan direksi dan komisaris BPD yang kuat.

Dan, didukung oleh semangat para pengelola BPD untuk bersinergi satu sama lain. Yang menarik, setahun setelah program Transformasi BPD diluncurkan, BPD Jawa Barat dan Banten atau lebih dikenal Bank BJB menawarkan diri untuk menjadi pemimpin bagi BPD seluruh Indonesia dalam kerangka transformasi tersebut.

Manajemen Bank BJB yang kini sudah tercatat di BEI atau go public menyejajarkan dirinya sebagai bank nasional sehingga merasa wajib membagi kesuksesannya terhadap BPD yang kinerjanya masih memprihatinkan. Kalau kesempatan menjadi pemimpin BPD dipercayakan, Direktur Utama Bank BJB Ahmad Irfan akan mengawali langkahnya dengan penyatuan teller dan sistem perbankan serta sistem anjungan tunai mandiri (ATM).

Seberapa besar potensi 26 BPD seandainya bisa disatukan? Berdasarkan data yang beredar di publik versi OJK tercatat total aset BPD mencapai sebesar Rp531,30 triliun per Maret 2016. Adapun dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp432,44 triliun dan penyaluran kredit mencapai sekitar Rp 328,19 triliun. Kinerja dari tahun ke tahun terus membaik setidaknya terlihat dari perolehan laba yang tumbuh sekitar 7,91% dibanding periode yang sama pada tahun lalu.

Sementara itu, Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sekitar 20,61% dan rasio gross Non Performing Loan (NPL) sekitar 3,89% per Maret 2016 atau relatif stabil. Sayangnya, potensi itu belum berkontribusi maksimal terhadap perekonomian daerah. Indikatornya terlihat dari pangsa kredit produktif yang masih kecil, yakni baru sekitar 30% dari total kredit yang digelontorkan.

Meski demikian, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelso Tampubolon tetap optimistis bisa menggenjot kinerja bank daerah lewat program ”Transformasi BPD”, untuk mendukung pertumbuhan perekonomian di daerah. Kondisi itu diamini Ketua Asosiasi Perbankan Daerah (Asbanda) Kresno Sediarsi, namun angka kredit produksi sedikit berbeda yang dipublikasikan OJK.

Saat ini persentase pembiayaan BPD sekitar 60% untuk pembiayaan konsumtif dan 40% bagi kredit produktif. Kresno Sediarsi yang juga menjabat direktur utama Bank DKI Jakarta bertekad membalikkan porsi pembiayaan BPD dalam tiga tahun dengan presentasi 30% bagi pembiayaan konsumsi dan 70% disalurkan sebagai kredit produktif.

Harapan pihak Asbanda itu kini sudah di depan mata, belum lama ini telah bermitra dengan PT Indonesia Infrastructure Finance (IFF) untuk membiayai proyek infrastruktur di daerah melalui jaringan BPD. Dan, pihak Asbanda juga harus mendorong BPD yang sudah memiliki keterbukaan informasi yang bagus segera go public sebagai salah satu instrumen mendapatkan dana pembiayaan yang murah dan menjadikan pengelolaan BPD lebih transparan.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4986 seconds (0.1#10.140)