Tegakkan Tax Amnesty di Singapura
A
A
A
PEMERINTAH Jokowi sedang menghadapi respons negatif dari upayanya menyukseskan program amnesti pajak atau dikenal dengan tax amnesty (TA). Respons negatif ini datang dari negara yang juga sangat dekat secara geografis dengan kita, yaitu Singapura.
Di lembaran lain, Dirjen Pajak juga sedang gundah karena perusahaan raksasa internet dunia yang begitu digandrungi di Indonesia, Google, menolak secara tegas pemeriksaan pajak. Padahal, potensi pajak dari perusahaan asing seperti Google, Facebook, Twitter, dan sejenisnya yang beroperasi di sini tidaklah kecil. Nilainya bisa jadi puluhan atau bahkan ratusan miliar rupiah. Jika skenario Dirjen Pajak di sisi ini berlangsung mulus, pasti akan sangat membantu pundi-pundi penerimaan pajak sebagai komponen penting dalam APBN.
Namun, fakta di lapangan berbicara lain. Google yang sudah lama beroperasi di Indonesia masih enggan mengikuti kemauan pemerintah dan menaati undang-undang yang berlaku. Sejumlah pihak, baik dari parlemen, praktisi, pengamat, dan tentu saja masyarakat mendesak agar pemerintah tegas dalam menangani dua isu besar ini.
Tegas dalam arti yang sebenarnya. Bukan tegas hanya karena publik ingin pemerintah tidak lembek, melainkan tegas karena ini sudah menyangkut hajat hidup rakyat Indonesia. Penegakan hukum pajak adalah kepentingan nasional yang tidak bisa ditawar dan dikompromikan. Ini yang harus dicatat.
Selama ini pemerintah bersikeras agar semua warga negara Indonesia patuh untuk mengikuti program amnesti pajak. Seluruh masyarakat yang masuk kategori wajib pajak tanpa kecuali harus membayar pajak. Jika tidak membayar maka harus dijatuhi sanksi sesuai ketentuan undang-undang.
Nah, bagaimana dengan bank swasta Singapura yang mengadukan nasabah WNI yang ikut program amnesti pajak ke pengadilan mereka? Tentu saja persoalannya tidak segampang seperti menghadapi wajib banyak dalam negeri yang nakal. Ada faktor hubungan politik hukum dan ekonomi antara RI-Singapura yang melatarbelakangi tindakan Singapura ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani telah berupaya melobi otoritas Singapura dalam kasus ini. Menkeu yang kaya pengalaman dan memiliki reputasi internasional yakin pemerintah Singapura memberi dukungan penuh program amnesti pajak Indonesia. Otoritas Singapura berjanji akan mendesak bank-bank swasta mereka untuk memfasilitasi nasabah Indonesia yang ikut program amnesti pajak.
Sebagai tetangga yang baik dan sama-sama anggota ASEAN, niat otoritas Singapura itu patut dicatat dan ditunggu realisasinya. Jika dalam jangka waktu tertentu janji itu terbukti hanya omong kosong, pemerintah RI harus menerapkan langkah berikutnya yaitu membawa masalah ini ke forum internasional agar dunia mendukung program amnesti pajak kita.
Tentu saja ini bukan perkara mudah, karena diperlukan kerja keras secara hukum maupun diplomatik untuk mendapatkan dukungan tersebut. Pengaruh dan wibawa pemerintah Indonesia akan dipertaruhkan di level ini. Namun, langkah ini bukan pilihan, melainkan keharusan agar ada daya paksa yang signifikan untuk menjinakkan Singapura.
Di pihak lain, Singapura juga tidak akan tinggal diam. Pastilah mereka sudah menyiapkan langkah-langkah signifikan agar simpanan uang WNI di negeri itu tidak keluar karena amnesti pajak. Keluarnya dana simpanan itu diperkirakan bisa memengaruhi stabilitas ekonomi Negeri Singa itu. Ini berarti amnesti pajak Indonesia berkaitan erat dengan hidup mati ekonomi Singapura. Berarti akan terjadi pertarungan sengit dari semua lini dari sisi ini.
Bagaimanapun, pemerintah Indonesia harus yakin dan percaya diri. Harus disiapkan jurus-jurus berlapis yang penuh kejutan untuk meredam serangan Singapura. Syarat utamanya, internal pemerintah harus solid. Jika publik sepakat agar tegas, pemerintah pun harus benar-benar tegas.
Jangan karena lobi-lobi di kemudian hari menjadi lembek karena kompromi-kompromi yang merugikan kepentingan nasional. Musuh utama dalam menghadapi Singapura adalah internal kita sendiri. Benarkah berbagai pihak yang berteriak lantang akan konsisten dengan sikapnya. Atau hanya sekadar mencari popularitas dengan panggung yang hingar-bingar itu. Kita harap tidak demikian.
Di lembaran lain, Dirjen Pajak juga sedang gundah karena perusahaan raksasa internet dunia yang begitu digandrungi di Indonesia, Google, menolak secara tegas pemeriksaan pajak. Padahal, potensi pajak dari perusahaan asing seperti Google, Facebook, Twitter, dan sejenisnya yang beroperasi di sini tidaklah kecil. Nilainya bisa jadi puluhan atau bahkan ratusan miliar rupiah. Jika skenario Dirjen Pajak di sisi ini berlangsung mulus, pasti akan sangat membantu pundi-pundi penerimaan pajak sebagai komponen penting dalam APBN.
Namun, fakta di lapangan berbicara lain. Google yang sudah lama beroperasi di Indonesia masih enggan mengikuti kemauan pemerintah dan menaati undang-undang yang berlaku. Sejumlah pihak, baik dari parlemen, praktisi, pengamat, dan tentu saja masyarakat mendesak agar pemerintah tegas dalam menangani dua isu besar ini.
Tegas dalam arti yang sebenarnya. Bukan tegas hanya karena publik ingin pemerintah tidak lembek, melainkan tegas karena ini sudah menyangkut hajat hidup rakyat Indonesia. Penegakan hukum pajak adalah kepentingan nasional yang tidak bisa ditawar dan dikompromikan. Ini yang harus dicatat.
Selama ini pemerintah bersikeras agar semua warga negara Indonesia patuh untuk mengikuti program amnesti pajak. Seluruh masyarakat yang masuk kategori wajib pajak tanpa kecuali harus membayar pajak. Jika tidak membayar maka harus dijatuhi sanksi sesuai ketentuan undang-undang.
Nah, bagaimana dengan bank swasta Singapura yang mengadukan nasabah WNI yang ikut program amnesti pajak ke pengadilan mereka? Tentu saja persoalannya tidak segampang seperti menghadapi wajib banyak dalam negeri yang nakal. Ada faktor hubungan politik hukum dan ekonomi antara RI-Singapura yang melatarbelakangi tindakan Singapura ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani telah berupaya melobi otoritas Singapura dalam kasus ini. Menkeu yang kaya pengalaman dan memiliki reputasi internasional yakin pemerintah Singapura memberi dukungan penuh program amnesti pajak Indonesia. Otoritas Singapura berjanji akan mendesak bank-bank swasta mereka untuk memfasilitasi nasabah Indonesia yang ikut program amnesti pajak.
Sebagai tetangga yang baik dan sama-sama anggota ASEAN, niat otoritas Singapura itu patut dicatat dan ditunggu realisasinya. Jika dalam jangka waktu tertentu janji itu terbukti hanya omong kosong, pemerintah RI harus menerapkan langkah berikutnya yaitu membawa masalah ini ke forum internasional agar dunia mendukung program amnesti pajak kita.
Tentu saja ini bukan perkara mudah, karena diperlukan kerja keras secara hukum maupun diplomatik untuk mendapatkan dukungan tersebut. Pengaruh dan wibawa pemerintah Indonesia akan dipertaruhkan di level ini. Namun, langkah ini bukan pilihan, melainkan keharusan agar ada daya paksa yang signifikan untuk menjinakkan Singapura.
Di pihak lain, Singapura juga tidak akan tinggal diam. Pastilah mereka sudah menyiapkan langkah-langkah signifikan agar simpanan uang WNI di negeri itu tidak keluar karena amnesti pajak. Keluarnya dana simpanan itu diperkirakan bisa memengaruhi stabilitas ekonomi Negeri Singa itu. Ini berarti amnesti pajak Indonesia berkaitan erat dengan hidup mati ekonomi Singapura. Berarti akan terjadi pertarungan sengit dari semua lini dari sisi ini.
Bagaimanapun, pemerintah Indonesia harus yakin dan percaya diri. Harus disiapkan jurus-jurus berlapis yang penuh kejutan untuk meredam serangan Singapura. Syarat utamanya, internal pemerintah harus solid. Jika publik sepakat agar tegas, pemerintah pun harus benar-benar tegas.
Jangan karena lobi-lobi di kemudian hari menjadi lembek karena kompromi-kompromi yang merugikan kepentingan nasional. Musuh utama dalam menghadapi Singapura adalah internal kita sendiri. Benarkah berbagai pihak yang berteriak lantang akan konsisten dengan sikapnya. Atau hanya sekadar mencari popularitas dengan panggung yang hingar-bingar itu. Kita harap tidak demikian.
(poe)