Jaksa KPK Minta Hak Politik Damayanti Dicabut
A
A
A
JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta diminta untuk mencabut hak politik mantan Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP Damayanti Wisnu Putranti selama lima tahun.
Tuntutan tersebut seperti dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Iskandar Marwanto, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (29/8/2016).
"Pidana tambahan berupa pencabutan hak pilih dari jabtan publik selama lima tahun," ujar Iskandar.
Menurut jaksa, pencabutan hak politik itu berlaku selama lima tahun setelah Damayanti selesai menjalani masa tahanan. Selain dicabut hak politiknya, jaksa juga menuntut Damayanti dengan hukuman enam tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.
Dalam perkara ini, Damayanti didakwa menerima suap sebesar Rp8,1 miliar. Uang tersebut diterima Damayanti dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.
Diduga, uang suap tersebut untuk mengamankan proyek jalan di Provinsi Maluku dan Maluku Utara agar masuk ke dalam program aspirasi Komisi V DPR. Program tersebut nantinya dicairkan melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Damayanti didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Tuntutan tersebut seperti dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Iskandar Marwanto, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (29/8/2016).
"Pidana tambahan berupa pencabutan hak pilih dari jabtan publik selama lima tahun," ujar Iskandar.
Menurut jaksa, pencabutan hak politik itu berlaku selama lima tahun setelah Damayanti selesai menjalani masa tahanan. Selain dicabut hak politiknya, jaksa juga menuntut Damayanti dengan hukuman enam tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.
Dalam perkara ini, Damayanti didakwa menerima suap sebesar Rp8,1 miliar. Uang tersebut diterima Damayanti dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.
Diduga, uang suap tersebut untuk mengamankan proyek jalan di Provinsi Maluku dan Maluku Utara agar masuk ke dalam program aspirasi Komisi V DPR. Program tersebut nantinya dicairkan melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Damayanti didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
(kri)