Dua Teman Damayanti Dituntut Lima Tahun Penjara
A
A
A
JAKARTA - Terdakwa dua teman sosialita anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP (kini dipecat) Damayanti Wisnu Putranti dituntut dengan pidana penjara selama lima tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kemarin.
Dua teman sosialita Damayanti yakni, Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini alias Uwi. JPU yang dipimpin Iskandar Marwanto dan Ronald Ferdinand Worotikan menyatakan, Dessy dan Uwi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan pidana sebagai perantara penerima suap setara Rp8,2 miliar bersama-sama dan berlanjut dengan Damayanti dan anggota Komisi V yang sudah dirotasi ke Komisi X dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto.
Uang suap dalam bentuk dollar Singapura dan dollar Amerika Serikat diterima dari terdakwa Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir (divonis empat tahun penjara).
Uang suap tersebut dimaksudkan agar Damayanti mengusulkan kegiatan pelebaran jalan Tehoru-Laimu dan menggerakkan Supriyanto mengusulkan kegiatan pekerjaan konstruksi jalan Werinama Laimu di wilayah Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara sebagai usulan program aspirasi anggota Komisi V.
Tujuannya agar program tersebut masuk dalam APBN Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) 2016. Nantinya dua proyek tadi dikerjakan PT WTU.
"Menuntut, supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang menangani perkara ini, menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Dessy dan Uwi selama lima tahun ditambah denda sebesar Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan," tegas JPU Iskandar saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, kemarin
Dessy dan Uwi dinilai telah terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 65 Ayat (1) KUHPidana. "Sebagaimana dalam dakwaan pertama," ujar Iskandar.
Dalam menyusun surat tuntutan, JPU mempertimbangkan ihwal memberatkan dan meringankan bagi Dessy dan Uwi. Yang memberatkan hanya satu yakni, perbuatan keduanya tidak mendukung pemerintah yang sedang gencar-gencarnya melakukan pemberantasan tipikor. Ihwal meringankan bagi keduanya cukup banyak.
Di antaranya, Dessy dan Uwi telah mengakui dan menyesali perbuatan pidana yang dilakukan. Keduanya berlaku sopan selama persidangan, belum pernah dihukum, dan beritikad baik mengembalikan yang diterima dari Damayanti sebesar Rp400 juta dan SGD33.000 kepada penyidik KPK. Pertimbangan meringankan berikutnyanya yakni, Dessy dan Uwi bukan pelaku utama dna bukan pengambil keputusan.
Berikutnya, kedua terdakwa telah membuka keterangan dan menjelaskan kepada penyidik KPK baik dalam pemeriksaan sebagai saksi maupun tersangka terkait apa yang diketahui guna mengungkap perkara ini dari tingkat penyidikan hingga persidangan di pengadilan. Untuk Dessy, KPK juga mempertimbangkan bahwa yang bersangkutan masih memiliki dua putri yang belum berusia 14 tahun.
Terakhir, JPU memertimbangkan bahwa Dessy dan Uwi sudah mendapatkan status justice collabolator (JC) atau pelaku tindak pidana yang mau bekerja sama yang diberikan KPK. Dessy mendapatkan status JC berdasarkan Surat Keputusan (SK) Pimpinan KPK Nomor 910/01-55/08/2016 tertanggal 19 Agustus 2016. Sedangkan Uwi berdasarkan SK Nomor 909/01-55/08/2016 dengan tanggal yang sama.
"Sehingga penyidik dan penuntut dapat mengungkap tindak pidana dimaksud secara efektif. Terdakwa mengungkap pelaku lain dalam perkara a quo," tegas JPU Ronald Ferdinand Worotikan.
Berdasarkan rumusan Pasal 12 huruf a tertuang bahwa pelaku tipikor berupa penerimaan suap (penyelenggara negara atau pegawai negeri) dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Atas tuntutan JPU, Dessy dan Uwi mengaku akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi). Majelis hakim kemudian menetapkan sidang lanjutan dengan agenda pembacaan pleidoi akan berlangsung pada Kamis 1 September 2016.
Dua teman sosialita Damayanti yakni, Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini alias Uwi. JPU yang dipimpin Iskandar Marwanto dan Ronald Ferdinand Worotikan menyatakan, Dessy dan Uwi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan pidana sebagai perantara penerima suap setara Rp8,2 miliar bersama-sama dan berlanjut dengan Damayanti dan anggota Komisi V yang sudah dirotasi ke Komisi X dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto.
Uang suap dalam bentuk dollar Singapura dan dollar Amerika Serikat diterima dari terdakwa Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir (divonis empat tahun penjara).
Uang suap tersebut dimaksudkan agar Damayanti mengusulkan kegiatan pelebaran jalan Tehoru-Laimu dan menggerakkan Supriyanto mengusulkan kegiatan pekerjaan konstruksi jalan Werinama Laimu di wilayah Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara sebagai usulan program aspirasi anggota Komisi V.
Tujuannya agar program tersebut masuk dalam APBN Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) 2016. Nantinya dua proyek tadi dikerjakan PT WTU.
"Menuntut, supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang menangani perkara ini, menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Dessy dan Uwi selama lima tahun ditambah denda sebesar Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan," tegas JPU Iskandar saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, kemarin
Dessy dan Uwi dinilai telah terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 65 Ayat (1) KUHPidana. "Sebagaimana dalam dakwaan pertama," ujar Iskandar.
Dalam menyusun surat tuntutan, JPU mempertimbangkan ihwal memberatkan dan meringankan bagi Dessy dan Uwi. Yang memberatkan hanya satu yakni, perbuatan keduanya tidak mendukung pemerintah yang sedang gencar-gencarnya melakukan pemberantasan tipikor. Ihwal meringankan bagi keduanya cukup banyak.
Di antaranya, Dessy dan Uwi telah mengakui dan menyesali perbuatan pidana yang dilakukan. Keduanya berlaku sopan selama persidangan, belum pernah dihukum, dan beritikad baik mengembalikan yang diterima dari Damayanti sebesar Rp400 juta dan SGD33.000 kepada penyidik KPK. Pertimbangan meringankan berikutnyanya yakni, Dessy dan Uwi bukan pelaku utama dna bukan pengambil keputusan.
Berikutnya, kedua terdakwa telah membuka keterangan dan menjelaskan kepada penyidik KPK baik dalam pemeriksaan sebagai saksi maupun tersangka terkait apa yang diketahui guna mengungkap perkara ini dari tingkat penyidikan hingga persidangan di pengadilan. Untuk Dessy, KPK juga mempertimbangkan bahwa yang bersangkutan masih memiliki dua putri yang belum berusia 14 tahun.
Terakhir, JPU memertimbangkan bahwa Dessy dan Uwi sudah mendapatkan status justice collabolator (JC) atau pelaku tindak pidana yang mau bekerja sama yang diberikan KPK. Dessy mendapatkan status JC berdasarkan Surat Keputusan (SK) Pimpinan KPK Nomor 910/01-55/08/2016 tertanggal 19 Agustus 2016. Sedangkan Uwi berdasarkan SK Nomor 909/01-55/08/2016 dengan tanggal yang sama.
"Sehingga penyidik dan penuntut dapat mengungkap tindak pidana dimaksud secara efektif. Terdakwa mengungkap pelaku lain dalam perkara a quo," tegas JPU Ronald Ferdinand Worotikan.
Berdasarkan rumusan Pasal 12 huruf a tertuang bahwa pelaku tipikor berupa penerimaan suap (penyelenggara negara atau pegawai negeri) dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Atas tuntutan JPU, Dessy dan Uwi mengaku akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi). Majelis hakim kemudian menetapkan sidang lanjutan dengan agenda pembacaan pleidoi akan berlangsung pada Kamis 1 September 2016.
(maf)