Pengacara Terpidana Mati Lapor ke Jamwas
A
A
A
JAKARTA - Boyamin Saiman, kuasa hukum Suud Rusli mendatangi Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Jumat (12/8/2016).
Suud Rusli adalah mantan marinir terpidana mati kasus pembunuhan bos PT Aneka Sakti Bhakti (Asaba), Budhyarto Angsono pada tahun 2003.
Kedatangan Boyamin ke Kejagung untuk menemui Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas). Dia melaporkan dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan eksekusi tiga terpidana mati yang dilaksanakan di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah pada 29 Juli lalu.
Adapun terpidana yang telah dieksekusi mati, yakni Freddy Budiman, Seck Osmane, dan Humprey Ejik. Untuk memperkuat argumentasinya, Boyamin menyerahkan sejumlah dokumen terkait ketiga terpidana tersebut.
"Seminggu ini saya cari dokumen tambahan untuk melengkapi salah satunya yang utama sampai hari kemarin saya mencari ke pengadilan negeri semuanya tentang eksekusi mati," kata Bonyamin di Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung), Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta, Jumat (12/8/2016).
Boyamin menjelaskan, sebenarnya Mahkamah Agung (MA) sudah menerima permohonan grasi ketiga terpidana dari pengadilan negeri. "Artinya tiga orang itu memang betul-betul mengajukan grasi ke Presiden melalui PN masing-masing. Artinya kalau sudah ke MA nanti diteruskan ke Presiden," kata Boyamin. (Baca: Empat Terpidana Mati Sudah Dieksekusi, Termasuk Freddy Budiman)
Menurut Boyamin, pengajuan grasi pada terpidana mati sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 yang telah diubah menjadi UU Nomor 5 Tahun 2010. "Jadi eksekusi matinya tidak dapat dilaksanakan sampai penolakan grasi dari Presiden sampai ke tangan terpidana," katanya.
Melihat hal tersebut, Boyamin merasa yakin pelaksanaan eksekusi mati tidak sah karena ketiga narapidana sedang mengajukan grasi."Kalau memang dugaan ini terbukti ada kesalahan atau pelanggaran saya minta ke Jamwas untuk berikan sanksi mulai teguran tertulis sampai pemberhentian tidak terhormat," tuturnya.
Suud Rusli adalah mantan marinir terpidana mati kasus pembunuhan bos PT Aneka Sakti Bhakti (Asaba), Budhyarto Angsono pada tahun 2003.
Kedatangan Boyamin ke Kejagung untuk menemui Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas). Dia melaporkan dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan eksekusi tiga terpidana mati yang dilaksanakan di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah pada 29 Juli lalu.
Adapun terpidana yang telah dieksekusi mati, yakni Freddy Budiman, Seck Osmane, dan Humprey Ejik. Untuk memperkuat argumentasinya, Boyamin menyerahkan sejumlah dokumen terkait ketiga terpidana tersebut.
"Seminggu ini saya cari dokumen tambahan untuk melengkapi salah satunya yang utama sampai hari kemarin saya mencari ke pengadilan negeri semuanya tentang eksekusi mati," kata Bonyamin di Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung), Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta, Jumat (12/8/2016).
Boyamin menjelaskan, sebenarnya Mahkamah Agung (MA) sudah menerima permohonan grasi ketiga terpidana dari pengadilan negeri. "Artinya tiga orang itu memang betul-betul mengajukan grasi ke Presiden melalui PN masing-masing. Artinya kalau sudah ke MA nanti diteruskan ke Presiden," kata Boyamin. (Baca: Empat Terpidana Mati Sudah Dieksekusi, Termasuk Freddy Budiman)
Menurut Boyamin, pengajuan grasi pada terpidana mati sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 yang telah diubah menjadi UU Nomor 5 Tahun 2010. "Jadi eksekusi matinya tidak dapat dilaksanakan sampai penolakan grasi dari Presiden sampai ke tangan terpidana," katanya.
Melihat hal tersebut, Boyamin merasa yakin pelaksanaan eksekusi mati tidak sah karena ketiga narapidana sedang mengajukan grasi."Kalau memang dugaan ini terbukti ada kesalahan atau pelanggaran saya minta ke Jamwas untuk berikan sanksi mulai teguran tertulis sampai pemberhentian tidak terhormat," tuturnya.
(dam)