Sistem Elektronik Kepegawaian Dinilai Bisa Eliminir PNS Fiktif
A
A
A
JAKARTA - Badan Kepegawaian Nasional (BKN) mendorong Pemprov Jawa tengah dan pemerintah daerah di wilayahnya untuk menerapkan pelayanan administrasi kepegawaian secara elektronik.
Selain akan lebih transparan dan akuntabel dalam proses penyelenggaran kepegawaian, langkah tersebut juga dinilai mampu meminimalisir munculnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) fiktif.
Anggota Komisi II DPR Arteria Dahlan mengapresiasi hal tersebut. Dia mengatakan, sistem elektronik dirasa akan memudahkan dari sistem yang telah ada.
"Ya saya apresiasi itu, kan kita yang promote pertama kali saat itu, pelayan administrasi kepegawaian secara elektonik memudahkan pemerintah dari sisi akuntabilitas, transparansi, objektifitas dan mengurangi praktik menyimpang birokrasi yang sudah menjadi tradisi, sehingga masing-masing pihak tidak bersentuhan langsung," ujar Arteria saat dihubungi Sindonews, Kamis (11/8/2016).
Politikus PDIP ini mengimbau, agar semua pihak dapat saling mengevaluasi sistem ini dan dapat membuka akses untuk dilakukannya pengawasan terhadap manajemen aparatur birokrasi.
"Saya sangat sependapat, tinggal komitmen dan itikad baik untuk melaksanakan. Setiap ASN punya ID tersendiri yang berbasis sidik jari atau bahkan retina mata. Sehingga bisa dieliminir terjadinya PNS fiktif, PNS yang sealah bekerja dan seolah olah berkinerja dan berprestasi. Ini juga sesuai dengan sesuai agenda reformasi birokrasi pemerintahan saat ini," tandasnya.
Sebelumnya, Kepala BKN Bima Haria Wibisana menyatakan, bahwa perkembangan teknologi yang ada, pelayanan administrasi kepegawaian secara manual sudah tidak relevan lagi diterapkan. Sebagai contoh adalah proses rekrutmen PNS yang terjadi selama ini.
Selain membuka peluang adanya titip menitip calon PNS, sistem manual bisa melahirkan PNS fiktif. Mereka menerima gaji dari pemerintah, namun tidak jelas kebenaran orang, keberadaan, maupun aktivitasnya.
Hasil elektronik-pendaftaran ulang PNS (e-PUPNS) memperlihatkan demikian, masih ada sekitar 10 ribu PNS yang diduga fiktif. Kondisi tersebut jelas merugikan keuangan negara. Sebab kebanyakan dari mereka diketahui sudah bekerja cukup lama, bahkan sudah ada yang sampai 20 tahun.
Selain akan lebih transparan dan akuntabel dalam proses penyelenggaran kepegawaian, langkah tersebut juga dinilai mampu meminimalisir munculnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) fiktif.
Anggota Komisi II DPR Arteria Dahlan mengapresiasi hal tersebut. Dia mengatakan, sistem elektronik dirasa akan memudahkan dari sistem yang telah ada.
"Ya saya apresiasi itu, kan kita yang promote pertama kali saat itu, pelayan administrasi kepegawaian secara elektonik memudahkan pemerintah dari sisi akuntabilitas, transparansi, objektifitas dan mengurangi praktik menyimpang birokrasi yang sudah menjadi tradisi, sehingga masing-masing pihak tidak bersentuhan langsung," ujar Arteria saat dihubungi Sindonews, Kamis (11/8/2016).
Politikus PDIP ini mengimbau, agar semua pihak dapat saling mengevaluasi sistem ini dan dapat membuka akses untuk dilakukannya pengawasan terhadap manajemen aparatur birokrasi.
"Saya sangat sependapat, tinggal komitmen dan itikad baik untuk melaksanakan. Setiap ASN punya ID tersendiri yang berbasis sidik jari atau bahkan retina mata. Sehingga bisa dieliminir terjadinya PNS fiktif, PNS yang sealah bekerja dan seolah olah berkinerja dan berprestasi. Ini juga sesuai dengan sesuai agenda reformasi birokrasi pemerintahan saat ini," tandasnya.
Sebelumnya, Kepala BKN Bima Haria Wibisana menyatakan, bahwa perkembangan teknologi yang ada, pelayanan administrasi kepegawaian secara manual sudah tidak relevan lagi diterapkan. Sebagai contoh adalah proses rekrutmen PNS yang terjadi selama ini.
Selain membuka peluang adanya titip menitip calon PNS, sistem manual bisa melahirkan PNS fiktif. Mereka menerima gaji dari pemerintah, namun tidak jelas kebenaran orang, keberadaan, maupun aktivitasnya.
Hasil elektronik-pendaftaran ulang PNS (e-PUPNS) memperlihatkan demikian, masih ada sekitar 10 ribu PNS yang diduga fiktif. Kondisi tersebut jelas merugikan keuangan negara. Sebab kebanyakan dari mereka diketahui sudah bekerja cukup lama, bahkan sudah ada yang sampai 20 tahun.
(kri)