Mensos Nilai Faktor Sosialisasi Jadi Pemicu Beredarnya Kartu BPJS Palsu
A
A
A
JAKARTA - Kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) palsu beredar. Tidak sedikit warga yang menjadi korban penipuan tersebut.
Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansaā€ˇ berpendapat, kasus tersebut membuktikan kurangnya soslisalisasi pelayanan BPJS kepada masyarakat.
Menurut dia pemerintah seharusnya menjelaskan kepada masyarakat mengenai dua jenis BPJS, yakni ketenagakerjaan dan kesehatan. Kemudian, BPJS juga terbagi dua, yakni iuran mandiri dan iuran yang dibayarkan pemerintah.
"Harus dibedakan. Meski nama kartunya sama, Kartu Indonesia Sehat (KIS), tapi prosesnya beda. Mungkin sosialisasinya harus lebih diluaskan," tutur Khofifah di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (26/7/2016).
Dia menjelaskan, tidak semua pemegang KIS ditanggung pemerintah. Menurut Khofifah, jika tidak ditanggung pemerintah maka iurannya dibayar secara mandiri. "Apakah kelas I, II atau III. Yang terjadi di salah satu daerah di Jawa Barat rupanya ada yang menyalahgunakan dengan menyampaikan kepada masyarakat sekali bayar tanpa bayar," tuturnya.
Oleh karena itu dia berharap agar sosialisasi mengenai kartu pelayanan BPJS tersebut harus lebih gencar agar masyarakat tidak keliru.
"Masing-masing daerah seyogyanya memang punya kantor-kantor BPJS. Sekarang kan belum semua kabupaten/kota punya kantor layanan BPJS," tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Polresta Cimahi akhirnya menetapkan seorang tersangka berinisial AS (42) untuk kasus penipuan kartu pelayanan BPJS palsu terhadap ratusan warga Desa Kertajaya, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Saat ini, Kepolisian masih terus melakukan pengembangan atas kasus tersebut.
Dalam aksinya, tersangka meyakinkan warga dengan menawarkan kartu BPJS Kesehatan seumur hidup hanya dengan sekali bayar sebesar Rp100 ribu tanpa harus membayar kewajiban iuaran bulanannya. (Baca juga: Tipu Ratusan Warga, AS Jadi Tersangka Kasus Kartu BPJS Palsu)
Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansaā€ˇ berpendapat, kasus tersebut membuktikan kurangnya soslisalisasi pelayanan BPJS kepada masyarakat.
Menurut dia pemerintah seharusnya menjelaskan kepada masyarakat mengenai dua jenis BPJS, yakni ketenagakerjaan dan kesehatan. Kemudian, BPJS juga terbagi dua, yakni iuran mandiri dan iuran yang dibayarkan pemerintah.
"Harus dibedakan. Meski nama kartunya sama, Kartu Indonesia Sehat (KIS), tapi prosesnya beda. Mungkin sosialisasinya harus lebih diluaskan," tutur Khofifah di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (26/7/2016).
Dia menjelaskan, tidak semua pemegang KIS ditanggung pemerintah. Menurut Khofifah, jika tidak ditanggung pemerintah maka iurannya dibayar secara mandiri. "Apakah kelas I, II atau III. Yang terjadi di salah satu daerah di Jawa Barat rupanya ada yang menyalahgunakan dengan menyampaikan kepada masyarakat sekali bayar tanpa bayar," tuturnya.
Oleh karena itu dia berharap agar sosialisasi mengenai kartu pelayanan BPJS tersebut harus lebih gencar agar masyarakat tidak keliru.
"Masing-masing daerah seyogyanya memang punya kantor-kantor BPJS. Sekarang kan belum semua kabupaten/kota punya kantor layanan BPJS," tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Polresta Cimahi akhirnya menetapkan seorang tersangka berinisial AS (42) untuk kasus penipuan kartu pelayanan BPJS palsu terhadap ratusan warga Desa Kertajaya, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Saat ini, Kepolisian masih terus melakukan pengembangan atas kasus tersebut.
Dalam aksinya, tersangka meyakinkan warga dengan menawarkan kartu BPJS Kesehatan seumur hidup hanya dengan sekali bayar sebesar Rp100 ribu tanpa harus membayar kewajiban iuaran bulanannya. (Baca juga: Tipu Ratusan Warga, AS Jadi Tersangka Kasus Kartu BPJS Palsu)
(dam)