KPK Telusuri Asal Usul Aset Milik Panitera PN Jakut Rohadi
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menutup kemungkinan menjerat Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara Rohadi dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Rohadi diduga memiliki harta kekayaan melimpah hingga puluhan miliar yang tidak sesuai dengan ppenghasilan dan gajinya sebagai pegawai negeri.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, saat ini belum ada pemeriksaan saksi atau tersangka lanjutan terkait kasus dugaan suap pengurusan pengurangan vonis pidana penjara pedangdut Saipul Jamil, termasuk untuk Rohadi yang sudah berstatus tersangka.
Tetapi kata dia, khusus untuk Rohadi, penyidik melakukan penelusuran aset dan harta kekayaan. "Untuk saat ini Rohadi belum dijerat TPPU. Potensi TPPU itu tergantung dari informasi, data dan bukti-bukti yang ditemukan penyidik. Sepengetahuan saya belum ada penyelidikannya (TPPU)," kata Priharsa di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Rabu (13/7/2016).
Penelusuran aset atau harta kekayaan milik Rohadi dilakukan, tutur Priharsa, karena penyidik menerima informasi bahwa Rohadi yang hanya bekerja sebagai seorang panitera atau pegawa negeri sipil (PNS) memiliki harta kekayaan yang "wah".
Tapi Priharsa belum memperoleh informasi lanjutan dari penyidik aset apa saja yang dimiliki Rohadi. Dia menyatakan, penelusuran harta kekayaan Rohadi akan dibandingkan dengan penghasilannya dengan gajinya.
Apabila yang bersangkutan memiliki usaha maka harus dilihat dari mana modal usahanya dan apakah berasal dari uang yang sah dan halal atau tidak. Penelusuran tersebut dilakukan KPK dengan menggandeng empat pihak.
"Kita bisa minta data perbankan, juga BPN (Badan Pertanahan Nasional). Bisa juga PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Sama catatan kependudukan, karena siapa tahu asetnya atas nama orang lain," katanya.
Kendati demikian, Priharsa belum mengetahui permintaan lewat surat resmi kepada empat pihak tersebut sudah ditayangkan KPK. Dia membenarkan berdasarkan data KPK, Rohadi belum pernah menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Menurut dia, KPK tidak akan kesulitan mengusut aset milik Rohadi meski Rohadi belum melaporkan LHKPN.
"Informasi mengenai aset seseorang tidak hanya didapat dari LHKPN yang bersangkutan. Ada berbagai macam cara, seperti tadi," ucapnya.
Menurut dia, penyampaian LHKPN merupakan kewajiban yang tercantum dalam Pasal 5 UU Nomor 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Dia menambahkan, penyidik juga sedang memvalidasi mobil Toyota Fortuner dan uang sejumlah Rp700 juta yang disita dari mobil Fortuner tersebut sesaat setelah operasi tangkap tangan (OTT) Rabu 15 Juni lalu.
Uang Rp700 juta itu, menurut penyidik, berbeda dengan uang suap Rp250 juta yang diterima Rohadi dari tiga tersangka pemberi suap Berthanatalia Ruruk Kariman (pengacara Saipul Jamil), Kasman Sangaji (ketua umum tim pengacara Saipul), dan Samsul Hidayatullah (kakak Saipul).
"Uang Rp700 juta yang sudah disita itu terkait perkara apa? Itu yang sedang didalami," tandas Priharsa.
Rohadi diduga memiliki harta kekayaan melimpah hingga puluhan miliar yang tidak sesuai dengan ppenghasilan dan gajinya sebagai pegawai negeri.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, saat ini belum ada pemeriksaan saksi atau tersangka lanjutan terkait kasus dugaan suap pengurusan pengurangan vonis pidana penjara pedangdut Saipul Jamil, termasuk untuk Rohadi yang sudah berstatus tersangka.
Tetapi kata dia, khusus untuk Rohadi, penyidik melakukan penelusuran aset dan harta kekayaan. "Untuk saat ini Rohadi belum dijerat TPPU. Potensi TPPU itu tergantung dari informasi, data dan bukti-bukti yang ditemukan penyidik. Sepengetahuan saya belum ada penyelidikannya (TPPU)," kata Priharsa di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Rabu (13/7/2016).
Penelusuran aset atau harta kekayaan milik Rohadi dilakukan, tutur Priharsa, karena penyidik menerima informasi bahwa Rohadi yang hanya bekerja sebagai seorang panitera atau pegawa negeri sipil (PNS) memiliki harta kekayaan yang "wah".
Tapi Priharsa belum memperoleh informasi lanjutan dari penyidik aset apa saja yang dimiliki Rohadi. Dia menyatakan, penelusuran harta kekayaan Rohadi akan dibandingkan dengan penghasilannya dengan gajinya.
Apabila yang bersangkutan memiliki usaha maka harus dilihat dari mana modal usahanya dan apakah berasal dari uang yang sah dan halal atau tidak. Penelusuran tersebut dilakukan KPK dengan menggandeng empat pihak.
"Kita bisa minta data perbankan, juga BPN (Badan Pertanahan Nasional). Bisa juga PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Sama catatan kependudukan, karena siapa tahu asetnya atas nama orang lain," katanya.
Kendati demikian, Priharsa belum mengetahui permintaan lewat surat resmi kepada empat pihak tersebut sudah ditayangkan KPK. Dia membenarkan berdasarkan data KPK, Rohadi belum pernah menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Menurut dia, KPK tidak akan kesulitan mengusut aset milik Rohadi meski Rohadi belum melaporkan LHKPN.
"Informasi mengenai aset seseorang tidak hanya didapat dari LHKPN yang bersangkutan. Ada berbagai macam cara, seperti tadi," ucapnya.
Menurut dia, penyampaian LHKPN merupakan kewajiban yang tercantum dalam Pasal 5 UU Nomor 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Dia menambahkan, penyidik juga sedang memvalidasi mobil Toyota Fortuner dan uang sejumlah Rp700 juta yang disita dari mobil Fortuner tersebut sesaat setelah operasi tangkap tangan (OTT) Rabu 15 Juni lalu.
Uang Rp700 juta itu, menurut penyidik, berbeda dengan uang suap Rp250 juta yang diterima Rohadi dari tiga tersangka pemberi suap Berthanatalia Ruruk Kariman (pengacara Saipul Jamil), Kasman Sangaji (ketua umum tim pengacara Saipul), dan Samsul Hidayatullah (kakak Saipul).
"Uang Rp700 juta yang sudah disita itu terkait perkara apa? Itu yang sedang didalami," tandas Priharsa.
(dam)