Memangkas Tumor PNS

Jum'at, 20 Mei 2016 - 14:46 WIB
Memangkas Tumor PNS
Memangkas Tumor PNS
A A A
SEBAGIAN pegawai negeri sipil (PNS) harus bersiap-siap untuk pensiun dini. Hal ini terkait dengan rencana pemerintah memangkas 300.000 PNS pada 2017 nanti. Bahkan rencananya, total 1 juta PNS akan mengalami nasib yang sama hingga 2019 nanti. Pemerintah menarget nantinya jumlah PNS hanya sebesar 3,5 juta.

Bagi PNS, kabar tersebut menjadi mimpi buruk, karena mereka terlempar dari zona nyaman yang selama ini mereka nikmati. Tetapi bagi kepentingan rakyat dan negara, langkah tersebut sangat urgen dan tidak terelakkan. Para PNS harus memahami bahwa komposisi mereka yang sudah terlalu gemuk telah menjadi tumor yang menggerogoti anggaran untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat.

PNS telah menjadi tumor pembangunan dan kesejahteraan rakyat bukanlah isapan jempol. Data yang pernah disampaikan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyebutkan 56% Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dihabiskan untuk belanja pegawai, termasuk di dalamnya untuk PNS. Bahkan, ada daerah yang porsinya mencapai 70% lebih, yakni Kabupaten Langkat (76,3%) dan Kota Pematangsiantar (71,2%).

Anggaran PNS pun menjadi persoalan terbesar APBN. Pada APBN 2015, gaji PNS bersama pembayaran bunga utang dan pembayaran subsidi menghabiskan 70-80% ruang fiskal. Dengan demikian, pemerintah hanya mempunyai 20% ruang fiskal tersisa untuk melakukan improvisasi, dalam hal untuk pembangunan infrastruktur dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Berdasarkan hitungan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), dari 70-80% anggaran yang sudah terkunci tersebut, ternyata 41% dari keseluruhan APBN dihabiskan untuk belanja pegawai. Jika APBN 2016 sebesar Rp2039 triliun, sebanyak Rp820 triliun di antaranya untuk keperluan pegawai! Sangat tidak produktif dan pemborosan besar-besaran!

Kondisi tersebut tentu sangat memprihatinkan. Secara fisik, bisa diibaratkan PNS ibarat tumor yang sangat besar yang membuat tubuh bernama Indonesia terbebani dan tidak bergerak leluasa. Satu-satu upaya untuk mengurangi beban tersebut, jika tidak bisa dibuang habis maka besaran tumor harus dikurangi. Dalam hal ini, jumlah PNS yang sudah terlalu besar harus dikurangi.

Logika inilah bisa menggambarkan langkah Kemenpan-RB dalam merencanakan pemangkasan 1 juta PNS. Sebab jika tidak, Indonesia tidak mempunyai anggaran untuk membangun jalan, pengairan, sekolah, rumah sakit, dan lainnya yang sangat dibutuhkan, terutama untuk daerah di luar Pulau Jawa. Ratusan juta rakyat Indonesia pun hanya bisa ‘ngaplo’ karena sebagian uang negara sudah dihabiskan oleh 4,5 juta PNS. Padahal mereka sangat membutuhkan peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan.

Pemangkasan PNS tentu saja harus diapresiasi, apalagi targetnya belanja pegawai nantinya hanya tinggal 28% dari APBN/APBD, sehingga alokasi anggaran untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat otomatis menjadi lebih besar. Namun, lebih dari itu, pemangkasan PNS juga harus diikuti perubahan paradigma: birokrasi jangan lagi sebagai lembaga formal, tapi lembaga profesional dan tentu saja PNS di dalamnya ke depan harus pegawai profesional.

Birokrasi harus menjadi lembaga profesional layaknya perusahaan tidak bisa terelakkan karena perkembangan teknologi informasi membuat kerja semakin mudah dan efisien. Karena itu jumlah PNS tidak perlu banyak––apalagi hasil rekrutmen berbau KKN––dan hanya yang berkompetensi. Kalaupun harus menambah PNS, hanya untuk tenaga fungsional khusus seperti guru dan dokter yang memang sangat dibutuhkan rakyat.

Lebih dari itu, perubahan paradigma harus membentuk budaya baru PNS dan birokrasi yang luwes dan mampu merespons cepat kebutuhan masyarakat, tidak lagi kaku dan feodal. Sudah barang tentu jangan ada lagi istilah pintar goblok penghasilan sama (PGPS) karena penggajian harus murni berbasis kinerja (remunerasi). Ujungnya, PNS tidak lagi menjadi tumor yang menggerogoti anggaran negara, dan rakyat semakin terlayani. Dan jangan lupa, tidak boleh lagi ada pungli.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6954 seconds (0.1#10.140)