KPK Usut Dugaan Barter Reklamasi dan Penggusuran Pemprov DKI
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menyelidiki dugaan barter pemberian izin reklamasi dan besaran kontribusi dengan kucuran uang untuk penggusuran antara pengembangan dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
"Itu sedang kita selidiki juga. Jadi kita sedang menelusuri dasar hukumnya barter apa? Ada enggak payung hukumnya? Jadi proses yang sedang berjalanlah. Dari situ nanti kita melangkah," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Hotel Borobudur, Jakarta, kemarin.
Tapi Agus tidak mengungkapkan barter tersebut dilakukan Pemprov DKI dengan pengembang yang mana dan berapa uang yang digelontorkan pengembang kepada Pemprov.
Yang pasti tutur Agus, KPK mempersilahkan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengklaim barter itu tidak melanggar karena belum ada aturan hukum yang melarang. Pasalnya KPK terus melakukan pengembangan.
"Ya makanya digali-lah. Mudah-mudahan kita bisa temukan (dugaan pelanggaran)," tegasnya.
Agus menyatakan, kasus dugaan suap pembahasan dua rancangan peraturan daerah (raperda) reklamasi dan zonasi dengan tiga tersangka masih terus dikembangkan.
Ketiga tersangka yakni, dua tersangka pemberi suap Rp2 miliar Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APLN) Ariesman Widjaja dan Personal Assistant PT APLN Trinanda Prihantoro dengan tersangka penerima suap M Sanusi selaku Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta.
Menurut Agus banyak temuan-temuan baru yang mungkin ditindaklanjuti dengan penetapan tersangka baru. "Tapi kami masih kumpulkan fakta, bukti. Mudah-mudahan nanti segera ada pengumuman," ujarnya.
Dia mengungkapkan, untuk pengembangan perkara sudah dan akan terus dilakukan pemeriksaan saksi-saksi. Sebagai contoh, beberapa hari lalu Ahok sudah diperiksa sebagai saksi.
Berikutnya sudah diperiksa pemilik Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan (dua kali), anak Aguan sekaligus Direktur PT Muara Wisesa Samudera (MWS) dan mantan Komisaris Agung Sedayu Group Richard Halim Kusuma (tiga kali).
"Yang penting anak-anak itu (penyidik-penyidik) mengumpulkan fakta, data baru, dan alat bukti. Mudah-mudahan nanti ada lah," tandas Agus.
Kamis 12 Mei 2016 ini penyidik menjadwalkan pemeriksaan Direktur Legal PT APLN Miarni Ang sebagai saksi untuk tersangka Trinanda Prihantoro.
Usai keluar ruang steril KPK, Miarni Ang mengaku Kamis ini dipanggil untuk tiga tersangka. Tapi penyidik KPK tidak memeriksa Miarni sebagai saksi dan tidak di-BAP. Penyidik hanya meminta dari APLN melalui Miarni data-data atau dokumen kepemilikan terkait perolehan aset properti atas nama Sanusi.
Baik atas nama yang bersangkutan atau yang lain berikut surat pemesanan, PPJB kwitansi pembayaran, transferan rekening koran perusahaan, dan dokumen lain terkait transaksi pemesanan atau jual beli.
"Semua dokumen berikut kronologis sudah saya berikan ke penyidik tadi. Sudah saya tegaskan bahwa pemesanan atau perolehan aset properti oleh MS dilakukan empat tahun sebelum adanya raperda dan pembahasannnya," kata Miarni di depan Gedung KPK, Jakarta.
Karenanya dia mengklaim, pemesanan dan atau perolehan aset properti tersebut tidak ada kaitan atau indikasi terkait dengan reklamasi dan raperda maupun proses pembahasannya.
"Juga tidak ada kaitan pemenuhan kewajiban kewajiban reklamasi pulau G oleh PT MWS apalagi oleh PT APL," ujarnya.
Miarni kaget saat disinggung soal barter izin pelaksanaan reklamasi dan kontribusi PT APLN dengan pengucuran Rp6 miliar APLN ke Pemprov DKI untuk penggusuran Kalijodo.
Bahkan dia mempertanyakan siapa orang yang mengungkap tudingan itu. Apalagi menurut Miarni, Ahok sudah membantah.
"Siapa yang mengatakan (ada barter). Saya enggak tahu (kalau Arisman yang ngomong ke penyidik), kami (APLN) tidak tahu. Setahu kita tidak ada (dana APLN untuk penggusuran Kalijodo)," kilahnya.
Ihwal berapa kontribusi kewajiban pembayaran pengembang yang diinginkan PT APLN, kata Miarni, sebaiknya ditanya langsung ke Ahok. Karena ujar dia, pihak podomoro selalu memenuhi permintaan pemerintah daerah maupun melaksanakan peraturan yang berlaku.
"Dan malah pak Ahok sendiri mengakui bahwa berurusan dengan APL itu selalu baik dan lancar, enggak pernah protes dan komplain. Jadi sebenernya enggak ada kaitannya dengan 15 atau 5 persen," ucap Miarni.
"Itu sedang kita selidiki juga. Jadi kita sedang menelusuri dasar hukumnya barter apa? Ada enggak payung hukumnya? Jadi proses yang sedang berjalanlah. Dari situ nanti kita melangkah," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Hotel Borobudur, Jakarta, kemarin.
Tapi Agus tidak mengungkapkan barter tersebut dilakukan Pemprov DKI dengan pengembang yang mana dan berapa uang yang digelontorkan pengembang kepada Pemprov.
Yang pasti tutur Agus, KPK mempersilahkan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengklaim barter itu tidak melanggar karena belum ada aturan hukum yang melarang. Pasalnya KPK terus melakukan pengembangan.
"Ya makanya digali-lah. Mudah-mudahan kita bisa temukan (dugaan pelanggaran)," tegasnya.
Agus menyatakan, kasus dugaan suap pembahasan dua rancangan peraturan daerah (raperda) reklamasi dan zonasi dengan tiga tersangka masih terus dikembangkan.
Ketiga tersangka yakni, dua tersangka pemberi suap Rp2 miliar Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APLN) Ariesman Widjaja dan Personal Assistant PT APLN Trinanda Prihantoro dengan tersangka penerima suap M Sanusi selaku Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta.
Menurut Agus banyak temuan-temuan baru yang mungkin ditindaklanjuti dengan penetapan tersangka baru. "Tapi kami masih kumpulkan fakta, bukti. Mudah-mudahan nanti segera ada pengumuman," ujarnya.
Dia mengungkapkan, untuk pengembangan perkara sudah dan akan terus dilakukan pemeriksaan saksi-saksi. Sebagai contoh, beberapa hari lalu Ahok sudah diperiksa sebagai saksi.
Berikutnya sudah diperiksa pemilik Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan (dua kali), anak Aguan sekaligus Direktur PT Muara Wisesa Samudera (MWS) dan mantan Komisaris Agung Sedayu Group Richard Halim Kusuma (tiga kali).
"Yang penting anak-anak itu (penyidik-penyidik) mengumpulkan fakta, data baru, dan alat bukti. Mudah-mudahan nanti ada lah," tandas Agus.
Kamis 12 Mei 2016 ini penyidik menjadwalkan pemeriksaan Direktur Legal PT APLN Miarni Ang sebagai saksi untuk tersangka Trinanda Prihantoro.
Usai keluar ruang steril KPK, Miarni Ang mengaku Kamis ini dipanggil untuk tiga tersangka. Tapi penyidik KPK tidak memeriksa Miarni sebagai saksi dan tidak di-BAP. Penyidik hanya meminta dari APLN melalui Miarni data-data atau dokumen kepemilikan terkait perolehan aset properti atas nama Sanusi.
Baik atas nama yang bersangkutan atau yang lain berikut surat pemesanan, PPJB kwitansi pembayaran, transferan rekening koran perusahaan, dan dokumen lain terkait transaksi pemesanan atau jual beli.
"Semua dokumen berikut kronologis sudah saya berikan ke penyidik tadi. Sudah saya tegaskan bahwa pemesanan atau perolehan aset properti oleh MS dilakukan empat tahun sebelum adanya raperda dan pembahasannnya," kata Miarni di depan Gedung KPK, Jakarta.
Karenanya dia mengklaim, pemesanan dan atau perolehan aset properti tersebut tidak ada kaitan atau indikasi terkait dengan reklamasi dan raperda maupun proses pembahasannya.
"Juga tidak ada kaitan pemenuhan kewajiban kewajiban reklamasi pulau G oleh PT MWS apalagi oleh PT APL," ujarnya.
Miarni kaget saat disinggung soal barter izin pelaksanaan reklamasi dan kontribusi PT APLN dengan pengucuran Rp6 miliar APLN ke Pemprov DKI untuk penggusuran Kalijodo.
Bahkan dia mempertanyakan siapa orang yang mengungkap tudingan itu. Apalagi menurut Miarni, Ahok sudah membantah.
"Siapa yang mengatakan (ada barter). Saya enggak tahu (kalau Arisman yang ngomong ke penyidik), kami (APLN) tidak tahu. Setahu kita tidak ada (dana APLN untuk penggusuran Kalijodo)," kilahnya.
Ihwal berapa kontribusi kewajiban pembayaran pengembang yang diinginkan PT APLN, kata Miarni, sebaiknya ditanya langsung ke Ahok. Karena ujar dia, pihak podomoro selalu memenuhi permintaan pemerintah daerah maupun melaksanakan peraturan yang berlaku.
"Dan malah pak Ahok sendiri mengakui bahwa berurusan dengan APL itu selalu baik dan lancar, enggak pernah protes dan komplain. Jadi sebenernya enggak ada kaitannya dengan 15 atau 5 persen," ucap Miarni.
(maf)