KPK Segera Tingkatkan Status Sekretaris MA jadi Tersangka
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera meningkatkan status Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dengan merampungkan penyelidikan yang sedang dilakukan.
Wakil Ketua KPK KPK Saut Situmorang menyatakan, penyidikan kasus dugaan suap pengurusan Peninjauan Kembali (PK) perkara perdata sejumlah perusahaan yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dengan tersangka Panitera/Sekretaris PN Jakpus Edy Nasution dan karyawan PT Paramount Enterprise International Doddy Aryanto Supeno masih akan berkembang.
Kondisi yang sama juga terkait dengan penyelidikan terhadap Sekretaris MA. Menurut Saut, Nurhadi yang sudah dicegah ke luar negeri sejak Kamis 21 April 2016 untuk enam bulan ke depan, bisa berpotensi menjadi tersangka.
"(Masih menunggu) beberapa keterangan lagi. Sambil nanti menunggu diekspose (gelar perkara)," ujara Saut kepada SINDO, Kamis (28/4/2016).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan, penyitaan uang sebesar Rp1,75 miliar yang terdiri atas enam jenis mata uang dari rumah Nurhadi pada Kamis lalu dilakukan dengan didasarkan pada surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) atas nama Panitera/Sekretaris PN Jakpus Edy Nasution.
Alexander memastikan uang tersebut terindikasi suap terkait pengurusan Peninjauan Kembali (PK) perkara perdata sejumlah perusahaan yang diajukan ke PN Jakpus.
"Ini kan baru dicekal dan belum ditetapkan sebagai tersangka. Kalau untuk pak Nurhadi masih tahap penyelidikan. Kita belum mengeluarkan sprindik baru," kata Alexander.
Mantan hakim adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakpus ini menggariskan, meski penyitaan uang Rp1,75 miliar terkait dengan sprindik Edy Nasution tapi penyidik punya alasan kuat. Di antaranya, akan digunakan sebagai alat bukti.
Menurut Alexander, toh nanti kalau misalnya tidak ada kaitannya maka pasti bisa dikembalikan juga ke Nurhadi. Alexander mengakui, sampai kemarin memang alat bukti untuk penetapan Nurhadi sebagai tersangka belum cukup.
"Paling baru terindikasi (penerima suap), memang ada barang bukti yang di rumah pak Nurhadi yang berkaitan ke sana. Makanya dilakukan penggeledahan untuk mencari alat bukti itu berdasarkan keterangan saksi atau tersangka Edy Nasution," tegasnya.
Informasi yang berhasil diterima KORAN SINDO, KPK melalui Tim Asset Tracing sudah mulai menelusuri aset atau harta kekayaan milik Nurhadi. Tim akan membanding aset atau harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi dengan yang tercantum di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Nurhadi.
Salah satu alasan kuat yakni temuan uang sejumlah Rp1,75 miliar di rumah Nurhadi. Berdasarkan data LHKPN, Nurhadi memiliki harta kekayaan sebesar Rp33.417.646.000. LHKPN itu dilaporkan Nurhadi ke KPK pada 2014 lalu.
Harta Nurhadi terbagi atas harta tidak bergeraknya berupa tanah dan bangunan senilai Rp7.362.646.000. Aset ini tersebar di Jakarta Selatan (2), Malang (4), Kudus (5), Mojokerto (2), Kediri (2), dan Tulungagung (1).
Alat transportasi senilai Rp4.005.000.000, di antaranya Toyota Camry keluaran 2010, Mini Cooper keluaran 2010, Lexus keluaran 2010, dan Jaguar keluaran 2004.
Sementara harta bergerak yang dimiliki Nurhadi senilai Rp11.275.000.000. Penyumbang terbanyak dari harta bergerak ini yakni batu mulia yang diperoleh sejak 1998 dan memiliki nilai jual Rp8,6 miliar. Harta berupa giro dan setara kas lain sebesar Rp10.775.000.000.
Wakil Ketua KPK KPK Saut Situmorang menyatakan, penyidikan kasus dugaan suap pengurusan Peninjauan Kembali (PK) perkara perdata sejumlah perusahaan yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dengan tersangka Panitera/Sekretaris PN Jakpus Edy Nasution dan karyawan PT Paramount Enterprise International Doddy Aryanto Supeno masih akan berkembang.
Kondisi yang sama juga terkait dengan penyelidikan terhadap Sekretaris MA. Menurut Saut, Nurhadi yang sudah dicegah ke luar negeri sejak Kamis 21 April 2016 untuk enam bulan ke depan, bisa berpotensi menjadi tersangka.
"(Masih menunggu) beberapa keterangan lagi. Sambil nanti menunggu diekspose (gelar perkara)," ujara Saut kepada SINDO, Kamis (28/4/2016).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan, penyitaan uang sebesar Rp1,75 miliar yang terdiri atas enam jenis mata uang dari rumah Nurhadi pada Kamis lalu dilakukan dengan didasarkan pada surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) atas nama Panitera/Sekretaris PN Jakpus Edy Nasution.
Alexander memastikan uang tersebut terindikasi suap terkait pengurusan Peninjauan Kembali (PK) perkara perdata sejumlah perusahaan yang diajukan ke PN Jakpus.
"Ini kan baru dicekal dan belum ditetapkan sebagai tersangka. Kalau untuk pak Nurhadi masih tahap penyelidikan. Kita belum mengeluarkan sprindik baru," kata Alexander.
Mantan hakim adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakpus ini menggariskan, meski penyitaan uang Rp1,75 miliar terkait dengan sprindik Edy Nasution tapi penyidik punya alasan kuat. Di antaranya, akan digunakan sebagai alat bukti.
Menurut Alexander, toh nanti kalau misalnya tidak ada kaitannya maka pasti bisa dikembalikan juga ke Nurhadi. Alexander mengakui, sampai kemarin memang alat bukti untuk penetapan Nurhadi sebagai tersangka belum cukup.
"Paling baru terindikasi (penerima suap), memang ada barang bukti yang di rumah pak Nurhadi yang berkaitan ke sana. Makanya dilakukan penggeledahan untuk mencari alat bukti itu berdasarkan keterangan saksi atau tersangka Edy Nasution," tegasnya.
Informasi yang berhasil diterima KORAN SINDO, KPK melalui Tim Asset Tracing sudah mulai menelusuri aset atau harta kekayaan milik Nurhadi. Tim akan membanding aset atau harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi dengan yang tercantum di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Nurhadi.
Salah satu alasan kuat yakni temuan uang sejumlah Rp1,75 miliar di rumah Nurhadi. Berdasarkan data LHKPN, Nurhadi memiliki harta kekayaan sebesar Rp33.417.646.000. LHKPN itu dilaporkan Nurhadi ke KPK pada 2014 lalu.
Harta Nurhadi terbagi atas harta tidak bergeraknya berupa tanah dan bangunan senilai Rp7.362.646.000. Aset ini tersebar di Jakarta Selatan (2), Malang (4), Kudus (5), Mojokerto (2), Kediri (2), dan Tulungagung (1).
Alat transportasi senilai Rp4.005.000.000, di antaranya Toyota Camry keluaran 2010, Mini Cooper keluaran 2010, Lexus keluaran 2010, dan Jaguar keluaran 2004.
Sementara harta bergerak yang dimiliki Nurhadi senilai Rp11.275.000.000. Penyumbang terbanyak dari harta bergerak ini yakni batu mulia yang diperoleh sejak 1998 dan memiliki nilai jual Rp8,6 miliar. Harta berupa giro dan setara kas lain sebesar Rp10.775.000.000.
(kri)