Din: Abu Sayyaf Bukan Islam, tapi Kelompok Penjahat
A
A
A
JAKARTA - Ketua Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju (PIM) Din Syamsuddin menyebut kelompok milisi Abu Sayyaf sebagai organisasi yang bukan dari Islam.
Meski selalu mendeklarasikan diri sebagai kelompok Islam, namun menurut mantan Ketua PP Muhammadiyah itu, kelompok ini pada dasarnya ada kumpulan penjahat.
"Inilah kelompok yang menyatakan dirinya Islam padahal tidak. Mereka kelompok penjahat, kriminal,” ujar Din saat menyampaikan pesan kebangsaan di Kantor CDCC, Menteng, Jakarta, Senin (25/4/2016).
Din juga mengingatkan pemerintah untuk tidak sedikit pun mengendurkan semangat menyelamatkan 14 WNI yang disandera kelompok tersebut. Begitu juga dengan permintaan uang tebusan yang diinginkan oleh Abu Sayyaf harus diabaikan.
"Jangan sekali-kali kompromi dengan kelompok ini, jika tidak mereka akan terus menerus melakukan hal yang sama,” kata Din.
Din pun berharap, pemerintah terus proaktif dalam menjalin komunikasi dengan Pemerintah Filipina. Meskipun untuk menerjunkan kekuatan militer Indonesia di sana terbentur konstitusi negara tetangga.
"Memang tersisa opsi penyelamatan secara militer dan Indonesia punya kemampuan itu. Tapi kita harus hargai konstitusi negara lain," pungkasnya.
Meski selalu mendeklarasikan diri sebagai kelompok Islam, namun menurut mantan Ketua PP Muhammadiyah itu, kelompok ini pada dasarnya ada kumpulan penjahat.
"Inilah kelompok yang menyatakan dirinya Islam padahal tidak. Mereka kelompok penjahat, kriminal,” ujar Din saat menyampaikan pesan kebangsaan di Kantor CDCC, Menteng, Jakarta, Senin (25/4/2016).
Din juga mengingatkan pemerintah untuk tidak sedikit pun mengendurkan semangat menyelamatkan 14 WNI yang disandera kelompok tersebut. Begitu juga dengan permintaan uang tebusan yang diinginkan oleh Abu Sayyaf harus diabaikan.
"Jangan sekali-kali kompromi dengan kelompok ini, jika tidak mereka akan terus menerus melakukan hal yang sama,” kata Din.
Din pun berharap, pemerintah terus proaktif dalam menjalin komunikasi dengan Pemerintah Filipina. Meskipun untuk menerjunkan kekuatan militer Indonesia di sana terbentur konstitusi negara tetangga.
"Memang tersisa opsi penyelamatan secara militer dan Indonesia punya kemampuan itu. Tapi kita harus hargai konstitusi negara lain," pungkasnya.
(kri)