KPK Buka Penyelidikan Baru Kasus Dugaan Suap di Kementerian PUPR
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka penyelidikan baru kasus dugaan suap pengurusan APBN 2016 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk proyek jalan di Provinsi Maluku, Provinsi Maluku Utara, dan wilayah lainnya.
Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak menyatakan, kasus dugaan suap dengan terdakwa Direktur Utama (Dirut) PT Windhu Tunggal Utama (WTU) Abdul Khoir (pemberi suap) dan empat tersangka penerima suap mengalami perkembangan signifikan.
Karenanya sejak beberapa waktu lalu dibuka penyelidikan baru. Karena KPK meyakini pemberi suap tidak hanya Khoir dan penerima tidak hanya empat orang. "Penyelidikan di antaranya termasuk terkait fakta persidangan Abdul Khoir," kata Yuyuk kepada Koran Sindo, Minggu 24 April 2016.
Empat penerima suap yang dimaksud yakni anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP yang kini dipecat Damayanti Wisnu Putranti, anggota Komisi V yang sudah dirotasi ke Komisi X dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto, Dessy Ariyati Edwin (ibu rumah tangga), dan Julia Prasetyarini (agen asuransi PT Allianz Insurance Life).
Yuyuk melanjutkan, penyelidik sudah memintai keterangan beberapa pihak terperiksa untuk kepentingan penyelidikan. Di antaranya, Wakil Ketua Komisi V DPR dari Fraksi PKS Yudi Widiana Adia yang dimintai keterangan pada Kamis (21/4).
Tapi Yuyuk belum mengetahui apa yang ditanya penyelidik kepada Yudi. Dia belum bisa memastikan apakah Yudi bisa ditersangkakan. "Permintaan keterangan terhadap Yudi Widiana terkait penyelidikan. Jadi masih penyelidikan yang materinya belum bisa diinformasikan," bebernya.
Dia menambahkan, demi kepentingan penyidikan nantinya akan dipanggil lagi beberapa terperiksa untuk dimintai keterangan. Tapi Yuyuk belum mengetahui siapa lagi yang bakal dipanggil berikutnya. Apakah itu dari unsur anggota/pimpinan DPRD atau pejabat Kementerian PUPR atau pihak pengusaha.
"Belum ada infonya," tandas Yuyuk.
Bila merujuk fakta persidangan Abdul Khoir yang diselidiki, maka bisa dilihat dari kesaksian Damayanti, Komisaris Utama PT Cahayamas Perkasa So Kok Seng alias Asenk alias Tan Frenky Tanaya, Direktur PT Sharleen Raya (Jeco Group) Hong Arta John Alfred, dan Jailani Paranddy selaku tenaga ahli tenaga ahli anggota DPR Komisi V Fraksi PAN sekaligus Ketua Komisi V DPR 2009- 2014 Yasti Soepredjo Mokoagow.
Empat saksi kunci ini menungkap beberapa hal. Pertama, jatah dan fee lebih dari 10 anggota dan pimpinan Komisi V. Merujuk kesaksian Damayanti, ada jatah program aspirasi dalam bentuk proyek untuk anggota sebesar Rp50 miliar, ketua kelompok fraksi (kapoksi) Rp100 miliar, dan jatah lima pimpinan.
Tapi nilai jatah untuk pimpinan Komisi V berjumlah lima orang tidak diketahui Damayanti. Peruntukan fee untuk masing-masing dipatok 6-8 persen dari total nilai proyek. Jatah proyek dialokasikan dengan menggunakan kode berdasarkan peroleh suara di parlemen. Misalnya untuk PDIP, Kode 1. Damayanti memperoleh jatah berkode 1E.
Mereka yang mendapat jatah proyek selain Damayanti di antaranya yakni, Budi Supriyanto, anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKB yang juga Ketua DPW PKB Provinsi Lampung Musa Zainudin, anggota Komisi V DPR dari Fraksi PAN yang juga Wakil Ketua Umum DPP PAN Bidang Infrastruktur Andi Taufan Tiro, dan anggota Komisi V dari Fraksi PKB Mohamad Toha.
Selanjutnya, anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP Yoseph Umar Hadi dan Sukur Nababan, anggota Komisi V dari Fraksi PAN A Bakri, dan lima pimpinan Komisi V. Empat di antaranya, Ketua Komisi V dari Fraksi Partai Gerindra Fary Djemy Francis, Wakil Ketua dari Fraksi Partai Demokrat Michael Wattimena, Yudi Widiana Adia, Wakil Ketua dari Fraksi PDIP Lasarus.
Kedua, Asenk membenarkan sudah memberikan Rp2,5 miliar kepada Yudi Widiana Adia melalui anggota DPRD Kota Bekasi dari Fraksi PKS sekaligus mantan tenaga ahli DPR Muhammad Kurniawan. Asenk juga memberikan Rp3 miliar kepada Kurniawan karena Kurniawan mengaku bisa mengamankan perkara Asenk di KPK.
Ketiga, Jailani Paranddy memastikan ada total Rp12 miliar uang suap yang diberikan Khoir kepada Andi Taufan Tiro (Rp3,9 miliar) dan Musa Zainuddin (lebih Rp7 miliar). Dari total Rp12 miliar itu, Rp1,3 miliar dijadikan jatah untuk Jailani (Rp650 juta), Henock Setiawan alias Rino (Rp500 juta), dan Quraish Luthfi selaku Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional I Maluku Utara pada BPJN IX (Rp150 juta).
Keempat, Hong Arta John Alfred memastikan ada total sekitar Rp10,6 miliar yang diberikan Alfred, Khoir, Asenk, Direktur PT Putra Papua Mandiri Henock Setiawan alias Rino, dan Charles Fransz alias Carlos kepada Kepala BPJN IX Kementerian PUPR yang membawahkan Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary untuk pengamanan proyek-proyek PUPR.
Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak menyatakan, kasus dugaan suap dengan terdakwa Direktur Utama (Dirut) PT Windhu Tunggal Utama (WTU) Abdul Khoir (pemberi suap) dan empat tersangka penerima suap mengalami perkembangan signifikan.
Karenanya sejak beberapa waktu lalu dibuka penyelidikan baru. Karena KPK meyakini pemberi suap tidak hanya Khoir dan penerima tidak hanya empat orang. "Penyelidikan di antaranya termasuk terkait fakta persidangan Abdul Khoir," kata Yuyuk kepada Koran Sindo, Minggu 24 April 2016.
Empat penerima suap yang dimaksud yakni anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP yang kini dipecat Damayanti Wisnu Putranti, anggota Komisi V yang sudah dirotasi ke Komisi X dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto, Dessy Ariyati Edwin (ibu rumah tangga), dan Julia Prasetyarini (agen asuransi PT Allianz Insurance Life).
Yuyuk melanjutkan, penyelidik sudah memintai keterangan beberapa pihak terperiksa untuk kepentingan penyelidikan. Di antaranya, Wakil Ketua Komisi V DPR dari Fraksi PKS Yudi Widiana Adia yang dimintai keterangan pada Kamis (21/4).
Tapi Yuyuk belum mengetahui apa yang ditanya penyelidik kepada Yudi. Dia belum bisa memastikan apakah Yudi bisa ditersangkakan. "Permintaan keterangan terhadap Yudi Widiana terkait penyelidikan. Jadi masih penyelidikan yang materinya belum bisa diinformasikan," bebernya.
Dia menambahkan, demi kepentingan penyidikan nantinya akan dipanggil lagi beberapa terperiksa untuk dimintai keterangan. Tapi Yuyuk belum mengetahui siapa lagi yang bakal dipanggil berikutnya. Apakah itu dari unsur anggota/pimpinan DPRD atau pejabat Kementerian PUPR atau pihak pengusaha.
"Belum ada infonya," tandas Yuyuk.
Bila merujuk fakta persidangan Abdul Khoir yang diselidiki, maka bisa dilihat dari kesaksian Damayanti, Komisaris Utama PT Cahayamas Perkasa So Kok Seng alias Asenk alias Tan Frenky Tanaya, Direktur PT Sharleen Raya (Jeco Group) Hong Arta John Alfred, dan Jailani Paranddy selaku tenaga ahli tenaga ahli anggota DPR Komisi V Fraksi PAN sekaligus Ketua Komisi V DPR 2009- 2014 Yasti Soepredjo Mokoagow.
Empat saksi kunci ini menungkap beberapa hal. Pertama, jatah dan fee lebih dari 10 anggota dan pimpinan Komisi V. Merujuk kesaksian Damayanti, ada jatah program aspirasi dalam bentuk proyek untuk anggota sebesar Rp50 miliar, ketua kelompok fraksi (kapoksi) Rp100 miliar, dan jatah lima pimpinan.
Tapi nilai jatah untuk pimpinan Komisi V berjumlah lima orang tidak diketahui Damayanti. Peruntukan fee untuk masing-masing dipatok 6-8 persen dari total nilai proyek. Jatah proyek dialokasikan dengan menggunakan kode berdasarkan peroleh suara di parlemen. Misalnya untuk PDIP, Kode 1. Damayanti memperoleh jatah berkode 1E.
Mereka yang mendapat jatah proyek selain Damayanti di antaranya yakni, Budi Supriyanto, anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKB yang juga Ketua DPW PKB Provinsi Lampung Musa Zainudin, anggota Komisi V DPR dari Fraksi PAN yang juga Wakil Ketua Umum DPP PAN Bidang Infrastruktur Andi Taufan Tiro, dan anggota Komisi V dari Fraksi PKB Mohamad Toha.
Selanjutnya, anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP Yoseph Umar Hadi dan Sukur Nababan, anggota Komisi V dari Fraksi PAN A Bakri, dan lima pimpinan Komisi V. Empat di antaranya, Ketua Komisi V dari Fraksi Partai Gerindra Fary Djemy Francis, Wakil Ketua dari Fraksi Partai Demokrat Michael Wattimena, Yudi Widiana Adia, Wakil Ketua dari Fraksi PDIP Lasarus.
Kedua, Asenk membenarkan sudah memberikan Rp2,5 miliar kepada Yudi Widiana Adia melalui anggota DPRD Kota Bekasi dari Fraksi PKS sekaligus mantan tenaga ahli DPR Muhammad Kurniawan. Asenk juga memberikan Rp3 miliar kepada Kurniawan karena Kurniawan mengaku bisa mengamankan perkara Asenk di KPK.
Ketiga, Jailani Paranddy memastikan ada total Rp12 miliar uang suap yang diberikan Khoir kepada Andi Taufan Tiro (Rp3,9 miliar) dan Musa Zainuddin (lebih Rp7 miliar). Dari total Rp12 miliar itu, Rp1,3 miliar dijadikan jatah untuk Jailani (Rp650 juta), Henock Setiawan alias Rino (Rp500 juta), dan Quraish Luthfi selaku Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional I Maluku Utara pada BPJN IX (Rp150 juta).
Keempat, Hong Arta John Alfred memastikan ada total sekitar Rp10,6 miliar yang diberikan Alfred, Khoir, Asenk, Direktur PT Putra Papua Mandiri Henock Setiawan alias Rino, dan Charles Fransz alias Carlos kepada Kepala BPJN IX Kementerian PUPR yang membawahkan Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary untuk pengamanan proyek-proyek PUPR.
(maf)