Intip Data Nasabah Bank

Selasa, 05 April 2016 - 09:31 WIB
Intip Data Nasabah Bank
Intip Data Nasabah Bank
A A A
PEMEGANG kartu kredit di Indonesia dikejutkan peraturan pemerintah yang membolehkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengintip data setiap transaksi. Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 39/PMK.03/2016 tentang rincian jenis data dan informasi serta tata cara penyampaian data dan informasi berkaitan perpajakan, mewajibkan perbankan atau penerbit kartu kredit untuk melaporkan setiap data transaksi kepada Ditjen Pajak.

Pelaporan transaksi pemegang kartu kredit oleh pihak perbankan paling lambat 31 Mei mendatang, baik secara online maupun langsung. Selanjutnya data transaksi wajib diserahkan setiap bulan pada akhir bulan berikutnya. PMK ini memang sebuah kebijakan kejutan sebab sejak dinyatakan berlaku 22 Maret lalu, belum pernah kedengaran penjelasan dari pemerintah.

Menarik kembali PMK yang sudah diberlakukan itu peluangnya sangat kecil. Ironisnya, perdebatan justru mengemuka setelah menjadi aturan menyangkut data pemegang kartu kredit apakah masuk dalam kategori rahasia perbankan atau tidak. Selain itu, PMK tersebut juga sepertinya membenarkan dugaan publik selama ini bahwa pemerintah sedang kalap mengumpulkan dana pembangunan melalui pajak sehingga semua aktivitas masyarakat dimonitor secara ketat termasuk transaksi kartu kredit.

Barangkali tidak akan menjadi pertanyaan seandainya Ditjen Pajak sudah melakukan perburuan pajak pada wajib pajak besar seperti perusahaan, namun hasilnya masih minim. Sebelumnya pihak Ditjen Pajak mengakui terdapat sekitar 2.000 perusahaan asing yang belum melaksanakan kewajiban membayar pajak.

Ditjen Pajak dalam memburu pembayar pajak dengan mengintip transaksi kartu kredit berpayung pada Undang-undang (UU) Perbankan. Sebagaimana ditegaskan Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak, Mekar Satria Utama, berdasarkan UU Perbankan, data yang masuk kategori rahasia adalah data simpanan nasabah, sementara data transaksi kartu kredit tidak masuk wilayah rahasia.

Dalam pembahasan PMK itu, Mekar Satria mengklaim pihaknya sudah mendapat lampu hijau dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengklarifikasi bahwa data transaksi kartu kredit tidak masuk dalam kerahasiaan bank. Kabarnya, pembahasan PMK selama satu setengah tahun itu, selain berkoordinasi dengan OJK, juga melibatkan penerbit kartu kredit. Sayangnya, ketika rampung langsung diberlakukan tanpa sosialisasi yang memadai kepada publik.

Yang lebih aneh lagi, pihak bankir tidak dilibatkan dalam pembuatan PMK tersebut. Dengar saja pengakuan Direktur Utama Bank BRI Asmawi Syam yang merasa kaget dengan penerbitan aturan yang mewajibkan pihak perbankan melaporkan data transaksi kartu kredit kepada Ditjen Pajak.

Samar-samar, petinggi bank pelat merah itu mengakui pernah mendengar rencana tersebut, namun tak membayangkan aturan yang kini mengundang polemik tidak secepat itu diterbitkan. Apalagi seperti diakui Asmawi Syam belum pernah ada koordinasi khusus tentang pelaporan transaksi kartu kredit ke Ditjen Pajak dengan OJK, Bank Indonesia (BI), dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Sepenting apakah data transaksi kartu kredit bagi Ditjen Pajak? Rupanya data itu akan menjadi pendukung untuk pemeriksaan wajib pajak melalui surat pemberitahuan (SPT) tahunan. Dengan data transaksi kartu kredit itu, instansi pemungut pajak bisa memonitor kemampuan ekonomi wajib pajak.

Sebagai contoh, rata-rata transaksi sebesar Rp10 juta per bulan atau Rp120 juta setahun. Dengan demikian, pendapatan yang tertulis di SPT setidaknya minimal Rp120 juta per tahun. Nah, seandainya pendapatan yang dilaporkan hanya sebesar Rp60 juta, wajib pajak ini akan diteliti dan diperiksa. Mengapa angka antara transaksi kartu kredit dan SPT tahunan tidak sinkron.

Walau penggunaan data transaksi kartu kredit cuma pendukung, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memandang pemakaian data itu tetap tak boleh tanpa sepengetahuan pemilik meski dengan dalih kepentingan pajak. Lain ceritanya seandainya Ditjen Pajak sudah ada kesepakatan antara pemegang kartu kredit dan penerbit kartu kredit bahwa data tersebut digunakan kepentingan perpajakan. Apa pun namanya, setiap aturan yang menyangkut akses informasi nasabah perbankan tetap harus dilakukan dengan hati-hati meski itu atas nama kepentingan lebih besar.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0748 seconds (0.1#10.140)