Luhut Sebut Perusahaan Bersedia Bayar Tebusan 10 WNI yang Disandera
A
A
A
JAKARTA - Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan mengklaim, perusahaan asal kerja 10 warga negara Indonesia (WNI) yang jadi korban penyanderaan bersedia membayar uang tebusan sebesar 50 juta peso yang diminta kelompok milisi Abu Sayyaf.
Pembayaran uang tebusan itu sebagai bagian dari opsi untuk membebaskan para sandera. Namun, Luhut enggan membeberkan berapa kesanggupan perusahaan itu membayar.
"Iya siap (bayar tebusan)," kata Luhut usai Rapat Koordinasi terbatas di kantornya, Jakarta, Senin (4/4/2016).
Meski begitu, pemerintah mengaku terus mempertimbangkan opsi lain untuk membebaskan 10 WNI yang sudah dua pekan ditawan kelompok Abu Sayyaf itu. Luhut memilih tak membeberkan opsi dari pemerintah tersebut.
"Opsinya sudah ada. Tak perlu saya sebutkan," ujarnya.
Sementara itu, Luhut menghargai keputusan Filipina yang menolak militer Indonesia untuk turun tangan dalam upaya pembebasan WNI itu. Sebab, hal itu telah diatur dalam konstitusi negara Filipina yang harus dihormati oleh Indonesia.
"Konstitusi mereka begitu dan kita juga paham itu. Yang paling mungkin nanti bisa kita lakukan kita mungkin memberikan asistensi dari perwira pasukan khusus kita," tuturnya.
Seperti diketahui, Kelompok Abu Sayyaf meminta tebusan 50 juta peso kepada RI untuk membebaskan 10 WNI. Kelompok garis keras ini awalnya memberi batas waktu pada 2 April, namun diundur sampai 8 April 2016 mendatang.
Pembayaran uang tebusan itu sebagai bagian dari opsi untuk membebaskan para sandera. Namun, Luhut enggan membeberkan berapa kesanggupan perusahaan itu membayar.
"Iya siap (bayar tebusan)," kata Luhut usai Rapat Koordinasi terbatas di kantornya, Jakarta, Senin (4/4/2016).
Meski begitu, pemerintah mengaku terus mempertimbangkan opsi lain untuk membebaskan 10 WNI yang sudah dua pekan ditawan kelompok Abu Sayyaf itu. Luhut memilih tak membeberkan opsi dari pemerintah tersebut.
"Opsinya sudah ada. Tak perlu saya sebutkan," ujarnya.
Sementara itu, Luhut menghargai keputusan Filipina yang menolak militer Indonesia untuk turun tangan dalam upaya pembebasan WNI itu. Sebab, hal itu telah diatur dalam konstitusi negara Filipina yang harus dihormati oleh Indonesia.
"Konstitusi mereka begitu dan kita juga paham itu. Yang paling mungkin nanti bisa kita lakukan kita mungkin memberikan asistensi dari perwira pasukan khusus kita," tuturnya.
Seperti diketahui, Kelompok Abu Sayyaf meminta tebusan 50 juta peso kepada RI untuk membebaskan 10 WNI. Kelompok garis keras ini awalnya memberi batas waktu pada 2 April, namun diundur sampai 8 April 2016 mendatang.
(kri)