Ketua DPR Diminta Tak Anggap Remeh LHKPN
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Politik IndoStrategi Pangi Syarwi Chaniago mengingatkan para pejabat negara baik di level eksekutif, legislatif dan yudikatif agar memiliki kesadaran untuk menyetor Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Pernyataan Pangi merupakan kritik bagi Ketua DPR Ade Komarudin yang baru melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) tahunan pada Senin 28 Maret 2016. Meski sudah melaporkan SPT, namun Ade belum juga memperbaharui LHKPN sejak menjabat sebagai Ketua DPR.
Pangi mengatakan, sebagai Ketua DPR seyogianya Ade tidak menganggap remeh LHKPN. Dia khawatir, publik bisa salah menilai bahwa SPT pajak yang diisi oleh Ade sengaja dibesar-besarkan dan mengalihkan perkara LHKPN yang belum dilaporkan ke KPK selama lebih dari lima tahun.
"Akom harus memberikan contoh tauladan yang bagus. Apalagi Akom adalah simbol DPR yang menjadi wakil rakyat di parlemen. Bagaimana anggota DPR lain mau segera melaporkan harta kekayaannya kepada KPK sementara pimpinannya tidak memberikan contoh yang baik terhadap anggota," kata Pangi saat dikonfirmasi, Selasa (29/3/2016).
Meski tidak ada sanksi yang tegas dan keras terkait laporan LHKPN ke KPK, namun pejabat ataupun elite negeri ini dinilai patut mentradisikan nilai baik ini. Karenanya, Pangi mendorong upaya membuat regulasi bagi pihak yang tidak melaporkan LHKPN kepada KPK.
"Inilah kebiasaan tabiat ganjil elite atau pejabat, ia patuh dan bekerja apabila ada sanksi tegas artinya sudah terbiasa dengan sanksi, belum muncul kesadaran yang kemudian menjadi habit hidup untuk tertib dan teratur dengan produk regulasi selama ini," kata Pangi.
Ketidakpatuhan penyelenggara negara dalam penyerahan LHKPN juga dinilai sebagai bukti ketidaksiapan mereka dengan agenda revolusi mental yang digaungkan pemerintahan Jokowi-JK. Bahkan, Pangi menyebut mereka tidak mendukung agenda Jokowi.
"Penyelenggara negara harus punya kesadaran politik untuk menyerahkan LHKPN kepada KPK dalam mentradisikan good governance dan pemerintahan bersih. Jangan sampai hanya karena tidak ada sanksi jika tidak menyerahkan LHKPN, maka mereka tidak melaporkannya," ucap Pangi.
Pernyataan Pangi merupakan kritik bagi Ketua DPR Ade Komarudin yang baru melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) tahunan pada Senin 28 Maret 2016. Meski sudah melaporkan SPT, namun Ade belum juga memperbaharui LHKPN sejak menjabat sebagai Ketua DPR.
Pangi mengatakan, sebagai Ketua DPR seyogianya Ade tidak menganggap remeh LHKPN. Dia khawatir, publik bisa salah menilai bahwa SPT pajak yang diisi oleh Ade sengaja dibesar-besarkan dan mengalihkan perkara LHKPN yang belum dilaporkan ke KPK selama lebih dari lima tahun.
"Akom harus memberikan contoh tauladan yang bagus. Apalagi Akom adalah simbol DPR yang menjadi wakil rakyat di parlemen. Bagaimana anggota DPR lain mau segera melaporkan harta kekayaannya kepada KPK sementara pimpinannya tidak memberikan contoh yang baik terhadap anggota," kata Pangi saat dikonfirmasi, Selasa (29/3/2016).
Meski tidak ada sanksi yang tegas dan keras terkait laporan LHKPN ke KPK, namun pejabat ataupun elite negeri ini dinilai patut mentradisikan nilai baik ini. Karenanya, Pangi mendorong upaya membuat regulasi bagi pihak yang tidak melaporkan LHKPN kepada KPK.
"Inilah kebiasaan tabiat ganjil elite atau pejabat, ia patuh dan bekerja apabila ada sanksi tegas artinya sudah terbiasa dengan sanksi, belum muncul kesadaran yang kemudian menjadi habit hidup untuk tertib dan teratur dengan produk regulasi selama ini," kata Pangi.
Ketidakpatuhan penyelenggara negara dalam penyerahan LHKPN juga dinilai sebagai bukti ketidaksiapan mereka dengan agenda revolusi mental yang digaungkan pemerintahan Jokowi-JK. Bahkan, Pangi menyebut mereka tidak mendukung agenda Jokowi.
"Penyelenggara negara harus punya kesadaran politik untuk menyerahkan LHKPN kepada KPK dalam mentradisikan good governance dan pemerintahan bersih. Jangan sampai hanya karena tidak ada sanksi jika tidak menyerahkan LHKPN, maka mereka tidak melaporkannya," ucap Pangi.
(kri)