PKB Sarankan Anggaran Perpustakaan DPR Dialihkan ke Desa
Selasa, 29 Maret 2016 - 18:26 WIB

PKB Sarankan Anggaran Perpustakaan DPR Dialihkan ke Desa
A
A
A
JAKARTA - Wacana proyek pembangunan perpustakaan umum parlemen juga mendapat penolakan dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). PKB menyarankan agar anggaran proyek perpustakaan umum parlemen itu dialihkan untuk pembangunan perpustakaan di tiap desa, atau untuk memperbesar perpustakaan tiap perguruan tinggi.
"Jadi, anggaran itu tidak perlu dibikin di Kompleks DPR, tapi cukup dibagikan ke universitas atau perpustakaan di desa dan pondok pesantren," ujar Anggota DPR dari Fraksi PKB Maman Imanulhaq saat dihubungi wartawan, Selasa (29/3/2016).
Kendati demikian, dia mengapresiasi niatan pemimpin DPR atas rencana pembangunan perpustakaan terbesar se-Asia Tenggara itu. "Intinya gagasan perpustakaan bagus, tapi anggarannya sebaiknya diberikan pada pesantren, kampus, dan masyarakat di desa," tutur anggota Komisi VIII ini.
Dewan Syuro PKB ini juga berpendapat, daripada perpustakaan terbesar se-Asia Tenggara, pembangunan museum sejarah DPR lebih mendesak.
"Saya lihat ada beberapa barang yang berharga, foto-foto peristiwa dari tokoh yang dibiarkan terbengkalai, daripada perpustakaan lebih baik bikin museum yang tidak terlalu mahal tapi bisa menjadi dokumentasi sejarah," ungkapnya.
Maman juga tak mempermasalahkan adanya kritikan terhadap rencana pembangunan perpustakaan tersebut. "Publik harus terus bersuara dengan kritis, tapi publik juga harus memahami juga ada keperluan dari beberapa gedung yang diharapkan untuk DPR," pungkasnya.
Diketahui, wacana pembangunan perpustakaan umum parlemen kembali muncul ketika sejumlah kalangan menemui Ketua DPR Ade Komarudin pada Selasa 22 Maret 2016.
Sejumlah kalangan itu adalah Pendiri Freedom Institute Rizal Mallarangeng yang datang ke Gedung DPR bersama Ilmuwan Sosial Ignas Kleden, Politikus Partai Demokrat Ulil Abshar Abdalla, Novelis sekaligus Budayawan Ayu Utami.
Hadir pula Aktivis Sosial Budaya Nong Darol Mahmda, Penggiat Budaya atau Pionir Pustaka Pedesaan Nirwan Arsuka, serta Dosen Universitas Paramadina Lutfhi Assyaukanie. Mereka mengusulkan agar perpustakaan itu menjadi terbesar se-Asia Tenggara.
"Jadi, anggaran itu tidak perlu dibikin di Kompleks DPR, tapi cukup dibagikan ke universitas atau perpustakaan di desa dan pondok pesantren," ujar Anggota DPR dari Fraksi PKB Maman Imanulhaq saat dihubungi wartawan, Selasa (29/3/2016).
Kendati demikian, dia mengapresiasi niatan pemimpin DPR atas rencana pembangunan perpustakaan terbesar se-Asia Tenggara itu. "Intinya gagasan perpustakaan bagus, tapi anggarannya sebaiknya diberikan pada pesantren, kampus, dan masyarakat di desa," tutur anggota Komisi VIII ini.
Dewan Syuro PKB ini juga berpendapat, daripada perpustakaan terbesar se-Asia Tenggara, pembangunan museum sejarah DPR lebih mendesak.
"Saya lihat ada beberapa barang yang berharga, foto-foto peristiwa dari tokoh yang dibiarkan terbengkalai, daripada perpustakaan lebih baik bikin museum yang tidak terlalu mahal tapi bisa menjadi dokumentasi sejarah," ungkapnya.
Maman juga tak mempermasalahkan adanya kritikan terhadap rencana pembangunan perpustakaan tersebut. "Publik harus terus bersuara dengan kritis, tapi publik juga harus memahami juga ada keperluan dari beberapa gedung yang diharapkan untuk DPR," pungkasnya.
Diketahui, wacana pembangunan perpustakaan umum parlemen kembali muncul ketika sejumlah kalangan menemui Ketua DPR Ade Komarudin pada Selasa 22 Maret 2016.
Sejumlah kalangan itu adalah Pendiri Freedom Institute Rizal Mallarangeng yang datang ke Gedung DPR bersama Ilmuwan Sosial Ignas Kleden, Politikus Partai Demokrat Ulil Abshar Abdalla, Novelis sekaligus Budayawan Ayu Utami.
Hadir pula Aktivis Sosial Budaya Nong Darol Mahmda, Penggiat Budaya atau Pionir Pustaka Pedesaan Nirwan Arsuka, serta Dosen Universitas Paramadina Lutfhi Assyaukanie. Mereka mengusulkan agar perpustakaan itu menjadi terbesar se-Asia Tenggara.
(kri)