DPR Desak Pemerintah Tertibkan Tayangan LGBT

Senin, 07 Maret 2016 - 09:42 WIB
DPR Desak Pemerintah Tertibkan Tayangan LGBT
DPR Desak Pemerintah Tertibkan Tayangan LGBT
A A A
YOGYAKARTA - Penayangan acara di televisi dan radio yang menampilkan perilaku Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT), mendapat sorotan dari kalangan dewan. Apalagi perilaku itu bertentangan dengan adat dan budaya Indonesia.

Anggota Komisi I DPR, Sukamta mendesak pemerintah agar menindaklanjuti penayangan (LGBT) di radio dan televisi. "Ini amanah konstitusi, bahwa penyiaran harus mengandung konten yang sehat dan mendidik," kata Sukamta di Yogyakarta, Senin (7/3/2016).

Sukamta menjelaskan, dalam Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Pasal 4 disebutkan penyiaran memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial.

Karenanya pada Pasal 5 disebutkan bahwa penyiaran diarahkan untuk menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

"Menampilkan tayangan-tayangan yang bernuansa perilaku LGBT menurut saya tidak sejalan dengan fungsi dan arah penyiaran tersebut," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Sukamta meminta KPI harus lebih kerja keras lagi untuk mengawasi. Mereka bisa berkoordinasi dengan Kominfo dalam pengawasan. Sebab,menurutnya penyiaran soal LGBT ini sudah cukup meresahkan banyak kalangan.

Sukamta menjelaskan secara teknis, misal mengenai beberapa kebudayaan yang seolah menampilkan nuansa perilaku LGBT di dunia penyiaran, bisa difilter kontennya oleh KPI.

Contohnya, kesenian Ludruk yang pemainnya laki-laki semua dan jika ada karakter perempuan yang dimainkan di situ maka pemain prialah yang berperan sebagai karakter perempuan tadi. Juga budaya Reog Ponorogo, Bugis yang mengenal lima gender, cerita warok dan gembal dalam Serat Centini.

Tapi harus gunakan akal sehat dan hati nurani dalam mencermati ini. Cerita rakyat, yang merupakan bagian budaya, seperti Malin Kundang yang durhaka kepada ibunya atau legenda Sangkuriang yang menikahi ibunya, tidak lantas dijadikan contoh perbuatannya.

"Kita dituntut untuk bisa memilah mana budaya yang bisa dijadikan inspirasi dan mana yang tidak," ungkapnya.

Patokannya, apakah budaya tersebut bertentangan dengan Pancasila sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa ? Sabung ayam, judi, mabuk yang mungkin juga menjadi budaya dari sebagian etnis kita, tidak lantas kita anggap itu sebagai budaya nasional yang patut dicontoh.

"Sekali lagi kita dituntut untuk bisa memfilter budaya dengan Pancasila tadi. Dan Undang-undang Penyiaran sendiri menekankan bahwa penyiaran memiliki fungsi serta arah untuk memajukan kebudayaan nasional, tapi juga ditujukan untuk terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa. Jadi jangan dipertentangkan," tutupnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6363 seconds (0.1#10.140)