Pembiayaan Olahraga

Rabu, 24 Februari 2016 - 10:26 WIB
Pembiayaan Olahraga
Pembiayaan Olahraga
A A A
PEMBIAYAAN atlet Indonesia kembali menjadi buah bibir setelah Rio Haryanto resmi masuk jajaran pembalap F1 musim 2016 bersama tim Manor Racing. Uang yang harus digelontorkan untuk ikut ajang balapan mobil paling populer di bumi ini memang tak sedikit, Rio harus menyetorkan dana sekitar 15 juta euro atau sekitar Rp225 miliar. PT Pertamina sebagai perusahaan pelat merah menjadi penopang dana sekitar 5 juta euro. Tentu nilai itu baru sepertiganya dan pemerintah menjanjikan sekitar Rp100 miliar atau sekitar 6,5 juta euro. Gabungan dana dari PT Pertamina dan pemerintah pun masih kurang sehingga nyaris Rio gagal ikut balapan di F1.

Soal pembiayaan terhadap Rio pun masih menjadi polemik. Bahkan gelontoran dana dari PT Pertamina sekitar 5 juta euro pun menuai pro­kontra. Pihak yang kontra melihat dana tersebut sangat besar untuk pembiayaan olahraga. Namun PT Pertamina punya jawaban karena kemitraan dengan Rio bukan baru kemarin, tetapi sudah berlangsung beberapa tahun.

Begitu pula rencana pemerintah menggunakan dana Rp100 miliar yang diambil dari APBN. Pemberian tersebut dianggap tidak adil karena masih banyak cabang olahraga di Indonesia yang membutuhkan pembiayaan. Apalagi dana tersebut seolah hanya digunakan satu atlet seorang. Bandingkan bila dana tersebut untuk organisasi olahraga lain seperti bulu tangkis atau sepak bola.

Polemik soal pembiayaan olahraga yang terjadi saat ini bisa saja tidak terjadi jika melihat era 1980­-1990. Saat itu ada dana sosial olahraga yang dihimpun pemerintah dari masyarakat. Saat itu olahraga begitu gampang mendapatkan pembiayaan dan beberapa cabang olahraga seperti bulu tangkis dan sepak bola cukup berprestasi. Kenapa berprestasi, karena memang dana berlimpah sehingga proses pencarian dana tidak mengandung kepentingan individu atau kelompok di luar olahraga. Namun karena bernuansa judi, pengumpulan dana dari masyarakat tersebut ditutup dan pemerintah menggunakan metode lain untuk pembiayaan. Selain dari dana APBN dan pihak swasta, ada juga donasi dari perseorangan yang peduli olahraga.

Lalu akankah tanpa penghimpunan dana dari masyarakat sebagaimana era 1980­-1990 olahraga Tanah Air jadi mandek mengingat dana APBN tak sebesar yang diharapkan? Tentu tidak. Sebenarnya masih banyak cara menggali dana untuk pembiayaan olahraga di Tanah Air. Salah satu yang masuk akal adalah melalui pihak swasta dan konsep ini diyakini sudah ada di benak pemerintah atau pihak­-pihak yang peduli dengan olahraga. Atau bahkan cara ini sebenarnya sudah dilakukan, tetapi pada tataran implementasi belum maksimal karena beberapa hambatan yang kita buat sendiri.

Untuk kasus Rio misalnya, kita masih bersyukur PT Pertamina yang tetap konsisten membiayai. Namun bagaimana dengan cabang olahraga lain seperti bola basket, bola voli, bulu tangkis, sepak bola, tinju, atau cabang atletik? Semestinya peran perusahaan swasta lebih ditingkatkan, terutama di cabang­-cabang yang mempunyai potensi untuk meraih prestasi di tingkat internasional. Bulu tangkis sudah ada sponsor baik dari perusahaan Indonesia maupun luar negeri, sedangkan untuk sepak bola, perusahaan-perusahaan masih ”takut” karena iklimnya kurang menguntungkan buat mereka.

Namun dibutuhkan peran pemerintah sebagi fasilitator atau jembatan antara pihak swasta dengan cabang olahraga. Pemerintah harus berani mendatangi perusahaan-perusahaan atau bahkan memaksa mereka untuk ikut membiayai olahraga di Indonesia. Jika perusahaan itu mau memberikan pembiayaan olahraga, pemerintah juga harus memberikan kemudahan bisnis kepada perusahaan swasta tersebut. Contohnya sepak bola. Sudah banyak kompetisi usia muda yang dibiayai perusahaan swasta, tetapi terkesan ”liar” karena tanpa supervisi dari induk olahraga dan sedikit sekali peran pemerintah.

Jika perusahaan­-perusahaan swasta itu ”dirangkul” pemerintah, diyakini pemerintah tidak banyak mengeluarkan ongkos pembiayaan atlet­-atlet muda. Bisa juga dengan BUMN-BUMN yang tiap tahun mengaku membukukan dana triliunan rupiah. Tentu mereka bisa menjadi sponsor salah satu cabang olahraga di Tanah Air. Jika ini lancar dilakukan, pembiayaan olahraga tidak akan menjadi polemik.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0759 seconds (0.1#10.140)