Antisipasi Bencana
A
A
A
HUJAN deras disertai angin kencang dalam beberapa hari terakhir mengakibatkan banjir di beberapa wilayah di Tanah Air seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat, dan Riau. Terbaru, hujan deras seharian kemarin juga telah menggenangi sejumlah tempat di Ibu Kota. Bahkan, jalan tol di Jakarta-Cikampek Kilometer 37 juga terkena banjir.
Genangan air di jalan penghubung utama masuk dan keluar Jakarta itu sangat mengganggu pengguna kendaraan. Luapan air akibat hujan juga menggenangi kilometer 34 di Cikarang dan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR). Atap pintu tol Cikunir juga roboh akibat hujan disertai angin kencang kemarin.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi hujan lebat akan terjadi sepekan ke depan di wilayah Jabodetabek. BMKG mengimbau masyarakat agar waspada karena di wilayah Jabodetabek masih banyak titik-titik yang rawan banjir. Jika hujan deras mengguyur selama lebih dari dua jam, dipastikan titik-titik rawan genangan akan membuat kemacetan parah. Yang paling mengkhawatirkan jika hujan lebat terus-menerus tanpa henti selama tiga hari. DKI Jakarta yang dianggap relatif aman dari banjir sekalipun diimbau senantiasa waspada dan jujur dalam belajar dan bekerja.
Selain wilayah Jabodetabek, hujan lebat juga berpotensi turun di Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Bali, NTB, Kaltim & Kalteng, Banten, Lampung, Papua, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Karena tingginya curah hujan, masyarakat yang tinggal dekat wilayah pegunungan atau dataran tinggi di sejumlah provinsi itu untuk semakin meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi banjir bandang dan tanah longsor.
Peringatan kewaspadaan terhadap cuaca ekstrem ini tentu juga ditujukan kepada pemerintah pusat dan daerah beserta jajarannya agar lebih menyiapkan diri menghadapi banjir dan tanah longsor. Kita berharap dan berdoa agar cuaca ekstrem berupa hujan lebat yang panjang tidak menimbulkan banjir maupun tanah longsor.
Sembari berharap kepada Tuhan Yang Maha Esa, pemerintah dan lembaga penanggulangan bencana pun harus mengantisipasi semua kemungkinan. Terutama dalam penyelamatan korban bencana baik fisik maupun mental. Penyaluran bantuan berupa makanan, pakaian dan obatobatan dan kebutuhan dasar lain sering kali mengalami hambatan karena terpencilnya lokasi kejadian.
Penanganan bencana banjir dan tanah longsor atau bentuk bencana lain harus dilakukan secara sistematis dan antisipatif. Bukan reaktif dan sporadis. Yang justru terlihat, pemegang otoritas belum melakukan pencegahan dan penanganan bencana secara maksimal dan sistematis. Ini terlihat dari lambannya penyaluran bantuan pangan, obat-obatan maupun pakaian serta penanganan para pengungsi di beberapa wilayah. Tidak sedikit warga yang mengungsi dibiarkan terlalu lama dalam kegalauan dan dalam ancaman penyakit.
Penanganan korban bencana juga tidak boleh dilakukan berdasarkan motif pencitraan politik untuk meraih simpati dan dukungan masyarakat. Karena menolong sesama dengan pamrih tertentu bukanlah penanganan yang sistematis dan antisipatif, tapi lebih ke pendekatan sporadis, reaktif dan transaksional. Karena itu, penanganan bencana harus mendapat perhatian khusus. Sebelumnya ada suarasuara yang mengusulkan agar Presiden menunjuk menteri khusus penanggulangan bencana. Di Indonesia yang secara geografis masuk wilayah cincin api, bencana menjadi bagian akrab dalam kamus kehidupan masyarakat.
Musim penghujan adalah penanda alam yang sangat jelas bagi kita untuk mengantisipasi keadaan. Demikian pula musim kemarau. Hendaknya masyarakat sadar sejak awal untuk menghemat bahan-bahan pokok dan air. Pemerintah juga harus secara resmi menggandeng berbagai pihak untuk menutupi lobang-lobang penanganan bencana yang menganga.
Genangan air di jalan penghubung utama masuk dan keluar Jakarta itu sangat mengganggu pengguna kendaraan. Luapan air akibat hujan juga menggenangi kilometer 34 di Cikarang dan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR). Atap pintu tol Cikunir juga roboh akibat hujan disertai angin kencang kemarin.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi hujan lebat akan terjadi sepekan ke depan di wilayah Jabodetabek. BMKG mengimbau masyarakat agar waspada karena di wilayah Jabodetabek masih banyak titik-titik yang rawan banjir. Jika hujan deras mengguyur selama lebih dari dua jam, dipastikan titik-titik rawan genangan akan membuat kemacetan parah. Yang paling mengkhawatirkan jika hujan lebat terus-menerus tanpa henti selama tiga hari. DKI Jakarta yang dianggap relatif aman dari banjir sekalipun diimbau senantiasa waspada dan jujur dalam belajar dan bekerja.
Selain wilayah Jabodetabek, hujan lebat juga berpotensi turun di Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Bali, NTB, Kaltim & Kalteng, Banten, Lampung, Papua, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Karena tingginya curah hujan, masyarakat yang tinggal dekat wilayah pegunungan atau dataran tinggi di sejumlah provinsi itu untuk semakin meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi banjir bandang dan tanah longsor.
Peringatan kewaspadaan terhadap cuaca ekstrem ini tentu juga ditujukan kepada pemerintah pusat dan daerah beserta jajarannya agar lebih menyiapkan diri menghadapi banjir dan tanah longsor. Kita berharap dan berdoa agar cuaca ekstrem berupa hujan lebat yang panjang tidak menimbulkan banjir maupun tanah longsor.
Sembari berharap kepada Tuhan Yang Maha Esa, pemerintah dan lembaga penanggulangan bencana pun harus mengantisipasi semua kemungkinan. Terutama dalam penyelamatan korban bencana baik fisik maupun mental. Penyaluran bantuan berupa makanan, pakaian dan obatobatan dan kebutuhan dasar lain sering kali mengalami hambatan karena terpencilnya lokasi kejadian.
Penanganan bencana banjir dan tanah longsor atau bentuk bencana lain harus dilakukan secara sistematis dan antisipatif. Bukan reaktif dan sporadis. Yang justru terlihat, pemegang otoritas belum melakukan pencegahan dan penanganan bencana secara maksimal dan sistematis. Ini terlihat dari lambannya penyaluran bantuan pangan, obat-obatan maupun pakaian serta penanganan para pengungsi di beberapa wilayah. Tidak sedikit warga yang mengungsi dibiarkan terlalu lama dalam kegalauan dan dalam ancaman penyakit.
Penanganan korban bencana juga tidak boleh dilakukan berdasarkan motif pencitraan politik untuk meraih simpati dan dukungan masyarakat. Karena menolong sesama dengan pamrih tertentu bukanlah penanganan yang sistematis dan antisipatif, tapi lebih ke pendekatan sporadis, reaktif dan transaksional. Karena itu, penanganan bencana harus mendapat perhatian khusus. Sebelumnya ada suarasuara yang mengusulkan agar Presiden menunjuk menteri khusus penanggulangan bencana. Di Indonesia yang secara geografis masuk wilayah cincin api, bencana menjadi bagian akrab dalam kamus kehidupan masyarakat.
Musim penghujan adalah penanda alam yang sangat jelas bagi kita untuk mengantisipasi keadaan. Demikian pula musim kemarau. Hendaknya masyarakat sadar sejak awal untuk menghemat bahan-bahan pokok dan air. Pemerintah juga harus secara resmi menggandeng berbagai pihak untuk menutupi lobang-lobang penanganan bencana yang menganga.
(hyk)