UU Direvisi, Publik Khawatir Kewenangan KPK Dipangkas
A
A
A
JAKARTA - Hasil survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan mayoritas responden menolak rencana revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Responden menilai revisi UU tersebut akan melemahkan KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi. Menurut survei Indikator, tingkat kepercayaan publik terhadap KPK yang meningkat sekitar 79,6%.
"Dalam setahun terakhir, trust (kepercayaan) warga kepada KPK kurang lebih stabil sekitar 80-81 %," kata Direktur Riset Indikator Politik Indonesia, Hendro Prasetyo di Kantor Indikator, Cikini, Jakarta, Senin (8/2/2016). (Baca juga: Ini Risiko Jokowi jika Dukung Revisi UU KPK)
Hendro mengatakan, sekitar 22,5% warga mengikuti pemberitaan tentang revisi UU KPK, terutama kelompok laki-laki usia 26 tahun ke atas, pendidikan dan pendapatan semakin tinggi, wilayah perkotaan dan terutama Kalimantan, Jawa dan Sumatera.
"Di antara warga yang mengikuti berita tersebut, sekitar 54,4 % menilai revisi UU akan melemahkan KPK, 34,1 % menilai akan memperkuat dan 11,5% tidak bisa menilai," ujarnya.
Hendro menyebutkan, mayoritas warga menilai revisi UU akan melemahkan KPK, kecuali pada kelompok pendidikan menengah pertama, perempuan, wilayah perdesaan dan terutama dari Maluku dan Papua.
Selain itu, mayoritas warga yang mengetahui soal beberapa kewenangan KPK revisi menyatakan menolak. Mereka merasa khawatir revisi akan mengurangi kewenangan KPK.
"Tidak setuju jika kewenangan KPK melakukan penyadapan dibatasi dan juga tidak setuju jika kewenangan penuntutan oleh KPK dihapuskan," kata Hendro.
Responden survei ini sebanyak 1.550 orang yang sudah memiliki hak pilih dalam pemilihan umum, yakni berumur 17 tahun atai lebih atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Margin of error survei +/-2,5 % pada tingkat kepercayaan 95%.
Survei dilakukan dengan metode tatap muka oleh pewawancara. Satu pewawancara bertugas untuk desa/kelurahan sebanyak 10 responden dilakukan secara random.
Wawancara dilaksanakan pada 18-29 Januari 2016, dengan sumber dana dari Asian Barometer, Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Indikator Politik Indonesia.
PILIHAN:
Pakar Pidana: SMS HT Bersifat Umum, Tak Ada Ancaman
Responden menilai revisi UU tersebut akan melemahkan KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi. Menurut survei Indikator, tingkat kepercayaan publik terhadap KPK yang meningkat sekitar 79,6%.
"Dalam setahun terakhir, trust (kepercayaan) warga kepada KPK kurang lebih stabil sekitar 80-81 %," kata Direktur Riset Indikator Politik Indonesia, Hendro Prasetyo di Kantor Indikator, Cikini, Jakarta, Senin (8/2/2016). (Baca juga: Ini Risiko Jokowi jika Dukung Revisi UU KPK)
Hendro mengatakan, sekitar 22,5% warga mengikuti pemberitaan tentang revisi UU KPK, terutama kelompok laki-laki usia 26 tahun ke atas, pendidikan dan pendapatan semakin tinggi, wilayah perkotaan dan terutama Kalimantan, Jawa dan Sumatera.
"Di antara warga yang mengikuti berita tersebut, sekitar 54,4 % menilai revisi UU akan melemahkan KPK, 34,1 % menilai akan memperkuat dan 11,5% tidak bisa menilai," ujarnya.
Hendro menyebutkan, mayoritas warga menilai revisi UU akan melemahkan KPK, kecuali pada kelompok pendidikan menengah pertama, perempuan, wilayah perdesaan dan terutama dari Maluku dan Papua.
Selain itu, mayoritas warga yang mengetahui soal beberapa kewenangan KPK revisi menyatakan menolak. Mereka merasa khawatir revisi akan mengurangi kewenangan KPK.
"Tidak setuju jika kewenangan KPK melakukan penyadapan dibatasi dan juga tidak setuju jika kewenangan penuntutan oleh KPK dihapuskan," kata Hendro.
Responden survei ini sebanyak 1.550 orang yang sudah memiliki hak pilih dalam pemilihan umum, yakni berumur 17 tahun atai lebih atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Margin of error survei +/-2,5 % pada tingkat kepercayaan 95%.
Survei dilakukan dengan metode tatap muka oleh pewawancara. Satu pewawancara bertugas untuk desa/kelurahan sebanyak 10 responden dilakukan secara random.
Wawancara dilaksanakan pada 18-29 Januari 2016, dengan sumber dana dari Asian Barometer, Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Indikator Politik Indonesia.
PILIHAN:
Pakar Pidana: SMS HT Bersifat Umum, Tak Ada Ancaman
(dam)