Soal Revisi UU KPK, Pendukung Jokowi-Prabowo Kompak
A
A
A
JAKARTA - Survei Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei terkait rencana revisi Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hasilnya, jika survei dikaitkan dengan masa pemilih dalam Pemilu Presiden 2014 lalu maka baik pemilih Presiden Joko Widodo (Jokowi) maupun Prabowo Subianto sama sama menghendaki menolak revisi UU KPK.
Menurut Direktur Indikator, Hendro Prasetyo, jika pemilihan presiden digelar pada masa survei, Joko Widodo meraih dukungan paling besar sekitar 37,4%. Prabowo memperoleh 20,4%, dan tokoh-tokoh lainnya masih kurang dari 2%.
"Selebihnya masih mengambang karena belum memutuskan dukungan yakni sekitar 25,4%," kata Hendro saat rilis survei di Kantor Indikator, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (8/2/2016).
Dalam surveinya, Hendro menambahkan kendati pemilih Prabowo Subianto lebih banyak yang mengikuti berita tentang rencana revisi UU KPK dibandingkan pemilih Jokowi, namun semuanya sepakat dengan pandangan revisi UU akan memperlemah posisi KPK.
Responden, kata Hendro juga sepakat menolak pengurangan wewenang KPK untuk menyadap dan melakukan penuntutan.
"Oleh karena itu, dalam menyikapi rencana revisi UU KPK, pengikut Jokowi dan Prabowo memiliki sikap yang sama, menolak," tuturnya. (Baca juga: Ini Risiko Jokowi jika Dukung Revisi UU KPK)
Dalam survei ini, Indikator menetapkan populasi survei warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih dalam pemilihan umum, sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan dengan jumlah sampel sebanyak 1.550 responden. Margin of error survei +/-2,5 % pada tingkat kepercayaan 95%.
Survei dilakukan melalui tatap muka oleh pewawancara. Satu pewawancara bertugas untuk desa/keluarahan yang terdiri hanya dari 10 responden, dan dilakukan secara random sebesar 20%.
Waktu wawancara lapangan dimulai dari 18-29 Januari 2016, dengan sumber dana dari Asian Barometer, Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Indikator Politik Indonesia.
PILIHAN:
Pakar Pidana: SMS HT Bersifat Umum, Tak Ada Ancaman
Hasilnya, jika survei dikaitkan dengan masa pemilih dalam Pemilu Presiden 2014 lalu maka baik pemilih Presiden Joko Widodo (Jokowi) maupun Prabowo Subianto sama sama menghendaki menolak revisi UU KPK.
Menurut Direktur Indikator, Hendro Prasetyo, jika pemilihan presiden digelar pada masa survei, Joko Widodo meraih dukungan paling besar sekitar 37,4%. Prabowo memperoleh 20,4%, dan tokoh-tokoh lainnya masih kurang dari 2%.
"Selebihnya masih mengambang karena belum memutuskan dukungan yakni sekitar 25,4%," kata Hendro saat rilis survei di Kantor Indikator, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (8/2/2016).
Dalam surveinya, Hendro menambahkan kendati pemilih Prabowo Subianto lebih banyak yang mengikuti berita tentang rencana revisi UU KPK dibandingkan pemilih Jokowi, namun semuanya sepakat dengan pandangan revisi UU akan memperlemah posisi KPK.
Responden, kata Hendro juga sepakat menolak pengurangan wewenang KPK untuk menyadap dan melakukan penuntutan.
"Oleh karena itu, dalam menyikapi rencana revisi UU KPK, pengikut Jokowi dan Prabowo memiliki sikap yang sama, menolak," tuturnya. (Baca juga: Ini Risiko Jokowi jika Dukung Revisi UU KPK)
Dalam survei ini, Indikator menetapkan populasi survei warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih dalam pemilihan umum, sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan dengan jumlah sampel sebanyak 1.550 responden. Margin of error survei +/-2,5 % pada tingkat kepercayaan 95%.
Survei dilakukan melalui tatap muka oleh pewawancara. Satu pewawancara bertugas untuk desa/keluarahan yang terdiri hanya dari 10 responden, dan dilakukan secara random sebesar 20%.
Waktu wawancara lapangan dimulai dari 18-29 Januari 2016, dengan sumber dana dari Asian Barometer, Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Indikator Politik Indonesia.
PILIHAN:
Pakar Pidana: SMS HT Bersifat Umum, Tak Ada Ancaman
(dam)