Jaksa Yulianto Tabrak Asas Praduga Tak Bersalah

Selasa, 02 Februari 2016 - 12:20 WIB
Jaksa Yulianto Tabrak Asas Praduga Tak Bersalah
Jaksa Yulianto Tabrak Asas Praduga Tak Bersalah
A A A
JAKARTA - Kejaksaan Agung sebagai institusi penegak hukum dinilai mempertontonkan sikap sewenang-wenang sekaligus memperlihatkan perilaku penyalahgunaan kekuasaan ketika menyampaikan kepada media bahwa seseorang dengan inisial HT telah melakukan tindakan ancaman.

Sikap itu jelas menyalahgunakan kekuasaan karena penyidik Mabes Polri saja belum menyampaikan bahwa si pengirim pesan adalah benar orang berinisial HT.

Hal tersebut mengemuka dalam diskusi yang dihadiri sejumlah advokat, mahasiswa, dan akademisi di kawasan Jakarta Pusat, belum lama ini.

Para peserta diskusi yang hadir memiliki pandangan senada bahwa jika dikaji dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) maupun berbagai literatur hukum atau bahkan pengertian umum, Short Message Service (SMS) itu tidak bernada mengancam ataupun mengandung pernyataan yang berkonotasi ancaman.

Dari sinilah, peserta diskusi menyimpulkan bahwa Jaksa Yulianto sebagai pelapor ke kepolisian telah menabrak asas praduga tak bersalah atau presumption of innocence.

"Tidak ada sama sekali nada ancaman, menakuti. Justru isi SMS itu ajakan melakukan perubahan agar tidak ada lagi perilaku korup dan penyalahgunaan kekuasaan alias abuse of power," ujar Ketua Lembaga Bantuan Hukum Perindo Ricky Margono.

Ia menegaskan, dengan menabrak asas praduga tak bersalah, jaksa yang melaporkan seakan telah menciptakan kesan bahwa pengirim SMS bersalah. Dengan begitu, jaksa juga patut diduga melakukan abuse of legal procedur alias penyalahgunaan prosedur hukum. Dari pernyataan itu, jaksa beropini bahwa pengirim SMS sudah bersalah.

"Jaksa seakan membawa seseorang langsung bersalah. Ini sama saja jaksa juga melakukan abuse of legal procedur," tegasnya.

Pernyataan Ricky senada dengan pandangan pengamat hukum David Surya. Dia mengatakan, dalam pesan singkat yang diterima jaksa, tidak ada ancaman sama sekali, karena dalam pesan itu tak menyebutkan nama, tidak menyebutkan jabatan, bahkan tidak menyebut yang dituduh di Kejaksaan Agung.

"Jadi memang tidak ada ancaman sedikit pun, tidak ada ancaman menakuti, justru yang disampaikan sebuah visi sebuah ajakan. Ada penggiringan opini publik bahwa HT pelaku pengirim SMS, padahal belum tahu siapa pengirimnya,” ujar dia.

Hery Firmansyah, akademisi dari Universitas Tarumanegara, menilai, dalam pelaporan SMS ke pihak kepolisian, unsur politiknya begitu terasa, karena dilakukan ketika Partai Perindo dalam tren positif.

Adapun soal keyakinan jaksa bahwa ada ancaman dalam pesan singkat, dinilai terlalu dipaksakan. "Kata per kata di SMS itu tidak ada kata ancaman," beber Herry.

Dia pun mencontohkan frasa kata yang bisa diinterpretasi sebagai ancaman. "Misal ada kalimat: 'Kalau nanti tidak melakukan maka akan ...', dan seterusnya. Padahal di SMS tersebut tidak ada kata-kata tersebut," jelasnya.

Justru, kesan yang kuat dari SMS itu adalah sikap sopan dari pengirim SMS yang menyebut Yulianto dengan kata 'Mas'.

"Bagi masyarakat Jawa, penyebutan 'Mas' menunjukkan, pengirim SMS bersikap sopan dan hanya ingin menyampaikan sesuatu yang sifatnya mengingatkan."
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2188 seconds (0.1#10.140)