Soal Permohonan Justice Collaborator Damayanti, Ini Kata LPSK
A
A
A
JAKARTA - Tersangka kasus penyuapan pemulusan proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Damayanti Wisnu Putranti mengajukan diri sebagai justice collaborator. Hal ini dinilai bisa semakin membuka jalan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengejar para pelaku lainnya.
Untuk itu, KPK didorong untuk lebih mencermati peran Damayanti sehingga pelaku-pelaku lain dalam kasus tersebut juga dapat dimintai pertanggungjawaban.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan, selain perlu mencermati peran Damayanti dalam kasus penyuapan terkait permohonan justice collaborator yang diajukan, KPK juga hendaknya dapat mengacu kepada Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, karena pada UU itu jelas disebutkan definisi saksi pelaku dan bagaimana penanganannya.
“KPK jangan hanya berdasarkan pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu, tetapi juga harus mengacu pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014. Selain itu, juga ada peraturan bersama yang mengatur masalah ini,” ujar Semendawai melalui rilis yang diterima Sindonews, Rabu (27/1/2015).
Menurut Semendawai, keberadaan justice collaborator sebagai pihak yang berperan membongkar peran pelaku lain, juga diatur dalam Konvensi Antikorupsi yang sudah diratifikasi Indonesia. Karena itulah, jika pemohon memenuhi persyaratan, sebaiknya KPK tidak segan menetapkan Damayanti sebagai justice collaborator dan memperjuangkan agar haknya terpenuhi.
“Diharapkan akan semakin banyak pihak yang mau berperan sebagai justice collaborator sehingga banyak kasus korupsi yang terbongkar,” ucapnya.
Pada Pasal 1 UU Nomor 31 Tahun 2014, jelas disebutkan, saksi pelaku adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama.
"Kepada saksi pelaku ini, pada pasal selanjutnya, yaitu Pasal 10A ayat (1), saksi pelaku dapat diberikan penanganan secara khusus dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikannya," jelasnya.
Penanganan khusus yang dimaksud dalam pasal tersebut, berupa pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana antara saksi pelaku dengan tersangka, terdakwa, dan/atau narapidana yang diungkap tindak pidananya.
Lalu, pemisahan pemberkasan antara berkas saksi pelaku dengan berkas tersangka dan terdakwa dalam proses penyidikan, dan penuntutan atas tindak pidana yang diungkapnya, dan/atau memberikan kesaksian di depan persidangan tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya.
"Penghargaan atas kesaksian yang diberikan saksi pelaku, antara lain bisa berupa keringanan penjatuhan pidana," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, Damayanti Wisnu Putranti mengajukan diri sebagai justice collaborator dalam kasus suap pengajuan proyek jalan yang menjeratnya. Hanya saja, KPK belum menentukan sikap terkait permintaan pihak Damayanti.
Dalam kasus tersebut, KPK telah menetapkan Damayanti Wisnu Putranti, Julia Prasetyarini, Dessy A Edwin dan Abdul Khoir sebagai tersangka. Hingga kini, KPK masih mengejar para aktor utama lain dalam kasus ini.
PILIHAN:
Komisi I Minta Pemerintah Tak Gusur Lanud Halim Perdanakusuma
PDIP Berharap Masuknya Golkar Perkuat Dukungan DPR ke Pemerintah
Untuk itu, KPK didorong untuk lebih mencermati peran Damayanti sehingga pelaku-pelaku lain dalam kasus tersebut juga dapat dimintai pertanggungjawaban.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan, selain perlu mencermati peran Damayanti dalam kasus penyuapan terkait permohonan justice collaborator yang diajukan, KPK juga hendaknya dapat mengacu kepada Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, karena pada UU itu jelas disebutkan definisi saksi pelaku dan bagaimana penanganannya.
“KPK jangan hanya berdasarkan pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu, tetapi juga harus mengacu pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014. Selain itu, juga ada peraturan bersama yang mengatur masalah ini,” ujar Semendawai melalui rilis yang diterima Sindonews, Rabu (27/1/2015).
Menurut Semendawai, keberadaan justice collaborator sebagai pihak yang berperan membongkar peran pelaku lain, juga diatur dalam Konvensi Antikorupsi yang sudah diratifikasi Indonesia. Karena itulah, jika pemohon memenuhi persyaratan, sebaiknya KPK tidak segan menetapkan Damayanti sebagai justice collaborator dan memperjuangkan agar haknya terpenuhi.
“Diharapkan akan semakin banyak pihak yang mau berperan sebagai justice collaborator sehingga banyak kasus korupsi yang terbongkar,” ucapnya.
Pada Pasal 1 UU Nomor 31 Tahun 2014, jelas disebutkan, saksi pelaku adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama.
"Kepada saksi pelaku ini, pada pasal selanjutnya, yaitu Pasal 10A ayat (1), saksi pelaku dapat diberikan penanganan secara khusus dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikannya," jelasnya.
Penanganan khusus yang dimaksud dalam pasal tersebut, berupa pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana antara saksi pelaku dengan tersangka, terdakwa, dan/atau narapidana yang diungkap tindak pidananya.
Lalu, pemisahan pemberkasan antara berkas saksi pelaku dengan berkas tersangka dan terdakwa dalam proses penyidikan, dan penuntutan atas tindak pidana yang diungkapnya, dan/atau memberikan kesaksian di depan persidangan tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya.
"Penghargaan atas kesaksian yang diberikan saksi pelaku, antara lain bisa berupa keringanan penjatuhan pidana," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, Damayanti Wisnu Putranti mengajukan diri sebagai justice collaborator dalam kasus suap pengajuan proyek jalan yang menjeratnya. Hanya saja, KPK belum menentukan sikap terkait permintaan pihak Damayanti.
Dalam kasus tersebut, KPK telah menetapkan Damayanti Wisnu Putranti, Julia Prasetyarini, Dessy A Edwin dan Abdul Khoir sebagai tersangka. Hingga kini, KPK masih mengejar para aktor utama lain dalam kasus ini.
PILIHAN:
Komisi I Minta Pemerintah Tak Gusur Lanud Halim Perdanakusuma
PDIP Berharap Masuknya Golkar Perkuat Dukungan DPR ke Pemerintah
(kri)