Setara: Negara Wajib Melindungi Pengikut Gafatar
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 1.119 orang pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Kalimantan Barat terpaksa dievakuasi karena mendapat penolakan dari warga sekitar.
Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan, amuk massa dan pembakaran pemukiman pengikut Gafatar di Mempawah, Kalimantan Barat merupakan dampak dari pernyataan pejoratif, stereotip, dan kebencian yang menganggap Gafatar adalah aliran sesat.
"Selain dibangun atas dasar persepsi dan pernyataan ketidaksetujuan secara terbuka, pernyataan sesat juga kemudian diikuti dengan penindakan-penindakan oleh beberapa pemerintah daerah," ujarnya melalui rilis yang diterima Sindonews, Rabu 20 Januari 2016 malam.
Dia menilai, penyesatan tanpa proses pemeriksaan yang fair dan akuntabel yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan diafirmasi oleh aparat negara telah memicu kemarahan publik pada kelompok Gafatar.
"Pengikut Gafatar adalah warga negara yang berhak atas perlindungan dan hak atas rasa aman. Apapun pandangan keagamaan Gafatar, negara tidak boleh membiarkan mereka mengalami persekusi/penganiayaaan dari siapapun," tandasnya.
Apalagi, pemerintah sama sekali belum pernah meminta klarifikasi langsung pada pengurus organisasi itu. Karena itu, Setara Institute mengingatkan agar pemerintah bekerja berdasarkan konstitusi dan perundang-undangan. Bukan pada fatwa-fatwa yang sama sekali tidak memiliki kekuatan hukum.
"Penyesatan oleh lembaga keagamaan tertentu yang diafirmasi oleh negara, dipastikan akan melahirkan kekerasan massa. Jika tidak diantisipasi, maka pengusiran, penganiayaan, dan diskriminasi terhadap kelompok Gafatar akan berkelanjutan," kata Hendardi.
Dia menambahkan, Setara Institute mendorong institusi Polri untuk melakukan tindakan perlindungan pada pengikut Gafatar di beberapa daerah. Bukan malah menangkap dan melakukan pembiaran saat mereka dihakimi massa.
PILIHAN:
Ini Kata Panglima TNI Soal Revisi UU Terorisme
Komisi III DPR Minta Jaksa Agung Periksa Menteri ESDM
Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan, amuk massa dan pembakaran pemukiman pengikut Gafatar di Mempawah, Kalimantan Barat merupakan dampak dari pernyataan pejoratif, stereotip, dan kebencian yang menganggap Gafatar adalah aliran sesat.
"Selain dibangun atas dasar persepsi dan pernyataan ketidaksetujuan secara terbuka, pernyataan sesat juga kemudian diikuti dengan penindakan-penindakan oleh beberapa pemerintah daerah," ujarnya melalui rilis yang diterima Sindonews, Rabu 20 Januari 2016 malam.
Dia menilai, penyesatan tanpa proses pemeriksaan yang fair dan akuntabel yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan diafirmasi oleh aparat negara telah memicu kemarahan publik pada kelompok Gafatar.
"Pengikut Gafatar adalah warga negara yang berhak atas perlindungan dan hak atas rasa aman. Apapun pandangan keagamaan Gafatar, negara tidak boleh membiarkan mereka mengalami persekusi/penganiayaaan dari siapapun," tandasnya.
Apalagi, pemerintah sama sekali belum pernah meminta klarifikasi langsung pada pengurus organisasi itu. Karena itu, Setara Institute mengingatkan agar pemerintah bekerja berdasarkan konstitusi dan perundang-undangan. Bukan pada fatwa-fatwa yang sama sekali tidak memiliki kekuatan hukum.
"Penyesatan oleh lembaga keagamaan tertentu yang diafirmasi oleh negara, dipastikan akan melahirkan kekerasan massa. Jika tidak diantisipasi, maka pengusiran, penganiayaan, dan diskriminasi terhadap kelompok Gafatar akan berkelanjutan," kata Hendardi.
Dia menambahkan, Setara Institute mendorong institusi Polri untuk melakukan tindakan perlindungan pada pengikut Gafatar di beberapa daerah. Bukan malah menangkap dan melakukan pembiaran saat mereka dihakimi massa.
PILIHAN:
Ini Kata Panglima TNI Soal Revisi UU Terorisme
Komisi III DPR Minta Jaksa Agung Periksa Menteri ESDM
(kri)