Minim Bukti, MKD DPR Tak Proses Laporan Herman dan Novanto
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR menolak laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepada tiga anggota dewan. Ketiganya yakni anggota Komisi III Herman Hery, Wakil Ketua MKD Junimart Girsang dan mantan Ketua DPR Setya Novanto.
Wakil Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, dua laporan ditolak lantaran pelapor dianggap tidak memenuhi alat bukti yang lengkap.
"Kasus Pak Junimart, pelapornya tidak memenuhi legal standing. Satu lagi kasus Herman Hery, ini sama tidak memenuhi unsur verifikasi dari pelapor. Selain itu yang melapor data-datanya tidak jelas kelengkapannya," kata Dasco saat dikonfirmasi wartawan, Senin (18/1/2016).
Sementara lanjut Dasco, untuk kasus Setya Novanto pelapornya jelas, namun saat verifikasi di sidang pleno MKD, pelapor kasus tersebut tidak bisa dihubungi.
Setelah sidang kasus skandal PT Freeport selesai di MKD, Novanto kembali dilaporkan LSM yang menamakan diri Pemerhati Penyelenggara Negara terkait surat yang diduga dilayangkan Novanto kepada PT Pertamina terkait biaya penyimpanan BBM di PT Orbit Terminal Merak (OTM) pertengahan Oktober 2015. Karena tidak cukup bukti, MKD menghentikan kasus tersebut.
"Ketika kita ingin verifkasi lagi alat buktinya, kita telepon-telepon sampai tujuh hari pelapornya, tidak bisa dihubungi. Karena alat bukti kurang, kita butuh tambahan alat bukti. Akhirnya sidang MKD memutuskan untuk menghentikan laporan tersebut," ucap politikus Gerindra itu.
Sebelumnya, Junimart dilaporkan oleh seorang warga Sumatera Utara bernama Agus Susanto pada 4 Januari 2016. Wakil Ketua MKD itu dinilai tidak dapat menjaga kerahasiaan materi sidang dan justru mengungkapkannya ke media massa.
Sementara kasus Herman Hery merupakan buntut dari laporan seorang perwira polisi Direktorat Reserse Narkoba Polda Nusa Tenggara Timur (NTT), AKBP Albert Neno terhadap Herman Herry ke Polda NTT.
Neno melaporkan Herman Hery ke Polda NTT karena tidak terima dimaki oleh politikus PDIP tersebut setelah penggerebekan usaha miliknya.
Kemudian forum Pemuda dan Mahasiswa (FPM) Nusa Tenggara Timur (NTT) juga melaporkan Hery ke MKD DPR. Hery dianggap telah melanggar kode etik anggota dewan dengan memaki aparat hukum.
Wakil Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, dua laporan ditolak lantaran pelapor dianggap tidak memenuhi alat bukti yang lengkap.
"Kasus Pak Junimart, pelapornya tidak memenuhi legal standing. Satu lagi kasus Herman Hery, ini sama tidak memenuhi unsur verifikasi dari pelapor. Selain itu yang melapor data-datanya tidak jelas kelengkapannya," kata Dasco saat dikonfirmasi wartawan, Senin (18/1/2016).
Sementara lanjut Dasco, untuk kasus Setya Novanto pelapornya jelas, namun saat verifikasi di sidang pleno MKD, pelapor kasus tersebut tidak bisa dihubungi.
Setelah sidang kasus skandal PT Freeport selesai di MKD, Novanto kembali dilaporkan LSM yang menamakan diri Pemerhati Penyelenggara Negara terkait surat yang diduga dilayangkan Novanto kepada PT Pertamina terkait biaya penyimpanan BBM di PT Orbit Terminal Merak (OTM) pertengahan Oktober 2015. Karena tidak cukup bukti, MKD menghentikan kasus tersebut.
"Ketika kita ingin verifkasi lagi alat buktinya, kita telepon-telepon sampai tujuh hari pelapornya, tidak bisa dihubungi. Karena alat bukti kurang, kita butuh tambahan alat bukti. Akhirnya sidang MKD memutuskan untuk menghentikan laporan tersebut," ucap politikus Gerindra itu.
Sebelumnya, Junimart dilaporkan oleh seorang warga Sumatera Utara bernama Agus Susanto pada 4 Januari 2016. Wakil Ketua MKD itu dinilai tidak dapat menjaga kerahasiaan materi sidang dan justru mengungkapkannya ke media massa.
Sementara kasus Herman Hery merupakan buntut dari laporan seorang perwira polisi Direktorat Reserse Narkoba Polda Nusa Tenggara Timur (NTT), AKBP Albert Neno terhadap Herman Herry ke Polda NTT.
Neno melaporkan Herman Hery ke Polda NTT karena tidak terima dimaki oleh politikus PDIP tersebut setelah penggerebekan usaha miliknya.
Kemudian forum Pemuda dan Mahasiswa (FPM) Nusa Tenggara Timur (NTT) juga melaporkan Hery ke MKD DPR. Hery dianggap telah melanggar kode etik anggota dewan dengan memaki aparat hukum.
(maf)