Pengamat Tuding BIN Kecolongan Diminta Belajar Sejarah Intelijen
A
A
A
JAKARTA - Para pengamat yang menilai pemerintah khususnya Badan Intelijen Negara (BIN) kecolongan dalam mengantisipasi aksi teror di kawasan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, diminta belajar sejarah intelijen.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, intelijen secanggih apapun akan sulit, bahkan hampir tidak mungkin menduga pikiran maupun hati seorang teroris.
"Jadi kalau ada pengamat yang menamakan dirinya pengamat intel, intel kecolongan, tolong dia belajar sejarah intelijen," kata Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (15/1/2016).
Luhut pun memberikan salah satu contoh peristiwa serangan teror di Paris, Perancis beberapa waktu lalu. Karena para pelaku di Paris itu menggunakan telegram, sehingga tidak bisa diketahui kapan melakukan aksi teror tersebut.
"Jadi yang tidak kita bisa duga adalah kapan, di mana dan bagaimana mereka (teroris) melakukan," tutur mantan Kepala Staf Kepresidenan ini.
Dia pun menjelaskan bahwa sebuah operasi militer sangat berbeda dengan operasi yang dilakukan aparat keamanan terhadap para pelaku teror.
"Kenapa kalau operasi militer itu menggunakan peralatan komunikasi atau gerakan lebih besar, sehingga lebih gampang atau peluang untuk memonitor lebih mudah, tapi kalau gerakan 10 orang atau lima orang tanpa alat komunikasi hanya dengan kurir itu sungguh sulit untuk melakukan operasi," ungkapnya.
Pilihan:
Motif Bom di Kawasan Sarinah Balas Dendam
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, intelijen secanggih apapun akan sulit, bahkan hampir tidak mungkin menduga pikiran maupun hati seorang teroris.
"Jadi kalau ada pengamat yang menamakan dirinya pengamat intel, intel kecolongan, tolong dia belajar sejarah intelijen," kata Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (15/1/2016).
Luhut pun memberikan salah satu contoh peristiwa serangan teror di Paris, Perancis beberapa waktu lalu. Karena para pelaku di Paris itu menggunakan telegram, sehingga tidak bisa diketahui kapan melakukan aksi teror tersebut.
"Jadi yang tidak kita bisa duga adalah kapan, di mana dan bagaimana mereka (teroris) melakukan," tutur mantan Kepala Staf Kepresidenan ini.
Dia pun menjelaskan bahwa sebuah operasi militer sangat berbeda dengan operasi yang dilakukan aparat keamanan terhadap para pelaku teror.
"Kenapa kalau operasi militer itu menggunakan peralatan komunikasi atau gerakan lebih besar, sehingga lebih gampang atau peluang untuk memonitor lebih mudah, tapi kalau gerakan 10 orang atau lima orang tanpa alat komunikasi hanya dengan kurir itu sungguh sulit untuk melakukan operasi," ungkapnya.
Pilihan:
Motif Bom di Kawasan Sarinah Balas Dendam
(maf)