Rano Karno Tantang KPK Usut Uang Rp11 Miliar dari Wawan
A
A
A
JAKARTA - Gubernur Banten Rano Karno menantang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut bukti dugaan penerimaan uang Rp11 miliar dari Komisaris Utama PT Bali Pasific Pragama (BPP) Tb Chaeri Wardana alias Wawan.
Mulanya Rano Karno kaget saat dikonfirmasi uang Rp11 miliar yang diduga diterimanya dari Wawan yang juga adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.
Keningnya bahkan sedikit mengkerut saat disinggung Koran SINDO bahwa ada bukti penerimaan yang sudah dipegang KPK. Rano berkilah tidak pernah menerima Rp11 miliar secara bertahap lewat siapapun termasuk yang diantar anak buah Wawan.
Rano juga enggan mengomentari pertanyaan lainnya termasuk dugaan setoran dari sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten yang diterimanya.
Meski begitu, Rano menantang KPK mengusut dugaan penerimaan Rp11 miliar berdasarkan bukti dan keterangan saksi.
"Diproses sajalah (oleh KPK)," kata Rano ketika duduk di kursi mobil Camry hitam A-1-GB, depan Gedung KPK, Jakarta, Kamis 7 Januari 2015.
Hakikatnya, Kamis ini Rano diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap pembentukan Bank Pembangunan Daerah Banten atau Bank Banten dalam pengesahan APBD Banten 2016 untuk tersangka Direktur Utama PT Banten Global Development Ricky Tampinongkol.
Dalam perkara Ricky dkk, Rano menjalani pemeriksaan lebih dari lima jam. Saat tiba pukul 09.20 WIB, Rano yang mengenakan batik lengan pendek ini sempat memelototi para wartawan yang mengonfirmasi ihwal penerimaan Rp11 miliar.
"Itu isu lama dimainkan saja. Semua sudah ada mekanismenya," tandasnya.
Tubagus Sukatma selaku kuasa hukum Wawan menyatakan, sebetulnya bukan Wawan yang melaporkan Rano Karno ke KPK terkait penerimaan Rp11 miliar.
Tetapi timbulnya nama Rano Karno atas dugaan menerima uang miliaran rupiah tersebut karena hasil proses pengembangan penyidikan, di mana saksi-saksi telah memberi keterangan bahwa di antara mereka pernah mengantarkan uang atas permintaan Rano Karno.
"Dan sudah ada bukti-bukti sebelumnya yang sudah disita KPK," tegas Sukatma.
Dia melanjutkan, Wawan memang pernah diklarifikasi oleh KPK mengenai Rano Karno. Karena bukti dan saksi sebelumnya sudah menjelaskan mengenai penerimaan uang Rano, maka berdasarkan pengalaman sebelumnya seperti Amir Hamzah yang ditutup-tutupi akhirnya Wawan tidak mau dihukum berat lagi karena menutup-nutupi perbuatan orang.
"Makanya karena ada desakan penyidik, maka dijelaskan kepada KPK mengenai RK. Jadi intinya terkait RK bukan karena laporan Pak Wawan," tandasnya.
Informasi dugaan penerimaan Rp11 miliar Rano Karno diperoleh Koran SINDO dari dua sumber pada awal pekan kedua Desember 2015. Sumber pertama menyebutkan, fakta penerimaan uang Rano dari Wawan sudah diungkap sejumlah saksi di hadapan penyidik KPK saat pemeriksaan terkait penyidikan kasus alkes Pemprov Banten dan TPPU Wawan.
"Total yang diterima Rano Karno dari Wawan itu Rp11 miliar. Bentuknya selalu cash. Uang diterima dari 2011 sampai 2013. Rano tidak mau menerima langsung, tapi selalu lewat ajudan/staf pribadinya," ucap sumber.
Penerimaan lewat ajudan/staf pribadi itu atas keinginan Rano. Uang tersebut sengaja tidak diterima Rano langsung guna menghindari sorotan penegak hukum.
Rincian penerimaan Rp3,5 miliar saat Rano maju berpasangan dengan Atut di Pilgub Banten 2011, sementara sisanya atau sekitar Rp7,5 miliar diserahkan saat Rano menjabat sebagai Wakil Gubernur Banten.
Masalahnya kata sumber tersebut, saat penerimaan di kala Pilgub Banten, Rano masih menjabat sebagai Wakil Bupati Tangerang. "Uang ini terkait TPPU TCW, karena terkait aliran (penyerahan uang)," bebernya.
Saksi kunci yang mengungkap penerimaan Rano itu di antaranya, Kepala Kantor PT BPP sekaligus teman karib Wawan, Ferdy Prawiradireja, Direktur PT Buana Wardana Utama sekaligus Bendahara Kantor PT BPP Cabang Serang, Yayah Rodiah, Alming Aling alias Cuming (ajudan Wawan), dan seorang staf Yayah bernama Mila.
Sumber ini melanjutkan, empat orang ini menjadi perantara utama penyerahan uang dari Wawan ke Rano. Uang tersebut berasal dari kas perusahaan Wawan. Sumber itu memastikan, KPK tengah memvalidasi dan menelusuri bukti lanjutan.
"Penyerahan uang ke Rano ada dalam buku catatan TCW. Terus ada juga dicatat sama Cuming di buku hariannya. Buku-buku catatan itu sudah disita KPK," bebernya.
Bagian dari Rp11 miliar itu bahkan masih berlangsung sebelum Wawan diciduk KPK pada Kamis 3 Oktober 2013, berkaitan dengan kasus suap pengurusan sidang sengketa pilkada Lebak.
"Waktu Rano ke Belanda sekitar Juli 2013, dia minta uang berapa M (miliar). Itu dikasih sama TCW," imbuhnya.
Sebenarnya Yayah pernah mengungkapkan ada penyerahan cek senilai Rp1,25 miliar kepada Rano. Kesaksian ini disampaikan Yayah di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta saat bersaksi dalam persidangan Wawan, Kamis 3 April 2014.
Dikonfirmasi terkait penyerahan ini, sumber lain menyebutkan uang Rp1,25 miliar itu bagian dari Rp3,5 miliar yang diserahkan terkait pilkada. Dia memastikan ada keterangan saksi dan bukti awal yang sudah dimiliki KPK terkait keseluruhan Rp11 miliar yang diterima Rano.
"Sudah disampaikan di penyidikan kasus TCW. Jadi memang totalnya ada 11 M (Rp11 miliar)," tegasnya.
Sumber kedua melanjutkan, dalam penyidikan kasus Wawan, sejumlah saksi juga sudah menyampaikan keterangan bahwa ada penyerahan setoran dari sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemprov Banten ke Rano.
Salah satu yang diduga menyerahkan yakni Sutadi selaku Kepala Dinas Bina Marga dan Tata Ruang (BMTR) Banten. Sutadi sudah tak menjabat lagi sebagai kepala dinas dan berstatus tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan proyek Jembatan Kedaung di Kota Tangerang Tahun Anggaran 2012 yang ditangani Polda Banten.
Sayang sang sumber tidak mau menyebutkan berapa jumlah setoran masing-masing SKPD. Sutadi sudah diperiksa beberapa kali oleh penyidik KPK terkait kasus korupsi dan TPPU Wawan.
"Ada setoran itu (SKPD) untuk Rano Karno. Ini yang masih divalidasi juga," tegas sumber.
Pilihan:
Pecat Ketua BEM, Fahri Hamzah Kritik Sikap Rektor UNJ
Mulanya Rano Karno kaget saat dikonfirmasi uang Rp11 miliar yang diduga diterimanya dari Wawan yang juga adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.
Keningnya bahkan sedikit mengkerut saat disinggung Koran SINDO bahwa ada bukti penerimaan yang sudah dipegang KPK. Rano berkilah tidak pernah menerima Rp11 miliar secara bertahap lewat siapapun termasuk yang diantar anak buah Wawan.
Rano juga enggan mengomentari pertanyaan lainnya termasuk dugaan setoran dari sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten yang diterimanya.
Meski begitu, Rano menantang KPK mengusut dugaan penerimaan Rp11 miliar berdasarkan bukti dan keterangan saksi.
"Diproses sajalah (oleh KPK)," kata Rano ketika duduk di kursi mobil Camry hitam A-1-GB, depan Gedung KPK, Jakarta, Kamis 7 Januari 2015.
Hakikatnya, Kamis ini Rano diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap pembentukan Bank Pembangunan Daerah Banten atau Bank Banten dalam pengesahan APBD Banten 2016 untuk tersangka Direktur Utama PT Banten Global Development Ricky Tampinongkol.
Dalam perkara Ricky dkk, Rano menjalani pemeriksaan lebih dari lima jam. Saat tiba pukul 09.20 WIB, Rano yang mengenakan batik lengan pendek ini sempat memelototi para wartawan yang mengonfirmasi ihwal penerimaan Rp11 miliar.
"Itu isu lama dimainkan saja. Semua sudah ada mekanismenya," tandasnya.
Tubagus Sukatma selaku kuasa hukum Wawan menyatakan, sebetulnya bukan Wawan yang melaporkan Rano Karno ke KPK terkait penerimaan Rp11 miliar.
Tetapi timbulnya nama Rano Karno atas dugaan menerima uang miliaran rupiah tersebut karena hasil proses pengembangan penyidikan, di mana saksi-saksi telah memberi keterangan bahwa di antara mereka pernah mengantarkan uang atas permintaan Rano Karno.
"Dan sudah ada bukti-bukti sebelumnya yang sudah disita KPK," tegas Sukatma.
Dia melanjutkan, Wawan memang pernah diklarifikasi oleh KPK mengenai Rano Karno. Karena bukti dan saksi sebelumnya sudah menjelaskan mengenai penerimaan uang Rano, maka berdasarkan pengalaman sebelumnya seperti Amir Hamzah yang ditutup-tutupi akhirnya Wawan tidak mau dihukum berat lagi karena menutup-nutupi perbuatan orang.
"Makanya karena ada desakan penyidik, maka dijelaskan kepada KPK mengenai RK. Jadi intinya terkait RK bukan karena laporan Pak Wawan," tandasnya.
Informasi dugaan penerimaan Rp11 miliar Rano Karno diperoleh Koran SINDO dari dua sumber pada awal pekan kedua Desember 2015. Sumber pertama menyebutkan, fakta penerimaan uang Rano dari Wawan sudah diungkap sejumlah saksi di hadapan penyidik KPK saat pemeriksaan terkait penyidikan kasus alkes Pemprov Banten dan TPPU Wawan.
"Total yang diterima Rano Karno dari Wawan itu Rp11 miliar. Bentuknya selalu cash. Uang diterima dari 2011 sampai 2013. Rano tidak mau menerima langsung, tapi selalu lewat ajudan/staf pribadinya," ucap sumber.
Penerimaan lewat ajudan/staf pribadi itu atas keinginan Rano. Uang tersebut sengaja tidak diterima Rano langsung guna menghindari sorotan penegak hukum.
Rincian penerimaan Rp3,5 miliar saat Rano maju berpasangan dengan Atut di Pilgub Banten 2011, sementara sisanya atau sekitar Rp7,5 miliar diserahkan saat Rano menjabat sebagai Wakil Gubernur Banten.
Masalahnya kata sumber tersebut, saat penerimaan di kala Pilgub Banten, Rano masih menjabat sebagai Wakil Bupati Tangerang. "Uang ini terkait TPPU TCW, karena terkait aliran (penyerahan uang)," bebernya.
Saksi kunci yang mengungkap penerimaan Rano itu di antaranya, Kepala Kantor PT BPP sekaligus teman karib Wawan, Ferdy Prawiradireja, Direktur PT Buana Wardana Utama sekaligus Bendahara Kantor PT BPP Cabang Serang, Yayah Rodiah, Alming Aling alias Cuming (ajudan Wawan), dan seorang staf Yayah bernama Mila.
Sumber ini melanjutkan, empat orang ini menjadi perantara utama penyerahan uang dari Wawan ke Rano. Uang tersebut berasal dari kas perusahaan Wawan. Sumber itu memastikan, KPK tengah memvalidasi dan menelusuri bukti lanjutan.
"Penyerahan uang ke Rano ada dalam buku catatan TCW. Terus ada juga dicatat sama Cuming di buku hariannya. Buku-buku catatan itu sudah disita KPK," bebernya.
Bagian dari Rp11 miliar itu bahkan masih berlangsung sebelum Wawan diciduk KPK pada Kamis 3 Oktober 2013, berkaitan dengan kasus suap pengurusan sidang sengketa pilkada Lebak.
"Waktu Rano ke Belanda sekitar Juli 2013, dia minta uang berapa M (miliar). Itu dikasih sama TCW," imbuhnya.
Sebenarnya Yayah pernah mengungkapkan ada penyerahan cek senilai Rp1,25 miliar kepada Rano. Kesaksian ini disampaikan Yayah di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta saat bersaksi dalam persidangan Wawan, Kamis 3 April 2014.
Dikonfirmasi terkait penyerahan ini, sumber lain menyebutkan uang Rp1,25 miliar itu bagian dari Rp3,5 miliar yang diserahkan terkait pilkada. Dia memastikan ada keterangan saksi dan bukti awal yang sudah dimiliki KPK terkait keseluruhan Rp11 miliar yang diterima Rano.
"Sudah disampaikan di penyidikan kasus TCW. Jadi memang totalnya ada 11 M (Rp11 miliar)," tegasnya.
Sumber kedua melanjutkan, dalam penyidikan kasus Wawan, sejumlah saksi juga sudah menyampaikan keterangan bahwa ada penyerahan setoran dari sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemprov Banten ke Rano.
Salah satu yang diduga menyerahkan yakni Sutadi selaku Kepala Dinas Bina Marga dan Tata Ruang (BMTR) Banten. Sutadi sudah tak menjabat lagi sebagai kepala dinas dan berstatus tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan proyek Jembatan Kedaung di Kota Tangerang Tahun Anggaran 2012 yang ditangani Polda Banten.
Sayang sang sumber tidak mau menyebutkan berapa jumlah setoran masing-masing SKPD. Sutadi sudah diperiksa beberapa kali oleh penyidik KPK terkait kasus korupsi dan TPPU Wawan.
"Ada setoran itu (SKPD) untuk Rano Karno. Ini yang masih divalidasi juga," tegas sumber.
Pilihan:
Pecat Ketua BEM, Fahri Hamzah Kritik Sikap Rektor UNJ
(maf)