PN Jaksel Didesak Segera Eksekusi Perkara Supersemar

Senin, 30 November 2015 - 22:09 WIB
PN Jaksel Didesak Segera Eksekusi Perkara Supersemar
PN Jaksel Didesak Segera Eksekusi Perkara Supersemar
A A A
JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) didesak segera melakukan eksekusi perkara Yayasan Supersemar yang telah diputus oleh Mahkamah Agung (MA) untuk membayar denda kepada negara sebesar Rp4,4 triliun.

Yayasan Supersemar terbukti telah melakukan penyelewenangan terhadap dana beasiswa. Dimana anggaran untuk beasiswa tersebut diambil dari negara sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 1976 yang menentukan 50% dari 5% sisa bersih laba bank negara disetor ke Yayasan Supersemar. Dana akan digunakan untuk kepentingan pendidikan.

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP Masinton Pasaribu mengatakan, perkara Yayasan Supersemar sudah diputus di MA dan keputusan tersebut sudah inkracht maka tidak ada alasan lagi untuk Pengadilan maupun Kejaksaan Agung sebagi pengacara negara untuk tidak mengeksekusi perkara tersebut.

"Itu kan sudah keputusan pengadilan. Itu wajib hukumnya, karena sudah inkracht dan tinggal dieksekusi saja. Baik Kejagung maupun Pengadilan harus sama-sama mematuhi putusan MA, untuk segera dilaksanakan eksekusi," ujar Masinton saat dihubungi KORAN SINDO, kemarin.

Anggota komisi III Lainnya, Asrul Sani dari Fraksi PPP mengatakan, jika pengadilan belum juga melakukan eksekusi, maka pihak Kejaksaan Agung bisa menyurati Pengadilan dan ditembuskan ke Pengadilan Tinggi atau ke Mahkamah Agung agar segera dieksekusi.

Hal itu bisa dilakukan jika surat permintaan eksekusi melebihi dari waktu yang ditentukan dalam SOP yang ada. "Saya lupa, itu antara 14 hingga 30 hari dalam SOP tersebut," katanya.

Biasanya, lanjut Asrul, pengadilan akan melakukan eksekusi jika persyaratan untuk melakukan eksekusi sudah terpenuhi semua oleh penggugat. "Seperti administrasi dan formalitas sudah dilengkapi dan biaya biaya pendaftaran sudah diayar, maka pengadilan akan melakukan eksekusi," jelasnya.

Menurutnya, eksekusi perkara tersebut harus sesuai dengan putusan MA. Jika dalam putusan tersebut ahli waris termasuk yang dibebani untuk membayar denda maka mereka harus membayarnya. Namun jika dalam putusan tersebut tidak terdapat didalamnya ahli waris maka jika penggugat punya bukti untuk membuktikannya maka harus dilakukan gugatan baru. "Jadi itu harus dilihat, ditelusuri bunyi putusan MA," ungkapnya.

Sementara, Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi menjelaskan, MA hanya memutus perkara dan untuk yang melaksanakan itu Jaksa Agung. Menurutnya, eksekusi harus sesuai dengan putusan yang telah ditetapkan MA. Namun jika Jaksa Agung melakukan penafsiran tersebut itu tidak masalah, hanya itu akan kembali lagi ke pengadilan.

Suhadi menjelaskan bahwa dalam perkara tersebut hanya ada dua tergugat yaitu pertama Haji Soeharto dan kedua Yayasan Supersemar. Untuk tergugat pertama itu sudah tidak ada, karena sudah meninggal dunia. Sedangkan untuk tergugat dua itu sesuai putusan MA yaitu dinyatakan harus melakukan ganti rugi sebesar Rp4,4 triliun kepada negara.

Sementara, Humas Mahkamah Agung Ridwan Mansyur mengatakan bahwa MA tidak bisa berkomentar terkait putusan yang sudah ditetapkan, dan tidak bisa menjelaskan kembali.

"Karena tidak mungkin dengan penjelasan lagi karena putusan itu sudah tersurat dan tersirat apa yang dimaksud. Dengan pertimbangan dan amar putusan dari hakim sehingga kita tidak bisa memberikan penjelasan lagi," jelasnya.

Initinya, lanjut Ridwan, pihak-pihak yang terkait dalam perkara tersebut harus melaksanakan seperti apa yang ada dalam amar putusan. "Dan putusan itu gongnya ya eksekusi," katanya.

Kemudian Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Amir Yanto mengatakan bahwa apa yang akan dieksekusi melalui pengadilan itu sesuai dengan bunyi putusan Mahkamah Agung, tidak dikurang dan dilebihkan.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7839 seconds (0.1#10.140)