Panggil Konsultan, Pansus Temukan Dugaan Penyimpangan Pelindo II
A
A
A
JAKARTA - Panitia Khusus (Pansus) DPR menemukan dugaan penyimpangan pengelolaan aset negara di PT Pelabuhan Indonsia (Pelindo) II.
Ketua Pansus Pelindo II Rieke Diah Pitaloka mengungkapkan, pansus menemukan penyimpangan pengelolaan aset negara usai memanggil tiga konsultan keuangan yakni Deutch Bank, FRI, dan Bahana Sekuritas.
Rieke mengaku terkejut dengan pernyataan pihak Deutch Bank yang bekerja tanpa kontrak dan tidak dibayar oleh PT Pelindo II.
"Deutch Bank adalah satu-satunya lembaga yang lakukan evaluasi terhadap Pelindo, mereka sudah kerja dari 2013 lalu kontrak kerja baru mereka tanda tangani pada 2014," ujar Rieke di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (18/11/2015).
"Ketika ditanya mereka bekerja tanpa ada kontrak dan bayaran. Mereka katakan itu lazim tapi DPR tidak bicara lazim atau tidak dari sisi bisnis, tetapi legal atau tidak legal," sambung politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.
Dia mengatakan informasi dari pihak konsultan keuangan ini justru menambah keyakinan bahwa adanya pelanggaran, baik keuangan, perbankan bahkan korporasi.
Rieke tak memungkiri adanya keanehan dalam penjualan ketika ditanyakan soal adanya ungkapan bahwa 1999 nilai jual Pelindo II lebih besar dibandingkan tahun 2014 yang justru memiliki nilai yang tinggi.
"Ini persoalan besar. Ini pintu masuk mengembalikan aset negara dari indikasi-indikasi yang dikuasai asing secara sistematis melalui indikasi kejahatan perbankan, indikasi kejahatan korporasi, financial engineering. Ini kan bentuk penjajahan modal dan keuangan terjadap negara," tutur Rieke.
PILIHAN:
Soal Kocok Ulang Pemimpin DPR, Begini Reaksi Akbar Tanjung
Ketua Pansus Pelindo II Rieke Diah Pitaloka mengungkapkan, pansus menemukan penyimpangan pengelolaan aset negara usai memanggil tiga konsultan keuangan yakni Deutch Bank, FRI, dan Bahana Sekuritas.
Rieke mengaku terkejut dengan pernyataan pihak Deutch Bank yang bekerja tanpa kontrak dan tidak dibayar oleh PT Pelindo II.
"Deutch Bank adalah satu-satunya lembaga yang lakukan evaluasi terhadap Pelindo, mereka sudah kerja dari 2013 lalu kontrak kerja baru mereka tanda tangani pada 2014," ujar Rieke di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (18/11/2015).
"Ketika ditanya mereka bekerja tanpa ada kontrak dan bayaran. Mereka katakan itu lazim tapi DPR tidak bicara lazim atau tidak dari sisi bisnis, tetapi legal atau tidak legal," sambung politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.
Dia mengatakan informasi dari pihak konsultan keuangan ini justru menambah keyakinan bahwa adanya pelanggaran, baik keuangan, perbankan bahkan korporasi.
Rieke tak memungkiri adanya keanehan dalam penjualan ketika ditanyakan soal adanya ungkapan bahwa 1999 nilai jual Pelindo II lebih besar dibandingkan tahun 2014 yang justru memiliki nilai yang tinggi.
"Ini persoalan besar. Ini pintu masuk mengembalikan aset negara dari indikasi-indikasi yang dikuasai asing secara sistematis melalui indikasi kejahatan perbankan, indikasi kejahatan korporasi, financial engineering. Ini kan bentuk penjajahan modal dan keuangan terjadap negara," tutur Rieke.
PILIHAN:
Soal Kocok Ulang Pemimpin DPR, Begini Reaksi Akbar Tanjung
(dam)