Jangan Ada Kepentingan Politik
A
A
A
Polemik perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia (PTFI) masuk ke ranah Majelis Kehormatan Dewan (MKD). Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan politikus bertemu dengan pimpinan PTFI serta mencatut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Jusuf Kalla (JK).
Isi pertemuan tersebut yang dipersoalkan karena dikabarkan sang politikus meminta pembagian saham sekitar 20% pada PTFI dan saham lain untuk proyek pembangkit listrik. Intinya, sang politikus yang dalam pertemuan ditemani seorang pengusaha berinisial R, menjanjikan perpanjangan kontrak karya jika permintaannya dipenuhi.
Langkah Sudirman Said melaporkan ke MKD bisa jadi adalah langkah yang tepat. Dengan laporan ini, bisa sedikit meredam kegaduhan dan dugaan-dugaan liar sejak informasi ini berembus ke publik. Dengan laporan ini, Sudirman mencoba menjalankan prosedur yang lazim ketika ada tindakan tak etis yang dilakukan salah satu anggota dewan.
Wapres JK pun menganggap pelaporan ini juga sebagai langkah untuk meredam kegaduhan yang bisa dimunculkan. Dibandingkan harus melaporkan ke aparat hukum, Wapres JK beralasan bahwa melapor ke MKD akan membuat isu ini tidak menjadi gaduh.
MKD adalah lembaga untuk menyelidiki dan menyidik sisi etika dari anggota dewan. Karena berkaitan dengan etika, tentu hukumannya akan lebih pada sanksi administratif bergantung pada tingkat kesalahan. Hukuman yang diterima oleh oknum dewan tersebut jika terbukti melanggar etika, selain administratif, juga hukuman sosial.
Berbeda dengan jika kasus ini ditangani aparat penegak hukum. Karena aparat penegak hukum akan menyelidiki dan menyidik suatu tindakan pidana bukan etika, tentu hukuman yang diberikan berupa hukuman kurungan badan. Artinya, sepertinya hukuman dari aparat penegak hukum lebih mengikat dan berdampak pada pelaku.
Lalu apakah hanya dengan melaporkan ke MKD akan membuat efek jera? Sebenarnya jika melihat lebih jauh tentang kenapa hukum harus ditegakkan dasarnya adalah penegakan etika. Etika yang berkaitan moral sebenarnya mempunyai tingkatan yang lebih tinggi dari hukum formal.
Bahwa pembentukan hukum formal pada ujungnya adalah penegakan etika di lingkungan sosial. Namun, etika yang berkaitan dengan moral tidak terlalu mengikat. Sanksi yang muncul lebih pada sanksi sosial.
Nah, karena semakin kompleks persoalan dan lingkungan serta tidak ada hukuman yang mengikat maka dibutuhkan sebuah aturan yang mengikat. Jadi, dalam kondisi saat ini, hukuman MKD nanti nampaknya belum akan membuat efek jera, apakah kasus tersebut tidak akan terulang kembali.
Pemerintah, dalam hal ini Sudirman, belum melaporkan ke penegakan hukum bisa jadi untuk menghindari kegaduhan yang semakin besar. Atau bisa jadi, pemerintah belum memiliki bukti yang kuat untuk menjerat oknum dewan tersebut; karena untuk melaporkan kasus ini sebagai tindak pidana tentu dibutuhkan bukti, bukan sekadar rekaman.
Bisa jadi juga, tekanan terhadap Sudirman akan semakin kuat jika melaporkan kasus ini ke aparat hukum sehingga hanya melaporkan ke MKD. Atau ini sebagai langkah peringatan dari Sudirman kepada sang oknum agar bisa mengakui. Semua masih dugaan dan hanya pemerintah yang tahu, kenapa hanya melaporkan kasus ini ke MKD.
Satu hal yang patut digarisbawahi dalam laporan ini diharapkan tidak ada kepentingan apa pun selain ingin meluruskan persoalan. Selain banyak yang mendukung langkah Sudirman, juga ada komentar yang menganggap laporan ini sekadar manuver politik.
Jika berbicara soal politik, tentu ada kepentingan lain dalam laporan ini. Tentu jika memang ada kepentingan politik dalam laporan ini, justru pelaporan ini sepertinya hanya ingin membuat gaduh soal perpanjangan kontrak karya dengan PTFI.
Tudingan adanya kepentingan politik dalam pelaporan ini didasari karena sebelumnya Sudirman diserang tentang kasus perpanjangan kontrak karya PTFI. Untuk menjawab semua ini, kenapa hanya melaporkan ke MKD dan apakah ada kepentingan politik lain, baik pemerintah dan MKD secara transparan menginformasikan perkembangan kasus ini ke masyarakat.
Isi pertemuan tersebut yang dipersoalkan karena dikabarkan sang politikus meminta pembagian saham sekitar 20% pada PTFI dan saham lain untuk proyek pembangkit listrik. Intinya, sang politikus yang dalam pertemuan ditemani seorang pengusaha berinisial R, menjanjikan perpanjangan kontrak karya jika permintaannya dipenuhi.
Langkah Sudirman Said melaporkan ke MKD bisa jadi adalah langkah yang tepat. Dengan laporan ini, bisa sedikit meredam kegaduhan dan dugaan-dugaan liar sejak informasi ini berembus ke publik. Dengan laporan ini, Sudirman mencoba menjalankan prosedur yang lazim ketika ada tindakan tak etis yang dilakukan salah satu anggota dewan.
Wapres JK pun menganggap pelaporan ini juga sebagai langkah untuk meredam kegaduhan yang bisa dimunculkan. Dibandingkan harus melaporkan ke aparat hukum, Wapres JK beralasan bahwa melapor ke MKD akan membuat isu ini tidak menjadi gaduh.
MKD adalah lembaga untuk menyelidiki dan menyidik sisi etika dari anggota dewan. Karena berkaitan dengan etika, tentu hukumannya akan lebih pada sanksi administratif bergantung pada tingkat kesalahan. Hukuman yang diterima oleh oknum dewan tersebut jika terbukti melanggar etika, selain administratif, juga hukuman sosial.
Berbeda dengan jika kasus ini ditangani aparat penegak hukum. Karena aparat penegak hukum akan menyelidiki dan menyidik suatu tindakan pidana bukan etika, tentu hukuman yang diberikan berupa hukuman kurungan badan. Artinya, sepertinya hukuman dari aparat penegak hukum lebih mengikat dan berdampak pada pelaku.
Lalu apakah hanya dengan melaporkan ke MKD akan membuat efek jera? Sebenarnya jika melihat lebih jauh tentang kenapa hukum harus ditegakkan dasarnya adalah penegakan etika. Etika yang berkaitan moral sebenarnya mempunyai tingkatan yang lebih tinggi dari hukum formal.
Bahwa pembentukan hukum formal pada ujungnya adalah penegakan etika di lingkungan sosial. Namun, etika yang berkaitan dengan moral tidak terlalu mengikat. Sanksi yang muncul lebih pada sanksi sosial.
Nah, karena semakin kompleks persoalan dan lingkungan serta tidak ada hukuman yang mengikat maka dibutuhkan sebuah aturan yang mengikat. Jadi, dalam kondisi saat ini, hukuman MKD nanti nampaknya belum akan membuat efek jera, apakah kasus tersebut tidak akan terulang kembali.
Pemerintah, dalam hal ini Sudirman, belum melaporkan ke penegakan hukum bisa jadi untuk menghindari kegaduhan yang semakin besar. Atau bisa jadi, pemerintah belum memiliki bukti yang kuat untuk menjerat oknum dewan tersebut; karena untuk melaporkan kasus ini sebagai tindak pidana tentu dibutuhkan bukti, bukan sekadar rekaman.
Bisa jadi juga, tekanan terhadap Sudirman akan semakin kuat jika melaporkan kasus ini ke aparat hukum sehingga hanya melaporkan ke MKD. Atau ini sebagai langkah peringatan dari Sudirman kepada sang oknum agar bisa mengakui. Semua masih dugaan dan hanya pemerintah yang tahu, kenapa hanya melaporkan kasus ini ke MKD.
Satu hal yang patut digarisbawahi dalam laporan ini diharapkan tidak ada kepentingan apa pun selain ingin meluruskan persoalan. Selain banyak yang mendukung langkah Sudirman, juga ada komentar yang menganggap laporan ini sekadar manuver politik.
Jika berbicara soal politik, tentu ada kepentingan lain dalam laporan ini. Tentu jika memang ada kepentingan politik dalam laporan ini, justru pelaporan ini sepertinya hanya ingin membuat gaduh soal perpanjangan kontrak karya dengan PTFI.
Tudingan adanya kepentingan politik dalam pelaporan ini didasari karena sebelumnya Sudirman diserang tentang kasus perpanjangan kontrak karya PTFI. Untuk menjawab semua ini, kenapa hanya melaporkan ke MKD dan apakah ada kepentingan politik lain, baik pemerintah dan MKD secara transparan menginformasikan perkembangan kasus ini ke masyarakat.
(hyk)