Politikus Catut Jokowi-JK, MKD Perlu Panggil Pejabat Freeport
A
A
A
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dinilai bukanlah orang pertama yang mendengar secara langsung percakapan politikus yang disebut broker dengan pemimpin Freeport.
Aktivis Petisi 28, Haris Rusly menduga Sudirman Said mendapatkan laporan dari dua pejabat Freeport yang saat itu sedang bergerilya melakukan pendekatan politik kepada sejumlah pejabat negara untuk memperpanjang kontrak Freeport.
Menurutnya beberapa orang itu yang perlu dimintai klarifikasinya mengenai siapa oknum DPR yang mencatut nama Jokowi-JK tersebut.
"Dua pejabat teras Freeport yang kami duga sebagai pihak pertama yang mendengar pencatutan nama Presiden dan Wapres, harus juga dipanggil oleh MKD DPR untuk dimintai kesaksian dan keterangannya," ujar Haris dalam siaran pers, Senin (16/11/2015).
Dia mengingatkan, menjual nama Presiden dan Wapres untuk mendapatkan keuntungan pribadi di Freeport adalah sebuah kejahatan negara atau mengkhianati negara. Lanjutnya, kebiasaan menjual negara seakan menjadi kebiasaan yang lumrah di negeri ini, namun hukum tidak pernah tegas kepada pelakunya.
"Padahal para pendiri negara kita mengajarkan bahwa kemerdekaan negara Indonesia dicapai tidak dengan proposal yang diajukan kepada lembaga funding asing, tapi oleh sebuah perjuangan yang berdiri atas pengorbanan dan persatuan dari rakyat Indonesia sendiri," ucapnya.
Baca: Oknum DPR Pencatut Nama Jokowi Dijuluki Komandan.
Aktivis Petisi 28, Haris Rusly menduga Sudirman Said mendapatkan laporan dari dua pejabat Freeport yang saat itu sedang bergerilya melakukan pendekatan politik kepada sejumlah pejabat negara untuk memperpanjang kontrak Freeport.
Menurutnya beberapa orang itu yang perlu dimintai klarifikasinya mengenai siapa oknum DPR yang mencatut nama Jokowi-JK tersebut.
"Dua pejabat teras Freeport yang kami duga sebagai pihak pertama yang mendengar pencatutan nama Presiden dan Wapres, harus juga dipanggil oleh MKD DPR untuk dimintai kesaksian dan keterangannya," ujar Haris dalam siaran pers, Senin (16/11/2015).
Dia mengingatkan, menjual nama Presiden dan Wapres untuk mendapatkan keuntungan pribadi di Freeport adalah sebuah kejahatan negara atau mengkhianati negara. Lanjutnya, kebiasaan menjual negara seakan menjadi kebiasaan yang lumrah di negeri ini, namun hukum tidak pernah tegas kepada pelakunya.
"Padahal para pendiri negara kita mengajarkan bahwa kemerdekaan negara Indonesia dicapai tidak dengan proposal yang diajukan kepada lembaga funding asing, tapi oleh sebuah perjuangan yang berdiri atas pengorbanan dan persatuan dari rakyat Indonesia sendiri," ucapnya.
Baca: Oknum DPR Pencatut Nama Jokowi Dijuluki Komandan.
(kur)