Eks Dirjen Otda Ungkap Berbagai Persoalan Birokrasi Daerah
A
A
A
JAKARTA - Pakar Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan mengungkapkan berbagai persoalan yang terjadi dalam birokrasi di sejumlah daerah. Pertama, birokrasi yang terlibat politik praktis.
Kedua, birokrasi yang cenderung tidak netral dan kurang profesional akibat berafiliasi dengan suatu partai politik secara terselubung.
"Yang ketiga, birokrasi kita di banyak tempat juga terseret kasus-kasus hukum, akibat kepala daerahnya kena kasus hukum, yang mengeksekusi kebijakan," ujar Djohermansyah dalam acara dialog di Hotel Grand Sahid Jakarta, Kamis (29/10/2015).
Acara dialog itu hasil kerja sama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan SINDO Weekly. Lalu, yang keempat, adanya faksi-faksi atau kubu-kubu di dalam birokrasi. Dia mencontohkan, semisal antara gubernur dengan Wakilnya pecah kongsi, ada birokrasi yang pro ke Gubernur dan Wakil Gubernur.
"Atau ada yang (Partai) merah, ada yang ambil kuning, nah itu repot sekali kalau birokrasi main kubu-kubuan dan blok-blokan, bisa enggak jalan itu program-program," tuturnya.
Selain itu, kata dia, ada kecenderungan birokrasi daerah gamang melaksanakan program. Karena takut dikriminalisasi oleh penegak hukum atas kebijakannya.
"Itu yang saya amati, sehingga membuat kinerja menjadi terseok-seok jalannya," ungkap yang juga mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri itu.
Yang terakhir, lanjut dia, adanya birokrasi yang tidak nyaman karena setiap saat bisa diganti atau dimutasi oleh kepala daerahnya secara subjektif.
"Secara keseluruhan, saya melihat birokrasi kita tidak nyaman, tidak tenang, tidak tenteram, dalam menjalankan tugas-tugas profesionalitasnya sekarang, diganggu dengan berbagai kepentingan dan leadhership yang kurang bagus dari kepala daerah," pungkasnya.
PILIHAN:
ICW Kritik Rotasi Pejabat Eselon I Kejagung
Rio Capella Bisa Amankan Kasus Bansos Dinilai Manuver Gatot
Kedua, birokrasi yang cenderung tidak netral dan kurang profesional akibat berafiliasi dengan suatu partai politik secara terselubung.
"Yang ketiga, birokrasi kita di banyak tempat juga terseret kasus-kasus hukum, akibat kepala daerahnya kena kasus hukum, yang mengeksekusi kebijakan," ujar Djohermansyah dalam acara dialog di Hotel Grand Sahid Jakarta, Kamis (29/10/2015).
Acara dialog itu hasil kerja sama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan SINDO Weekly. Lalu, yang keempat, adanya faksi-faksi atau kubu-kubu di dalam birokrasi. Dia mencontohkan, semisal antara gubernur dengan Wakilnya pecah kongsi, ada birokrasi yang pro ke Gubernur dan Wakil Gubernur.
"Atau ada yang (Partai) merah, ada yang ambil kuning, nah itu repot sekali kalau birokrasi main kubu-kubuan dan blok-blokan, bisa enggak jalan itu program-program," tuturnya.
Selain itu, kata dia, ada kecenderungan birokrasi daerah gamang melaksanakan program. Karena takut dikriminalisasi oleh penegak hukum atas kebijakannya.
"Itu yang saya amati, sehingga membuat kinerja menjadi terseok-seok jalannya," ungkap yang juga mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri itu.
Yang terakhir, lanjut dia, adanya birokrasi yang tidak nyaman karena setiap saat bisa diganti atau dimutasi oleh kepala daerahnya secara subjektif.
"Secara keseluruhan, saya melihat birokrasi kita tidak nyaman, tidak tenang, tidak tenteram, dalam menjalankan tugas-tugas profesionalitasnya sekarang, diganggu dengan berbagai kepentingan dan leadhership yang kurang bagus dari kepala daerah," pungkasnya.
PILIHAN:
ICW Kritik Rotasi Pejabat Eselon I Kejagung
Rio Capella Bisa Amankan Kasus Bansos Dinilai Manuver Gatot
(kri)