Realisasi Ekspor Turun

Jum'at, 23 Oktober 2015 - 12:31 WIB
Realisasi Ekspor Turun
Realisasi Ekspor Turun
A A A
Realisasi ekspor untuk tahun ini bakal tidak sebaik tahun lalu. Pemerintah memprediksi realisasi ekspor bakal mengerut sekitar 14% baik sektor minyak dan gas (migas) maupun nonmigas dibandingkan tahun sebelumnya.Pelemahan realisasi ekspor tersebut tidak terlepas dari kondisi perekonomian global yang masih terseok-seok alias melemah. Meski demikian, pemerintah tetap optimistis bisa menggenjot realisasi ekspor untuk tahun depan sekitar 6% hingga 7% sebagaimana dicanangkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Guna mendorong kinerja ekspor tahun depan, sejumlah pendekatan akan ditempuh Kementerian Perdagangan (Kemendag), di antaranya pendekatan khusus ke negara-negara tujuan ekspor nontradisional.Meliputi promosi semaksimal mungkin, memperbaiki pelayanan ekspor, melakukan kunjungan ke negara tujuan ekspor. Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas T Lembong menyebut sejumlah negara yang berpotensi menjadi buyers,seperti Arab Saudi dan Nigeria, dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup meyakinkan. Tinggal membangun koordinasi yang baik dengan Kementerian Luar Negeri yang menjadi ujung tombak hubungan mancanegara.Adapun kinerja ekspor hingga per September 2015 terjadi perlambatan tercatat sebesar USD12,53 miliar atau turun 17,98%, sedangkan kinerja impor anjlok sekitar 25,95% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Dengan demikian, neraca perdagangan mencatatkan surplus karena kinerja impor mengalami penurunan yang lebih dalam dibandingkan kinerja ekspor. Berdasarkan data yang dipublikasikan Kemendag belum lama ini, sepanjang Januari hingga September 2015 menunjukkan surplus neraca perdagangan tercatat sebesar USD7,1 miliar.Bandingkan dengan periode yang sama tahun lalu di mana neraca perdagangan mencetak defisit sebesar USD1,7 miliar. Pemerintah mengakui bahwa mendongkrak kinerja ekspor dalam kondisi perekonomian global yang lesu bukanlah persoalan gampang. Karena itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengimbau kalangan dunia usaha turut serta membuka pasar baru tujuan ekspor. Presiden berharap agar para pengusaha lebih kreatif dan tidak fokus lagi pada pasar tradisional ekspor seperti Jepang, China, dan Amerika Serikat (AS) serta Uni Eropa.Saat membuka Trade Expo Indonesia (TEI) ke-30 Rabu lalu di Jakarta, Presiden menyatakan masih banyak pasar dengan potensi yang cukup besar. Sejumlah negara di Afrika dan Amerika Selatan memang ukurannya kecil, tetapi bisa digarap sebagai pasar ekspor alternatif. Meski pemerintah begitu optimistis mendongkrak kinerja ekspor namun tetap harus realistis mempertimbangkan kondisi perekonomian beberapa negara yang bisa menggoyang perekonomian dunia.Salah satunya situasi perekonomian China yang mencatatkan pertumbuhan kurang menggembirakan. Sepanjang kuartal ketiga tahun ini, pertumbuhan ekonomi China hanya 6,9% atau terendah sejak krisis keuangan global yang terjadi pada 2008 lalu. Kondisi perekonomian China memang tidak bisa diabaikan sebab berpengaruh langsung terhadap perekonomian negara kawasan.Selain pertumbuhan ekonomi yang melemah, rencana China untuk menjadikan yuan sebagai mata uang internasional harus diantisipasi dan diwaspadai dampaknya terhadap perekonomian Indonesia. Sementara itu, kebijakan Bank Indonesia (BI) yang tetap mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate ) pada level 7,5% dinilai belum sejalan dengan upaya pemerintah mendongkrak kinerja ekspor. Namun, keputusan BI menahan BI Rate justru sebagai langkah hatihati untuk mengantisipasi risiko perekonomian global yang masih lemah.Bank sentral berharap kepada pemerintah agar berkonsentrasi meningkatkan belanja di tengah melambatnya usaha sektor swasta. Sikap BI tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 7,5% memang mendapat berbagai sorotan mengingat sejumlah bank sentral di kawasan Asia mulai memangkas suku bunga acuan. Pihak BI beralasan bahwa kondisi perekonomian Indonesia berbeda dengan sejumlah negara di Asia.Karena itu, BI berpendirian bahwa belum saatnya suku bunga acuan diturunkan meski berisiko terhadap penurunan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), karena pelaku usaha dalam negeri terbebani bunga tinggi. Dan, beban bunga tinggi sudah pasti berpengaruh terhadap daya saing produk dalam negeri untuk bertarung di pasar ekspor.
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5778 seconds (0.1#10.140)