Presiden Didesak Copot Jaksa Agung
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah kalangan mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mencopot HM Prasetyo dari jabatan jaksa agung sebab kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung) selama satu ini dinilai tidak memuaskan.
Koordinator Monitoring Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai, kinerja Kejagung di bawah kepemimpinan Prasetyo tidak memuaskan.
Dia menduga ada kejanggalan dalam penanganan kasus dugaan korupsi dana bansos Pemprov Sumatera Utara.
Menurut dia, kasus bansos sudah lama naik ke penyidikan tapi sampai saat ini belum juga ada perkembangan yang signifikan termauk belum menjerat satupun tersangka.
”Salah satu evaluasi ICW, kinerja Kejaksaan tidak berjalan optimal, kalau bisa jaksa agung itu harus diganti,” tandas Emerson saat dihubungi KORAN SINDO, Rabu 21 Oktober 2015.
Apalagi, lanjutnya, Prasetyo merupakan salah satu kader Partai Nasional Demokrat (Nasdem).
Hal itu bisa menimbulkan konflik kepentingan dalam menangani suatu perkara. Seperti dalam kasus dugaan suap yang tengah disidik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Emerson, supaya jelas perkaranya maka Kejagung harus bisa mengimbangi dengan perkara dugaan suap pada kasus korupsi, dana bantuan sosial, tunggakan dana bagi hasil dan penyertaan modal pada sejumlah BUMD di Pemprov Sumut, yang menjerat mantan Sekjen Partai NasDem Patrice Rio Capella.
”Paling tidak kasus dana bansosnya harus diusut dua-duanya bersama kasus yang ada di KPK supaya menjadi terang,” ungkapnya.
Senada diungkapkan Direktur Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo. Dia menilai, kinerja Kejagung dalam satu tahun ini belum banyak yang dicapai.
Menurut dia, belum ada perkembangan yang lebih baik dari pemerintahan sebelumnya, semisal sejumlah kasus yang ditangani Kejagung selalu kalah dalam gugatan praperadilan.
”Ditambah lagi munculnya dugaan pengamanan kasus dana bansos yang menjerat Gubernur nonaktif Sumut Gatot Pujo Nugroho, dan istrinya Evy Susanti, serta mantan Sekjen Partai NasDem Patrice Rio Capella,” katanya.
Sebelumnya Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, selama Kejaksaan Agung (Kejagung) dipimpin politikus partai politik, lembaga penegak hukum akan rentan dijadikan alat politik.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu menilai, di bawah kepemimpinan Prasetyo, Korps Adhiyaksa semakin tidak profesional. Indikasinya, Kejaksaan Agung kerap kalah menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan oleh tersangka kasus korupsi.
”Publik bisa menilai mana yang profesional atau tidak. Ketika kejaksaan dikritisi tidak profesional karena kerap kalah praperadilan, harusnya disikapi bijak sebagai evaluasi bukan menyalahkan keadaan. KPK juga dikritisi dan nyatanya mereka lakukan evaluasi,” tuturnya.
Tidak hanya itu, Fadli juga mendesak Presiden Jokowi mengevaluasi posisi jaksa agung dan juga jaksa agung muda di bawahnya.
Menurut Fadli, penggantian jaksa agung beserta jajaran di bawahnya membuktikan bahwa presiden serius dalam hal penegakan hukum.
”Melorotnya kinerja Kejaksaan Agung menjadi bukti pemerintah belum serius membenahi bidang penegakan hukum,” kata Fadli.
Masyarakat, lanjutnya, sudah cerdas menilai kejaksaan. Kalau mau menegakkan hukum maka carilah orang terbaik di Kejagung namun jangan pilih yang saat ini menjabat posisi jaksa agung muda.
”Begitu pula dengan kepolisian dan institusi hukum lain. Yang tidak mudah gunakan abuse of power,” tandasnya. Sementara itu,
Sekretaris Fraksi Partai NasDem Syarif Abdullah Alkadrie menilai ada motif politis di balik wacana yang mendesak pencopotan Jaksa Agung M Prasetyo.
Bahkan dirinya menduga ada pihak yang hendak merebut posisi jaksa agung yang saat ini dijabat oleh kader Partai Nasdem.
Menurut Syarif, wajar saja ada yang menginginkan jabatan jaksa agung karena jabatan itu cukup strategis dalam memegang komando supremasi hukum.
Sehingga kelompok itu menggiring opini seolah-olah kasus mantan Sekjen DPP Partai Nasdem Patrice Rio Capella yang ditersangkakan oleh KPK dengan isu pencopotan jaksa agung saling terkait.
”Tidak ada hubungannya dengan Nasdem, itu akal-akalan saja,” ujarnya.
Koordinator Monitoring Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai, kinerja Kejagung di bawah kepemimpinan Prasetyo tidak memuaskan.
Dia menduga ada kejanggalan dalam penanganan kasus dugaan korupsi dana bansos Pemprov Sumatera Utara.
Menurut dia, kasus bansos sudah lama naik ke penyidikan tapi sampai saat ini belum juga ada perkembangan yang signifikan termauk belum menjerat satupun tersangka.
”Salah satu evaluasi ICW, kinerja Kejaksaan tidak berjalan optimal, kalau bisa jaksa agung itu harus diganti,” tandas Emerson saat dihubungi KORAN SINDO, Rabu 21 Oktober 2015.
Apalagi, lanjutnya, Prasetyo merupakan salah satu kader Partai Nasional Demokrat (Nasdem).
Hal itu bisa menimbulkan konflik kepentingan dalam menangani suatu perkara. Seperti dalam kasus dugaan suap yang tengah disidik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Emerson, supaya jelas perkaranya maka Kejagung harus bisa mengimbangi dengan perkara dugaan suap pada kasus korupsi, dana bantuan sosial, tunggakan dana bagi hasil dan penyertaan modal pada sejumlah BUMD di Pemprov Sumut, yang menjerat mantan Sekjen Partai NasDem Patrice Rio Capella.
”Paling tidak kasus dana bansosnya harus diusut dua-duanya bersama kasus yang ada di KPK supaya menjadi terang,” ungkapnya.
Senada diungkapkan Direktur Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo. Dia menilai, kinerja Kejagung dalam satu tahun ini belum banyak yang dicapai.
Menurut dia, belum ada perkembangan yang lebih baik dari pemerintahan sebelumnya, semisal sejumlah kasus yang ditangani Kejagung selalu kalah dalam gugatan praperadilan.
”Ditambah lagi munculnya dugaan pengamanan kasus dana bansos yang menjerat Gubernur nonaktif Sumut Gatot Pujo Nugroho, dan istrinya Evy Susanti, serta mantan Sekjen Partai NasDem Patrice Rio Capella,” katanya.
Sebelumnya Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, selama Kejaksaan Agung (Kejagung) dipimpin politikus partai politik, lembaga penegak hukum akan rentan dijadikan alat politik.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu menilai, di bawah kepemimpinan Prasetyo, Korps Adhiyaksa semakin tidak profesional. Indikasinya, Kejaksaan Agung kerap kalah menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan oleh tersangka kasus korupsi.
”Publik bisa menilai mana yang profesional atau tidak. Ketika kejaksaan dikritisi tidak profesional karena kerap kalah praperadilan, harusnya disikapi bijak sebagai evaluasi bukan menyalahkan keadaan. KPK juga dikritisi dan nyatanya mereka lakukan evaluasi,” tuturnya.
Tidak hanya itu, Fadli juga mendesak Presiden Jokowi mengevaluasi posisi jaksa agung dan juga jaksa agung muda di bawahnya.
Menurut Fadli, penggantian jaksa agung beserta jajaran di bawahnya membuktikan bahwa presiden serius dalam hal penegakan hukum.
”Melorotnya kinerja Kejaksaan Agung menjadi bukti pemerintah belum serius membenahi bidang penegakan hukum,” kata Fadli.
Masyarakat, lanjutnya, sudah cerdas menilai kejaksaan. Kalau mau menegakkan hukum maka carilah orang terbaik di Kejagung namun jangan pilih yang saat ini menjabat posisi jaksa agung muda.
”Begitu pula dengan kepolisian dan institusi hukum lain. Yang tidak mudah gunakan abuse of power,” tandasnya. Sementara itu,
Sekretaris Fraksi Partai NasDem Syarif Abdullah Alkadrie menilai ada motif politis di balik wacana yang mendesak pencopotan Jaksa Agung M Prasetyo.
Bahkan dirinya menduga ada pihak yang hendak merebut posisi jaksa agung yang saat ini dijabat oleh kader Partai Nasdem.
Menurut Syarif, wajar saja ada yang menginginkan jabatan jaksa agung karena jabatan itu cukup strategis dalam memegang komando supremasi hukum.
Sehingga kelompok itu menggiring opini seolah-olah kasus mantan Sekjen DPP Partai Nasdem Patrice Rio Capella yang ditersangkakan oleh KPK dengan isu pencopotan jaksa agung saling terkait.
”Tidak ada hubungannya dengan Nasdem, itu akal-akalan saja,” ujarnya.
(dam)