Mega Presiden RI di Spanduk, Ini Hanya karena Beda Budaya
A
A
A
DEPOK - Pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Ikhsan Darmawan meyakini persoalan spanduk 'Selamat Datang Presiden Megawati Soekarnoputri' di Busan Indonesia Centre, Korea Selatan, tak akan jadi polemik yang panjang.
Menurut Ikhsan, dia mendapat banyak informasi bahwa terdapat perbedaan budaya dan tradisi di negara luar dalam hal menyambut kepala negara atau mantan kepala negara.
"Memang banyak teman yang memberi informasi ada interpretasi yang berbeda dalam penyambutan di negara lain. Dulu ada seperti itu juga di Arab. Yang diundang SBY padahal waktu itu presiden sudah Jokowi,” jelas Ikhsan di Kampus FISIP UI Depok, Selasa (13/10/2015).
Namun perbedaan budaya dan cara menyambut kepala negara dan mantan kepala negara kata Ikhsan, membuat masyarakat Indonesia bingung.
“Kalau di kita setiap yang pernah jadi presiden disebutnya mantan. Tapi di negara lain disebutnya masih presiden. Bagi kita jadi bingung. Ada perbedaan dengan di luar,” ungkapnya.
Ikhsan menilai, permasalah tersebut hanya perbedaan budaya dan hanya akan ramai dibicarakan di sosial media (sosmed).
“Apalagi sudah di kantor dagang Korea seharusnya tidak ada kalimat seperti itu, tapi ini tak akan jadi polemik paling ramai di sosmed. Nanti reda sendiri,” ungkapnya.
Pilihan:
Menko Polhukam Tegaskan Bela Negara Bukan Wajib Militer
Diperiksa KPK 12 Jam, Wagub Sumut Ungkap Pesan Surya Paloh
Menurut Ikhsan, dia mendapat banyak informasi bahwa terdapat perbedaan budaya dan tradisi di negara luar dalam hal menyambut kepala negara atau mantan kepala negara.
"Memang banyak teman yang memberi informasi ada interpretasi yang berbeda dalam penyambutan di negara lain. Dulu ada seperti itu juga di Arab. Yang diundang SBY padahal waktu itu presiden sudah Jokowi,” jelas Ikhsan di Kampus FISIP UI Depok, Selasa (13/10/2015).
Namun perbedaan budaya dan cara menyambut kepala negara dan mantan kepala negara kata Ikhsan, membuat masyarakat Indonesia bingung.
“Kalau di kita setiap yang pernah jadi presiden disebutnya mantan. Tapi di negara lain disebutnya masih presiden. Bagi kita jadi bingung. Ada perbedaan dengan di luar,” ungkapnya.
Ikhsan menilai, permasalah tersebut hanya perbedaan budaya dan hanya akan ramai dibicarakan di sosial media (sosmed).
“Apalagi sudah di kantor dagang Korea seharusnya tidak ada kalimat seperti itu, tapi ini tak akan jadi polemik paling ramai di sosmed. Nanti reda sendiri,” ungkapnya.
Pilihan:
Menko Polhukam Tegaskan Bela Negara Bukan Wajib Militer
Diperiksa KPK 12 Jam, Wagub Sumut Ungkap Pesan Surya Paloh
(maf)